Our New Beginning


kaki-kaki jenjangnya melangkah pelan memasuki gedung megah itu. sejauh matanya memandang, hiasan bunga berwarna putih, dekorasi-dekorasi klasik nan elegan memenuhi tiap sudut bangunan.

tak ketinggalan orang berlalu lalang dengan pakaian formal terbaik mereka, membicarakan begitu megahnya bangunan dan pesta yang diadakan dalam gedung ini.

jujur saja, melangkahkan kaki mendatangi tempat ini merupakan pilihan terakhir yang ada dalam benaknya. semuanya tampak seperti mimpi, bahkan huruf membentuk kata yang sama terdapat pada undangan yang ia baca tempo hari lalu bertebaran di sekelilingnya.

mari kita mundur pada kejadian beberapa waktu yang lalu.

entah dorongan dari mana, ia tiba-tiba mengirim pesan pada jihoon, menyetujui untuk tetap ikut menghadiri pesta ini. tak perlu waktu lama pula untuknya mengabari haru, seseorang yang tempo hari lalu ia janjikan untuk diajak sebagai teman pendamping pestanya.

ia sempat bingung saat sebuah kotak bingkisan sampai di depan rumahnya. berkat rasa penasaran yang tinggi, ia menemukan note berisi pesan bahwa ia harus menggunakan pakaian yang terdapat dalam kotak itu.

tak buruk, bahkan ini jauh dari kata buruk, pakaian ini sungguh luar biasa. tuxedo putih gading dengan celana kain warna senada, sangat pas melekat di tubuhnya. ini seperti pakaian itu memang ditujukan untuknya.

sesuai perkiraan, ia berangkat bersama jihoon ditemani kekasihnya, hyunsuk. kini keduanya telah melangkah memisahkan diri, menuju ke tengah gedung. tentu, junkyu tak mengikutinya. ia memilih menyamping, menempatkan diri di bagian pojok. tangan kirinya kini aktif mengirim pesan mengabari haru yang kemungkinan telah menunggunya dari beberapa menit yang lalu.

maniknya masih memandang ke sekeliling, ini masih terasa seperti mimpi. cukup buruk, dimana ia selama lima tahun belakangan ini memang masih berharap bertemu dengan lelaki itu lagi.

lelaki yang hari ini menjadi tokoh utama pesta yang ia datangi.

***

dua orang lelaki dengan wajah hampir serupa itu berlarian, saling mengejar satu sama lain dengan tawa yang bergema saling bersahutan. seorang lelaki manis yang duduk di bangku tak jauh dari keduanya ikut tertawa, namun tak mengalihkan fokusnya dari es krim yang sedikit meleleh mengenai ujung kemeja putihnya.

hampir tiap hari, ketiganya selalu bersama. menghabiskan waktu entah bermain, membaca, tidur, ataupun bercerita tak tentu arah. mereka bahagia, hanya dengan bersama mereka berpikir akan selalu bahagia.

hingga suatu waktu, setitik kenyataan membawa perubahan diantara ketiganya.

salah satu dari lelaki dengan wajah serupa itu mengutarakan perasaan padanya. sayang, ia benar-benar tak bisa membalas perasaan itu. dan tak mungkin pula ia memaksakan jika nanti berakhir dengan perasaan keduanya yang terluka.

dan sejak saat itu ketiganya tak bersama lagi. hingga suatu pagi ia mendengar kabar yang begitu menyakiti perasaannya.

lelaki itu telah pergi, sangat jauh dan tak bisa ia gapai lagi.

ada bagian dalam hatinya terasa kosong, bukan, ia tahu ini bukanlah perasaan menjurus pada hal romantis. kekosongan ini terasa akibat satu temannya telah pergi. dan kekosongan itu semakin menjadi, saat salah satunya juga ikut menjauh, dan meninggalkan ia kembali seorang diri.

***

matanya mengerjap beberapa kali. ah, sudah berapa lama ia melamun, pikirnya. kepingan kenangan yang baru beberapa tahun belakangan ini ia ingat itu lagi-lagi menghampiri pikirannya, membuat suasana hatinya semakin kelabu.

ia mencoba mengalihkan fokusnya pada bagian tengah sana, dimana lampu sorot berebut menyinari tokoh utama pesta ini. tampak seorang perempuan dengan wajah oriental, tubuh semampainya tampak semakin anggun dibaluti gaun berwarna biru muda yang begitu cantik.

karin memang luar biasa, dulu bahkan ia sempat menyukai perempuan itu. namun tak lama setelahnya, mereka memilih menjadi teman akrab. sayangnya, mereka tak seakrab itu untuk membuat ia mengetahui bahwa karin adalah calon istri dari lelaki yang lima tahun ini ia tunggu kehadirannya.

derap langkah pantofel dari ujung seberang sana terdengar menggema. kedua kakinya bergetar, menjadi reaksi pertama yang tubuhnya berikan. sungguh ia tak sanggup, rasanya ia ingin melarikan diri dari tempat ini namun tak bisa.

pikirannya berkecamuk, beberapa kali ujung kukunya ia gigiti akibat gugup. haru, seseorang yang mungkin saja bisa mengalihkan perhatiannya itu pun hingga kini tak juga menampakkan batang hidungnya. hati kecilnya gelisah, kini tubuhnya ikut bergetar tak bisa ia kendalikan.

seorang lelaki bertubuh jangkung, dengan tuxedo biru langit senada dengan gaun perempuan disampingnya kini telah berada tepat di tengah gedung. keduanya kini bersisian, dengan lengan ramping si perempuan mengait manis di lengan tegap lelakinya.

namun sebelum junkyu dapat melihat jelas pemandangan kedua orang tokoh utama pesta ini, sepasang telapak tangan menutupi pandangannya.

