Mine

.

.

.

cw // kiss

.

Malam itu, sesuai dengan kegiatan yang sudah diagendakan oleh panitia kemah sekolah, mereka akan mengikuti kegiatan jurit malam.

Peraturannya cukup ringan, peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok dengan beranggotakan masing-masing tiga orang, kemudian pergi menyusuri jalur ke tengah hutan untuk menemukan bendera sesuai warna kelompok, dan yang paling cepat kembali merekalah yang menjadi pemenang.

Sialnya, Junkyu yang juga mengikuti kegiatan ini harus berbagi kelompok dengan pasangan Doyoung dan Yedam. Harusnya tidak menjadi masalah, namun ia merasa tidak nyaman jika kehadirannya akan mengganggu pasangan itu.

Sedari tadi pula, ia tidak mendapati eksistensi pacarnya. Ya, ia dan Haruto memang sudah menjalin kasih, namun Junkyu memilih untuk menyembunyikan kenyataan itu dari orang-orang di sekolah, dan membuat Haruto memasang wajah datar mengiyakan permintaan pacarnya itu.

Hubungan mereka dapat dikatakan berjalan cukup lancar selama seminggu ini. Sayangnya, beberapa jam yang lalu mereka terlibat pertengkaran kecil hanya karena Haruto yang terus menempelinya sejak kedatangan mereka di tempat ini. Berakhir dengan Haruto yang menjauh karena kesal, dan Junkyu yang kebingungan harus melakukan apa untuk membujuknya.

Akhirnya, begitu permainan dimulai, dengan berat hati ia pun mengikuti pasangan yang menjadi anggota kelompoknya itu. Tak ada pembicaraan antara mereka, ah tepatnya hanya antara Junkyu dan dua orang itu. Sedangkan Doyoung dan Yedam sedari tadi bercengkrama tanpa mengindahkan kehadirannya.

Semakin memasuki hutan, udara pun semakin dingin. Jaket yang saat itu membungkus tubuh Junkyu sepertinya tak mampu menghalau udara dingin yang seakan menusuk kulitnya. Hal itu membuat langkah si manis perlahan semakin melambat, dan beberapa kali tertinggal langkah oleh kelompoknya.

“Yak Kim Junkyu! Lo gak bisa jalan lebih cepet? Kelompok kita lama sampai finish cuma gara-gara lo tau!”

“Udahlah doy, kita tinggalin aja, gak ada untungnya nungguin jelmaan siput kayak dia.”

Bahkan belum sempat Junkyu menyahuti kedua anggota kelompoknya itu, ia sudah tertinggal sendirian di tengah hutan. Sebenarnya ia bukan tipe yang penakut, namun di saat kedinginan dan ia yang tak tahu jalur untuk keluar dari hutan ini, seketika membuatnya panik. Beberapa kali ia mencoba berteriak meminta pertolongan, namun usahanya itu sia-sia.

Akhirnya, ia pun memilih berjalan menurut insting sambil merapatkan kembali jaketnya, berdoa ia bisa bertemu satu saja orang yang bisa membantunya keluar dari hutan ini.

Entah mengapa, ia teringat Haruto, membayangkan laki-laki itu tiba-tiba datang dan menyelamatkannya bak superhero. Namun bayangan itu ia usir cepat, sadar hal seperti itu hanya ada dalam cerita dongeng yang ia baca.

Beberapa kali ia rasakan melewati jalan yang sama, beberapa kali juga ia hampir tersandung akar pohon karena kakinya yang mulai lelah berjalan. Begitu ia hampir menyerah, tiba-tiba ia rasakan tangan seseorang menggenggam pergelangan tangan kirinya.

“Kyu, kamu kemana aja sih?”

“Ruto?”

“Iya ini aku, ah aku kira nggak bakal ketemu kamu setelah keliling hutan hampir satu jam.”

“Sorry.”

Jujur, begitu melihat Haruto yang menemukannya dan kini berjalan bersamanya, Junkyu sangat ingin memeluk laki-laki itu. Namun karena perasaan malunya, hal itu pun ia urungkan.

Begitu pula dengan Haruto, saat menemukan Junkyu tadi, ada banyak sekali pertanyaan yang sebenarnya sudah ada di ujung lidahnya, tapi melihat pacarnya yang dalam keadaan kurang baik, berakhir ia menggenggam tangan Junkyu erat dan menuntunnya untuk keluar dari hutan ini.

Merasakan tangan Junkyu yang sedikit gemetaran akibat dingin, Haruto berinisiatif membawa tangan mungil yang digenggamnya itu masuk ke dalam kantung jaketnya. Ibu jarinya pun tak henti mengelus pelan punggung tangan Junkyu.

“Kyu, kamu inget gak? Aku pernah bilang, kalau kamu nggak harus terlihat kuat di depanku.”

“Iya, aku inget.”

