Menyadari yang Sebenarnya

.

.

.

cw // kiss


Pagi itu, Haruto menghabiskan waktunya dengan tidur-tiduran di sofa ruang tengah, menikmati waktunya tanpa teriakan-teriakan bundanya yang menyuruhnya mandi atau memaksanya untuk makan.

Sebenarnya tidak pagi juga, karena jarum jam sudah menunjuk pukul setengah 11, sebentar lagi sudah tengah hari. Rumahnya terlihat lengang, hanya dipenuhi suara kartun shinchan dengan volume cukup kencang.

Kembali pada Haruto yang kini sedang fokus pada televisi di hadapannya, sampai-sampai ia tak mendengar ketukan pintu dan langkah seseorang yang kini sedang berjalan menuju tempatnya berisitirahat.

“KAKAK GANTENGGGG!!”

Pekikan nyaring itu keluar dari mulut kecil tetangganya, atau yang ia beri sebutan si bocil warnet. Ah ngomong-ngomong soal tetangganya ini, sudah beberapa hari ia mengabaikan pesan dan juga menghindarinya di sekolah.

Bukan tanpa alasan memang, ia hanya takut didekati tetangganya itu, yang masih termasuk hitungan orang asing. Apalagi, kesan pertama yang ia dapatkan dari laki-laki lucu di hadapannya ini adalah tontonannya yang di luar ekspetasi Haruto.

“Ish dipanggil nggak nyaut malah bengong, kesambet baru tau rasa wuuu!”

Nah kan, tingkahnya ini benar-benar tak mencerminkan anak kelas 2 SMA, lebih cocok jadi anak SD saja kata Haruto.

Karena diabaikan, Junkyu langsung mendudukkan dirinya di karpet bulu di depan sofa yang dipakai Haruto rebahan itu. Melihat tontonan kesukaannya terputar di hadapannya, ia pun mengambil posisi bersila, seraya menyamankan diri menyandar pada sofa membelakangi kaki Haruto.

Keduanya terlarut dalam tontonan kartun lucu itu, sampai Haruto yang bertanya terlebih dahulu,

“Lo ngapain kesini deh cil? Rumah lo gaada tipi ya?”

Tanpa menoleh Junkyu menjawab pertanyaan sinis itu, “Enak aja, aku kesini tuh disuruh sama bundanya kakak ganteng tau, katanya disuruh makan bukan males-malesan.”

Haruto memutar bola matanya jengah, bahkan walaupun bundanya tak disini, beliau malah menyuruh anak sma jadi-jadian seperti Junkyu untuk menengoknya.

“Males, gak mood makan.”

“Mau kyu masakin gak?”

“Gak, makasih. Jangan kira gue gak tau kalo lo gak bisa masak ya, mama lo sering ngerumpi sama bunda gue.”

“HAHH? ISH MAMA CEPU BANGET GAK LIKE!!”

Junkyu memasang wajah cemberut, bibirnya dimajukan beberapa senti, yang jatuhnya malah terlihat menggemaskan di mata Haruto. Aishh, apa yang ia pikirkan sekarang, padahal niatnya untuk tidak goyah sudah bulat, sekarang malah dihadapkan dengan Junkyu yang merajuk saja ia sudah lemah.

Tapi niat itu nampaknya memang hanya tinggal niat saja. Tontonan mereka masih terputar di televisi besar ruang tengah, namun fokus Haruto sedari tadi sudah berpindah pada sisi samping wajah Junkyu yang terlihat dari tempatnya merebahkan diri.

Mata yang berkedip lucu, hidung kecil yang mancung, pipinya chubbynya yang tampak kemerahan alami, dan jangan lupakan bibir tipisnya yang mengomentari berbagai hal sedari tadi.

Hingga tanpa sadar, kini Haruto sudah mendudukkan dirinya, membawa kedua kakinya turun dari sofa dan sedikit menempel dengan lengan kanan atas Junkyu. Karena pergerakan itu, lelaki manis yang tadinya fokus menonton kini melirik sedikit ke arah Haruto yang sedang menatapnya penuh arti.

Ditatap sedekat ini, tak ada dalam prediksi Junkyu, membuat lelaki manis itu tampak salah tingkah.

“Ngapain liatin aku sih kak? Tuh shinchannya di depan.”

“Cil...”

Masih tanpa menolehkan wajahnya, Junkyu menjawab, “Apaan sih?”

“Liat sini dulu..”

“Males.”

“Cil..”

Junkyu yang jengah dipanggil itu pun akhirnya mengalah dan membawa wajahnya menoleh ke kanan. Tak disangka, yang ia dapatkan adalah kecupan ringan tepat di bibirnya.

Bibir itu masih menempel, memperhatikan lamat-lamat Junkyu yang berkedip kaget, demi puja kerang ajaibnya spongebob, Haruto bersumpah wajah Junkyu saat ini benar-benar menggemaskan, dan juga cantik.

Membuat ia kembali mengecup bibir manis itu, menempelkannya lebih lama, merasakan rasa manis yang mungkin akan menjadi candunya mulai saat ini. Setelahnya, ia menjauhkan bibirnya, memilih untuk mencium pipi gembil Junkyu beberapa kali.

Haruto tersenyum lebar melihat pipi Junkyu yang kini semakin memerah, sangat lucu. Ia tak bisa menahan diri untuk tak mengelus pipi lembut itu dengan ibu jarinya, membuat Junkyu semakin salah tingkah.

“K-kak..udahh..aku malu..”

Astaga, kemana saja ia selama ini sampai baru menyadari bahwa tetangganya alias si bocil yang ia temui di warnet tempo hari lalu ini sangatlah manis?

“Gimana? Suka?”

“Apanya?”

“Dicium, suka gak?”

“Suka..manis. Pantesan di drama yang aku tonton mereka suka cium-cium.”

Haruto yang awalnya sudah menjauh, kini memajukan kembali tubuhnya, menatap Junkyu jahil, “Mau lagi?”

“KAKAK IH MESUM!!”

Yah, akhirnya akibat kejahilannya itu, Haruto harus mendapatkan pukulan bantal sofa telak di wajahnya, dan beberapa cubitan gemas dari siapa lagi kalau bukan Junkyu, bocil warnet yang belakangan ini ia hindari.

Ia kini menyadari, ia bukan takut didekati Junkyu, ia hanyalah menyangkal perasaan tertariknya yang sudah timbul sejak awal ia membantu lelaki manis itu di warnet milik omnya.