Little Daisy


Langit sore itu kelabu, awan-awan cukup tebal menyatu nampak bekerja sama menyembunyikan sang surya. Namun semua itu tak menyurutkan niat keduanya, yang kini bergandengan tangan menuju tempat di bagian ujung sana.

Dan begitu sampai, Junkyu menyimpuhkan kakinya terlebih dahulu.

“Yoshi, aku datang lagi.”

Tak ada jawaban, tentu. Namun angin entah dari mana datangnya tiba-tiba bertiup kecil seakan menjawab sapaan tadi.

“Maaf aku baru sempat jenguk kamu lagi hari ini, dan maaf aku gak bawa Lena. Tapi aku tau, kamu pasti selalu perhatiin Lena dari atas sana kan?”

Menjeda sejenak kalimatnya, Junkyu kemudian melanjutkan,

“Yoshi, hari ini, aku bawa seorang laki-laki. Ia pekerja keras, baik hati, pembawaannya juga tenang, dan...ia juga menyayangiku.”

Haruto yang mendengar namanya disebut ikut bersimpuh di sebelah kiri si manis.

“Hai kak, aku Haruto,” ucapnya pelan sembari mengelus nisan di hadapannya.

Melihat Junkyu yang kini nampak tengah menahan tangisnya, membuat Haruto mengulurkan tangan, menggenggam tangan mungil Junkyu tidak erat, mengelus punggung tangannya lembut.

Masih menghadap nisan di depannya ia pun melanjutkan, “Kak, mungkin aku belum banyak memiliki pengalaman hidup, tapi aku berjanji untuk selalu bekerja keras dan tidak menyerah apapun yang aku hadapi nanti. Tentang perasaanku ini, aku benar-benar mencintai lelaki manis yang memiliki senyum secerah matahari bernama Kim Junkyu, yang kini berada tepat di sampingku, tak ada terbesit dalam pikiran untuk bermain-main dengan perasaan ini. Aku tulus menyayangi lelaki ini, kak.”

“Begitupun dengan Lena, ia sudah aku anggap adik, bahkan jika nanti aku akhirnya mendapat kesempatan menjadi ayahnya, aku berjanji menyayanginya setulus aku menyayangi kak Junkyu. Aku tidak bisa menjanjikan, tapi aku akan berusaha selalu mendatangkan kebahagiaan pada dua orang yang aku sayangi ini.”

“Sebelumnya, terima kasih karena telah menjadi sandaran mereka, menjadi lelaki yang menyayangi dan mencintai mereka dengan tulus, mengajarkan dan menuntun mereka pada hal yang baik. Aku sangat menghargaimu untuk semua itu. Dan kini, saatnya aku menjalankan tugas itu, akan aku lanjutkan untuk mencintai dan menyayangi mereka dengan seluruh jiwaku, aku tidak akan biarkan mereka menangis karena hal buruk di luar sana.”

Isakan tangis yang keluar dari bilah bibir mungil si manis terdengar semakin keras, membuat Haruto mengarahkan tubuhnya ke samping, menarik Junkyu dalam pelukannya. Menumpahkan semua kesedihan yang selama ini ia pendam, agar selanjutnya dapat ia isi dengan kebahagiaan, hanya itu.

Sembari menenangkan Junkyu yang ada dalam dekapannya, Haruto melanjutkan kembali apa yang ingin ia sampaikan,

“Kak, aku disini hadir untuk meminta ijin, ijin untuk membahagikan kak Junkyu dan juga Lena, ijin untuk membawa hubungan kami ke jenjang yang lebih serius, aku akan membuktikan apa yang telah aku katakan, sehingga nanti di atas sana, kau dapat tersenyum melihat kedua malaikat manismu ini selalu berbahagia.”

Mendengarnya, membuat Junkyu tiba-tiba mendongakkan wajah, menatap manik Haruto yang juga tengah menatapnya teduh. Mencoba mencari kebohongan yang terselip dari janji yang ia ucapkan tadi, namun tak ada sama sekali. Haruto bersungguh-sungguh dengan perkataannya.

Sembari merapikan surai si manis yang sedikit berantakan dengan jarinya, Haruto bertanya pelan, “Kamu mau?”

Mau, sangat sangat mau.

Namun kalimat itu tak keluar dari bibirnya, digantikan ia yang tersenyum lebar, dan menganggukkan kepalanya semangat. Membuat Haruto kepalang gemas dan berakhir mencubit kecil kedua pipi tembam itu.

Junkyu merengut kecil, Haruto yang melihatnya pun refleks mengecup cepat bibir yang mengerucut itu. Sontak saja Junkyu membolakan matanya, kemudian mengarahkan pandangan kemana saja asal tidak pada manik Haruto, ia benar-benar malu.

Terdiam selama 15 menit dalam pelukan lelaki yang sejak beberapa hari lalu telah menjabat menjadi kekasihnya itu, Junkyu memilih memundurkan tubuh, menguraikan pelukannya. Tentu saja setelah ia meredakan rona merah pada kedua pipi akibat perbuatan Haruto tadi.

Pandangannya mengarah pada nisan di hadapannya, kini tatapan sendunya beralih menjadi binar yang lebih hidup, terpancar kebahagiaan kecil yang siap untuk tumbuh memenuhi hatinya.

“Yoshi, terima kasih untuk semuanya. Sekarang, aku ijin untuk mengejar bahagiaku juga ya?”