Little Daisy


Suasana canggung melingkupi kedua laki-laki yang terpaut usia 7 tahun itu. Tidak ada yang mengeluarkan suara, tidak ada yang berinisiatif membuka percakapan.

Sejak setengah jam yang lalu ia dijemput secara tiba-tiba oleh lelaki manis yang kini setiap waktu memenuhi pikirannya itu, ia merasakan aura yang gelap, tidak ada senyum manis seperti biasanya.

Ingin bertanyapun rasanya sulit, hingga ia memutuskan untuk memilih membawa pandangannya ke arah luar jendela, tanpa tau tujuan tempat kemana ia akan dibawa.

Bahkan ia sama sekali tak terpikirkan, bahwa tempat tujuan dari si manis adalah sebuah tempat yang sunyi, tenang, dimana sejauh ia memandang tempat itu berhiaskan batu-batu nisan dengan rumput hijau di sekelilingnya.

Ia sebenarnya bukan penakut, namun hawa disini memang sedikit menyeramkan. Belum lagi Junkyu yang sejak tadi tak mengeluarkan suara, membuat ia berpikir yang tidak-tidak. Bagaimana jika orang yang disampingnya ini bukan Junkyu yang asli?

Memikirkan hal itu membuat ia bergidik beberapa kali, menggelengkan kepalanya ribut, menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Dan sepertinya, hal itu berhasil menarik perhatian si manis yang sedari tadi menutup mulutnya rapat-rapat.

“Hei, lo gak papa to?”

Pertanyaan yang Junkyu berikan dengan suara yang sedikit nyaring itu berhasil menyadarkan Haruto dari pikiran buruknya. Ah, tapi ia sedikit bingung dengan panggilan yang tak biasa dari lelaki di sampingnya itu.

“Lo?”

“E-eh..kamu maksudnya, aneh ya?”

“Gaapa kak, senyamannya kakak aja. Oh iya, ini aku beneran diajak kesini kak?”

Junkyu mengernyitkan dahinya bingung, “Ya iya? Kan kamu ada disini sekarang.”

“Gak salah? Maksudnya, kakak serius ajak aku kesini? Ini tempat, kak Yoshi itu kan?”

Iya, Haruto ingat dengan jelas nama ayah Lena sekaligus lelaki yang dulu menjadi seorang yang paling dicintai oleh lelaki manis yang kini berada satu mobil dengannya.

Bukannya tidak siap, ia bertanya seperti itu pun untuk menanyakan keyakinan Junkyu padanya.

“Iya, keputusan aku udah bulat. Aku gak bisa terus-terusan terikat sama masa lalu aku, to. Aku juga mau bahagia.”

Sungguh, kalau boleh Haruto katakan, ekspresi sendu pada wajah Junkyu yang saat ini ditampakkannya sangat tidak cocok untuk wajah manisnya itu. Hatinya perih memikirkan, seberapa besar beban dan kesedihan yang lelaki manis ini pikul selama ini.

Maka tanpa banyak bicara, ia perlahan merentangkan tangannya, menberi kode agar si manis mendekat.

Dan hal itu tentu disambut baik, Junkyu menghambur pada dekapan hangat itu. Menenggelamkan wajahnya pada perpotongan leher Haruto yang nyaman, seakan posisi ini benar-benar membantunya mengisi energi yang hilang.

“Makasih, makasih udah ada disini dan nemenin aku.”

Kepala Haruto yang bertumpu pada pucuk kepala Junkyu mengangguk kecil, jari-jarinya mengelus surai halus Junkyu pelan.

“Walaupun kita belum terlalu lama kenal, tapi aku percaya sama kamu. Walaupun usia kita yang terbilang cukup jauh, tapi kamu jauh lebih dewasa dari aku. Jangan pernah raguin dirimu sendiri, ya?”

Perkataan Junkyu tadi sangat mampu menenangkan gejolak tak nyaman yang ada dalam dirinya. Ia tau, tak semestinya ia membuat Junkyu ragu, melainkan ia seharusnya mampu membuat Junkyu nyaman dan saling membagi kekuatan.

Junkyu mendongakkan wajahnya, menatap mata Haruto lurus, “Mau sekarang gak jenguknya?”

“Kalo kakak udah siap, aku juga pasti siap.”