; IOTNBO

Sore itu, langit nampak kurang bersahabat. Matahari yang awalnya masih memendarkan sinar berwarna jingga mulai tertutupi oleh awan-awan tebal yang nampak siap untuk menumpahkan hujan kapan saja.

Angin berhembus lebih kencang dari biasanya, diikuti dengan udara yang seketika menjadi lebih dingin.

Mungkin perubahan cuaca yang tiba-tiba ini biasa saja bagi sebagian orang, namun tidak dengan laki-laki manis bernama Junkyu itu. Angin sedikit kencang yang menerpa wajah dan menerbangkan anak-anak rambutnya justru membawa perasaan khawatir yang kian menyesakkan dan menghilangkan senyum manisnya beberapa jam lalu.

Pikirannya kini tertuju pada lelaki di seberang sana, lelaki yang telah menyita pikirannya sejak siang tadi, dikarenakan pesannya yang tak berbalas.

“Tak biasanya ia mengabaikan pesanku, apakah terjadi sesuatu padanya?”, pikirnya mulai kalut.

Ia tau, hari ini adalah hari yang dinantikan oleh lelaki yang telah mencuri ruang di hatinya, kekasihnya yang tampak dingin namun penuh perhatian itu.

Dan harusnya ia menghampiri laki-laki itu sejak tadi, saat pengumuman hasil perlombaan yang kekasihnya ikuti berlangsung. Tetapi karena waktunya yang tak ada luang, hal itu tak dapat ia penuhi.

“Apakah ia kecewa karena aku tak datang? Mengapa ia tak mengangkat teleponku, arghhh”, gumamnya kesal pada diri sendiri.

Tak terasa, perlahan awan yang telah bekerja sama menyembunyikan matahari sejak tadi mulai menumpahkan sedikit demi sedikit muatannya. Hujan yang awalnya hanya gerimis kecil, bersamaan dengan langit yang menggelap kini kian lebat.

Ponsel yang awalnya hening itu tiba-tiba berdering, dan memecahkan lamunan si lelaki manis. Sayangnya, itu bukan dari lelakinya, melainkan adik sang kekasih.

“Halo Airi, ada apa?”

“Kak, apakah kakak bersama Kak Haru?”

Dapat Junkyu dengan suara Airi yang, bergetar seperti menahan tangis?

“Hei tenangkan dirimu dulu, disini aku juga menunggu pesan dari Haruto sejak siang tadi. Apakah sesuatu telah terjadi?”

Dan Junkyu perlahan mulai memahami apa yang telah terjadi, Airi menjelaskan dengan sedikit terbata-bata tentang Haruto yang tiba-tiba pergi dari rumah setelah berselisih paham dengan sang ayah. Walaupun hanya itu yang dijelaskan, Junkyu tau kalau ayah kekasihnya pasti mempermasalahkan hasil lomba hari ini.

Setelah menjanjikan akan membawa Haruto pulang, Junkyu bergegas mengambil jaket tebal pemberian kekasihnya, tak lupa sebuah payung hitam yang kiranya cukup meneduhkan dua orang dewasa.

Ia mulai berjalan perlahan menerobos hujan dengan payung yang digenggamnya, memperhatikan sekeliling dengan seksama berharap menemukan Haruto secepatnya.

Udara dingin yang menusuk tak ia hiraukan, pikirannya hanya terpaku pada kekasihnya yang kini mungkin terguyur hujan dalam keadaan tak baik-baik saja.

Cukup lama ia langkahkan tungkai kakinya tak tentu arah, sembari terus merapal doa agar cepat bertemu yang dicari.

Jalanan yang ia lalui semakin sepi, tentu, tak ada orang yang akan senang hati menerjang hujan di kala malam dan di tengah dingin seperti ini. Namun tak masalah, asalkan ia dapat bertemu Haruto.

Dan akhirnya, di ujung jalan dekat sebuah jembatan, ia bisa melihat seorang yang ia cari keberadaanya. Yang sangat ia rindukan, walau belum genap 24 jam tak bertemu.

Ia langkahkan tungkainya lebih cepat, seakan objek di hadapannya akan hilang dalam sekejap mata. Sedikit mengatur nafas, ia memberanikan diri menggenggam tangan kekasihnya yang tampak bergetar kedinginan.

“Haru..”

Pelan, namun membuat lelaki di hadapannya itu menoleh dan yang Junkyu sadari, kekasihnya sedang menangis.

“Haru, apa yang kau lakukan disini, hm? Kau tak kedinginan?”

“Kak, aku gagal.”

Hanya kalimat pendek itu, dan pertahanan Junkyu pun runtuh. Ikut menangis merasakan rasa sakit yang kini kekasihnya tanggung.

No, kamu gak gagal sayang. Kamu berhasil, berhasil naklukin rasa takut kamu. Berhasil melewati ketakutan kamu dengan ikut lomba itu. Hasilnya, entah menang atau kalah, itu bonus. Kamu gaakan tau kalau kamu gak mencoba. Dan kesempatan untuk mencoba gak cuma satu kali ini, masih banyak kesempatan lain sayang, hm?”

“T-tapi ayah kak..”

Air mata Haruto kembali jatuh. Merasa satu tangannya tak cukup menenangkan kekasihnya, Junkyu memilih melepaskan payung di genggamannya. Biarlah hujan ikut membasahi tubuhnya, tujuannya kini hanya menenangkan lelaki yang ia cintai dengan tulus itu.

Junkyu merengkuh tubuh dingin Haruto yang masih menggigil, berusaha memberi kehangatan yang tersisa. Menyalurkan kenyamanan yang kiranya dapat mengurangi rasa sakit. Membisikkan kata-kata penenang yang kiranya dapat membantu menyembuhkan luka.

Langit juga tak sejahat itu pada mereka. Langit yang awalnya ikut bersedih, kini perlahan membantu menyingkirkan hujan, menggantinya dengan beberapa sinar kecil dari bintang.

Dan hingga kedua insan itu telah mampu saling menenangkan, bulan ikut menampakkan dirinya, bersinar begitu terang didampingi pelangi yang untuk pertama kalinya mereka lihat di malam hari.

Seakan memberi pesan, bahwa tak apa untuk jatuh, tak apa 'tuk merasa sakit dan tidak baik-baik saja, karena setelah segala masalah yang dihadapi, dan untuk segala usaha yang dilakukan untuk menyelesaikannya, hal yang indah akan datang menghampiri. . . .

—fin.