“Kapanpun kamu ngerasa capek, inget ada aku. Kapanpun kamu perlu temen cerita, dateng ke aku. Gak peduli seberapa banyak kata-kata menyakitkan yang udah kamu denger, aku bakal kasih berkali-kali lipat pujian yang lebih cocok buat pacarku ini.”

Ah, Haruto memang sangat pandai membuat Junkyu merasa jauh lebih baik.

“Ruto?”

“Ya?”

“Boleh peluk?”

Bahkan dalam gelapnya hutan malam ini, Haruto masih bisa melihat pipi gembil Junkyu yang bersemu kemerahan.

“Sini.”

Benar, ini yang sedari tadi Junkyu harapkan. Pelukan hangat serta kata-kata penenang yang membuat hatinya menghangat. Tak peduli kata-kata orang yang menyakitinya, selama ia memiliki Haruto yang menyayanginya sebegini besar, Junkyu sudah sangat sangat bahagia.

Dalam pelukan mereka, Junkyu beberapa kali mengusakkan rambutnya pada dada Haruto, membuat pacarnya itu bertanya, “Dingin ya, sayang?”

Sungguh, rasanya Junkyu mau melebur sekarang juga. Katakan saja ia yang tak terbiasa menerima segala afeksi yang orang lain berikan, terlebih lagi dari pacarnya ini. Begitu Haruto mencoba melihat wajahnya yang sedari tadi ia sembunyikan, membuat Junkyu semakin mengeratkan pelukannya. Menyadari itu, membuat Haruto terkekeh kecil.

“Haha...malu ya? Mana sini coba lihat mukanya, pasti warna merah deh.”

Setelah berkata seperti itu, Haruto malah dihadiahi cubitan kecil di punggungnya.

“Eh kyu, kamu nggak mau keluar dari sini?”

Ah iya, Junkyu baru sadar ia sudah terlalu lama terlarut dalam pelukan hangat itu. Rasa-rasanya, ia sampai lupa waktu dan tak sadar masih berada di tengah hutan. Akhirnya, ia pun menguraikan pelukan itu dan mengajak Haruto untuk melanjutkan perjalanan mereka. Namun sebelum itu, Haruto sudah berkata lagi.

“Kamu capek kan? Sini naik ke punggungku. Dijamin aman sampai keluar hutan, mau nggak?”

Tawaran yang menggiurkan memang, namun ia juga berpikir kalau Haruto pasti akan lelah jika menggendongnya sampai keluar hutan nanti.

“Gapapa kok, aku mau jalan bareng kamu. Cukup kamu pegang tangan aku kayak gini, aku udah gak capek lagi.”

Entah keberapa kalinya Haruto bertanya, kebaikan apa yang ia lakukan dulu sampai ia bisa memiliki pacar dengan hati setulus dan sebaik Junkyu ini.

Cup

“Itu hadiah supaya kamu kuat jalan sampai keluar hutan nanti.”

Kecupan tiba-tiba yang Haruto berikan dipipinya membuat pipi gembil itu bersemu lagi. Pacarnya itu memang tak terduga, batinnya.

“Ruto…juga mau?”

“Mau apa?”

“Itu…”

Sebenarnya Haruto mengerti apa yang dikatakan pacarnya itu, namun saat digoda seperti ini, Junkyu nampak berkali-kali lipat lebih menggemaskan.

“Mau, tapi di bibir ya?”

“Eh?”

Wajah Junkyu tampak lebih merah lagi karena malu. Senang sekali rasanya menggoda Junkyu seperti ini. Melihatnya salah tingkah, membuat Haruto pun mengakhiri kejailannya. Namun sebelum itu, Junkyu sudah bergerak terlebih dahulu.

Cup

“Udah, makasih banyak ya Ruto. Kyu seneng banget jadi pacarnya Ruto.”

Hampir saja ia terjatuh karena serangan tiba-tiba itu, padahal tadi dia hanya berniat mengerjai Junkyu saja, namun pacarnya itu mengganggap serius permintaannya. Haruto tentu merasa sangat senang, bahkan rasanya ingin salto depan belakang, namun ia urungkan karena malu dengan Junkyu.

Akhirnya mereka pun berjalan beriringan dengan tangan yang saling menggenggam, sesekali Haruto bernyanyi lagu kesukaan Junkyu, yang kemudian diikuti oleh si manis pula.

Mungkin, awalnya Junkyu kira perkemahan yang ia ikuti kali ini benar-benar buruk dan tak mengesankan, namun selama bersama Haruto, ia yakin apapun yang dilewatinya pasti akan jadi lebih menyenangkan.

Junkyu membawa dirinya mendekat pada Haruto, kemudian berbisik, “Ruto, i love you.”

Mendengarnya, membuat Haruto mengembangkan senyum yang hanya akan ia berikan pada si manis di hadapannya ini. Haruto pun membawa tangan Junkyu yang ia genggam itu untuk dikecupnya,

I love you too, mine.”