Miracle


cw // kiss

. Begitu selesai berpamitan dengan kedua orang tua Junkyu, ah, atau bisa dibilang juga calon mertuanya, Haruto menuntun lelaki manis itu menuju mobil yang telah terparkir rapi di halaman.

Omong-omong, itu mobil milik Doyoung karena mobil Haruto masih perlu menginap beberapa hari lagi di bengkel akibat kerusakan saat kecelakaan beberapa hari lalu.

Hari ini rencananya mereka akan menjenguk Lena, sama seperti hari-hari biasanya, kedua orang itu tak pernah absen. Keduanya selalu membawa harapan yang sama, saat sampai nanti, mereka bisa melihat senyum cantik Lena dengan mata yang berbinar dan meminta peluk papa dan daddynya.

Yah, mungkin mereka masih perlu bersabar lebih banyak lagi. Karena tak mungkin, semua doa-doa yang telah mereka panjatkan tak ada jawaban. Suatu saat nanti, doa itu pasti akan menuai hasil.

Suasana dalam kendaraan yang dinaiki keduanya cukup tenang, percakapan yang terjalin pun nampak satu arah, hanya Haruto yang bertanya dan mencari topik. Junkyunya sedari tadi nampak murung, lebih banyak menghabiskan waktunya melihat jalanan luar.

Hingga akhirnya yang lebih tua menyadari jalan yang dilalui berbeda dari biasanya.

“Kita mau kemana?”

Ah, akhirnya si manis bersuara juga.

Refreshing sebentar ya, mau kan? Kamu keliatannya lagi banyak pikiran.”

Tak ada jawaban lagi, Junkyu hanya mengangguk mengiyakan kemudian kembali memperhatikan jalan, yang entah mengapa pagi ini lebih menarik daripada lelaki tampan di sampingnya itu.

Melihat si manis yang kembali murung, satu tangannya Haruto bawa mengelus pelan punggung tangan Junkyu, mencoba menenangkan. Ia tau Junkyu kini kembali takut, pikirannya pasti sedang didominasi Lena yang saat ini terbaring di rumah sakit.

Ia pun sama sedihnya, ia pun sering memikirkan kapan kiranya anak manisnya itu akan sadar. Namun, sebisa mungkin ia menutupi kesedihannya, ia harus kuat, menjadi sandaran bagi Junkyunya, yang semakin hari nampak semakin rapuh.

Tak lama genggaman tangannya berbalas, Junkyu mengeratkan tautan tangan mereka. Membuat Haruto tersenyum kecil sepanjang perjalanan.

***

Tempat itu nampak hijau asri, menenangkan, dengan angin sepoi-sepoi yang bertiup perlahan.

Tangan keduanya masih bertautan, yang lebih muda menuntun jalan kekasihnya menuju bagian tempat yang lebih teduh, keduanya memilih duduk di atas rerumputan.

Haruto mengedarkan pandangannya ke sekeliling, tampak bunga-bunga daisy kecil tumbuh subur, cantik, seperti Junkyunya. Tempat ini sangat indah, sesuai harapan.

Semula tak ada yang memulai percakapan. Hingga 15 menit berlalu, dedaunan yang diterbangkan angin pagi itu hinggap di pucuk kepala si manis. Membuat Haruto mengalihkan pandangannya dari danau kecil di depan sana, menjadi fokus pada yang lebih tua. Jari-jari panjangnya menari di atas surai lembut itu, mengusir dedaunan tadi.

Junkyu masih tak terusik, membuat Haruto jengah, mulai mencairkan suasana,

“Sayang, lihat aku.”

Si manis menurut, kini pandangannya menghadap pada kekasihnya. Namun dapat Haruto sadari, tatapan itu sendu, bagai tak bernyawa.

Kini kedua tangannya menggenggam kedua tangan Junkyu, mengelus punggung tangannya secara konstan,

“Kamu percaya keajaiban gak?”

Yang lebih tua hanya mengangguk kecil, namun nampak ragu.

“Keajaiban itu, bisa berasal dari pikiran kita.” Perlahan Junkyu mulai tertarik, membuat Haruto melanjutkan perkataannya, “Kalau kamu berpikir bisa, maka akan bisa, jika pikiranmu positif, maka akan terjadi hal yang positif. Begitu pun dengan Lena, kalau kamu yakin Lena kuat dan bisa melewati fase ini dengan baik, maka akan terjadi seperti itu. Kamu papanya, kamu tau bagaimana Lena, kan? Lena anak yang kuat, ia pasti bisa melewati ini semua dan akan sadar secepatnya. Kamu mau itu, kan?

Junkyu mengangguk ribut, iya, yang ia harapkan kini hanya anaknya itu bisa segera sadar, Lena itu hidupnya, Lena itu semangat milik Junkyu.

“Jadi apa yang harus kamu lakuin sekarang?”

Si manis memiringkan sedikit wajahnya, menjawab dengan pelan, “Aku harus berpikir positif, Lena pasti segera sadar.”

Mendengarnya membuat senyum timbul di wajah Haruto, dengan satu jarinya yang kini merapikan surai depan Junkyu yang tertiup angin, ia menimpali,

“Betul, dan kita harus tetap berdoa. Aku yakin, kita pasti akan mendapat jawaban atas doa ini secepatnya.”

Kini raut wajah si manis nampak lebih hidup, maniknya nampak berbinar, yang walaupun samar, namun perasaannya kini lebih baik setelah mendengarkan perkataan Haruto.

“Kamu percaya sama aku gak, kyu?”

Mendapat pertanyaan tiba-tiba seperti itu membuat Junkyu memasang raut wajah bingung, bibirnya memilih bungkam.

“Aku udah percaya sepenuhnya sama kamu, jadi aku mau kamu juga percaya sama aku. Kalau ada sesuatu yang ganggu pikiranmu, cerita ke aku. Aku mau selalu liat senyum indah di wajah kamu, jadi jangan sedih-sedih. Lena pasti juga gak suka kalo papanya sedih.”

Ah, sepertinya sifat tertutup itu masih melekat padanya. Ia terbiasa memendam semua sendiri, hingga kini ia memiliki Haruto sebagai sandaran, tanpa sadar ia seperti membatasi dirinya. Bukan itu mau Junkyu, ia tak ingin Haruto salah paham.

“Aku juga percaya kamu, sepenuhnya, maaf ya kalau selama ini aku masih suka jarang cerita, aku bakal ubah kebiasaan aku, pelan-pelan ya, sayang?”

Kini keduanya melempar senyum lebar, tak ada kecanggungan seperti tadi. Walau angin pagi itu sedikit dingin, tak bisa mengalahkan kehangatan yang tersalurkan antara kedua lelaki yang sedang jatuh cinta itu. Perasaan keduanya sama-sama kuat, pun ingin selalu mengusahakan kebahagiaan bagi satu sama lain.

Dalam keheningan yang nampak lebih hangat, tangan kanan Haruto menggapai satu tangkai bunga daisy kecil paling dekat, memetiknya, kemudian menyelipkan di sela telinga kiri si manis,

“Cantik. Kamu cantik, indah, kamu cakep, lucu juga. Pantas gak sih aku bisa dapetin kamu yang sesempurna ini?”

Pipi Junkyu merona mendengar pujian yang diberikan kekasihnya. Jantungnya bertalu ribut, perutnya mulas bak dipenuhi kupu-kupu. Haruto selalu tau cara menyenangkan hatinya, bahkan dengan hal sesederhana ini.

Junkyu mengangguk mantap, mengeratkan kedua tautan tangan mereka, menatap Haruto penuh binar,

“Aku bisa sempurna karena ada kamu, kita saling menyempurnakan satu sama lain.”

Senyum Haruto nampak lebih lebar, hatinya seakan dipenuhi bunga-bunga.

Haruto memajukan wajahnya, mengikis jarak diantara keduanya hingga tak lebih dari sejengkal. Dari posisi ini, terlihat jelas pipi kemerahan milik si manis, cantik, ia bersumpah Junkyu satu-satunya lelaki paling indah yang pernah ia temui.

Nafas Haruto yang mengenai wajahnya membuat pemuda Kim itu makin merona, pun saat yang lebih muda mengecup keningnya perlahan, lembut, menyampaikan perasaan tulus yang dimiliki lelaki itu.

I love you, kyu.”

I love you too, haru.”

Haruto mempertemukan bibir keduanya, mengecup perlahan dan tak terburu-buru. Sesekali melumat bibir mungil itu, mengecap manis yang kini menjadi candunya. Junkyu memejamkan kedua matanya, menikmati setiap lumatan yang diberikan.

Semakin lama genggaman kedua tangannya semakin mengerat, hingga ia sadari sesuatu yang dingin kini melingkar di jari manisnya. Memutus ciuman itu, ia memundurkan wajahnya dan membawa pandangannya pada cincin yang kini melingkar apik jari manisnya.

“Ini...”

“Junkyu, will you marry me?”

Setetes air matanya turun tiba-tiba, ia bahagia, sangat sangat bahagia. Junkyu mengangguk semangat seraya menggumamkan “iya” berkali-kali. Kini ia pun menghambur ke dalam pelukan hangat yang lebih muda, tak bisa lagi menahan tangis bahagianya. Jika saja ada Lena disampingnya, ia pasti akan merasa jauh lebih bahagia lagi.

Kedua tangan Haruto menangkup wajah si manis, memberi kecupan-kecupan kecil berkali-kali pada bibir mungil itu. Kecupan itu hampir kembali menjadi lumatan, jika saja dering ponsel Junkyu tak berbunyi nyaring,

“Halo, kenapa dek?”

“Kak, Lena udah sadar.”