kristal bening yang tadinya telah terkumpul disudut matanya tak sengaja tumpah, ia merasa deja vu. rasanya ingin mengulang lima tahun lalu, saat ia bersama haruto, saat ia mengucapkan permintaannya untuk bisa bahagia bersama lelaki itu.

karena menyadari seseorang di depannya kini tengah terisak pelan, pemilik sepasang telapak tangan itu menurunkan lengannya, berubah membalikkan tubuh kecil yang kini setengah didekapnya,

“hei, kenapa nangis?”

suara itu, mampu membuat junkyu yang awalnya menunduk mengangkat wajahnya, mata sembapnya kini terbelalak kaget, “haruto?”

lelaki itu tersenyum teduh saat membalas tatapannya,

“iya sayang, aku disini.”

tak ada yang dapat ia lakukan selain menarik tubuh jangkung dihadapannya itu, pun memeluknya erat seakan takut ini hanyalah mimpi.

namun tidak, lelaki di hadapannya ini nyata. aroma tubuhnya pun masih sama saat terakhir kali mereka bertemu.

ia bertanya-tanya, apakah kini permintaannya lima tahun lalu telah menjadi nyata?

***

keduanya kini tengah duduk bersisian di bangku sudut gedung. di tempat ini tak banyak orang, cukup untuk keduanya dapat berbicara dengan tenang.

kedua tangan mereka masih saling menggenggam, saling berbagi kenyamanan. isakan junkyu berangsur hilang, kini maniknya mengarah pada lelaki yang berada di samping kirinya itu.

“k-kok kamu bisa disini? t-terus pestanya, gimana pestanya?”

satu tangan haruto terangkat guna merapikan surai depan junkyu yang sedikit berantakan, “ya pestanya lanjut, karin nikah sama pacarnya.”

jawaban bernada tenang itu keluar dari bilah bibir haruto, namun tak bisa menjawab berbagai kebingungan yang memenuhi kepala junkyu.

“t-tapi kan? di undangannya, n-nama kamu..”

haruto terkekeh kecil mengamati raut bingung di wajah lelaki manis dihadapannya yang tampak menggemaskan. membuat ia tak tahan untuk mencubit kecil pipi yang kemerahan akibat menangis hebat tadi.

“kemarin aku kalah suit sama karin, karena dia menang jadi hari ini dia yang duluan nikah. harusnya sih aku sama kamu yang ada di tengah pesta tadi, dan sekarang lagi pemberkatan.”

jawaban tak jelas itu semakin membuat junkyu bingung, bahkan rasanya masih seperti mimpi ia bisa bertemu dan berbicara berdua dengan lelaki di sampingnya itu.

melihat lelaki manis disampingnya yang terlihat tenggelam dalam pikirannya sendiri membuat haruto dengan jahil menjawil hidung mungilnya, membawa fokus junkyu kembali padanya.

“udah gak usah dipikirin, sekarang aku ada di hadapan kamu. aku gak bakal pergi lagi.”

junkyu menatap ragu, “serius? gak pergi lagi?”

haruto mengangguk mantap dengan kedua tangannya yang kini menggenggam erat kedua tangan mungil milik si manis,

“maaf karena aku udah nyakitin kamu dulu, pergi begitu aja. aku udah bikin kamu kecewa, aku tau kyu. tapi hari ini, aku mau kita ulang dari awal. aku bakal usahain buat kamu selalu bahagia. sekarang kita buka lembaran baru yang lebih baik, dengan aku dan kamu yang jadi tokoh utamanya. dengan hubungan kita yang lebih baik, dengan perasaan yang sama besarnya. kamu mau?”

manik coklat itu kembali berkaca-kaca, sungguh, ini seperti permintaannya lima tahun lalu terkabulkan, bahkan dengan cara yang tak pernah terpikirkan olehnya.

tak ada hal lain yang bisa ia lakukan selain mengangguk mantap. iya, ia siap untuk membuka lembaran baru yang lebih baik bersama lelaki di hadapannya itu.

keduanya melempar senyum sama lebar, detak jantung mereka bagai saling bersahutan, menandakan perasaan keduanya yang kini sama-sama bahagia.

junkyu melingkarkan lengannya pada leher haruto dan dengan kilat mengecup bibir tebal itu akibat terlalu senang. membuat sekejap kemudian ia menunduk malu akibat ulah nekatnya itu.

tawa dengan suara berat terdengar mengalun merdu di kedua telinganya, pun saat haruto kembali mendekatkan wajah keduanya, mengecup lama kening junkyu dengan penuh perasaan.

“i really love you, kim junkyu.”

keduanya sama-sama tersenyum, dalam hati mengucap banyak syukur bisa dipertemukan kembali.

ini awal yang mereka nantikan sejak lama.

awal baru yang akan keduanya jalani, dengan harapan bahagia selalu menyertai.

***

cookies:

“sebenernya, tadi aku janjian sama orang lain buat nemenin disini..”

“itu aku.”

“hahh?”

“haru itu aku, aku yang kamu ajak janjian buat dateng ke 'pestaku' ini.”

” jadi ini rencana kamu?”

haruto hanya mengangguk kecil sembari memangku kepalanya dengan satu tangan, dengan pandangan fokus pada wajah manis milik junkyu yang tengah merengut kesal.

“tuxedonya ternyata pas di kamu, cocok.”

“lohh ini dari kamu?”

“huum, besok nikah aku pesenin yang kayak gini aja mau?”

“nikahnya besok banget?”

“lebih cepet lebih baik, atau mau sekarang?”

pukulan main-main mendarat di lengan atas haruto, dari siapa lagi kalau bukan junkyu.

haruto hanya tertawa kecil, pukulan itu bahkan tak terasa menyakitkan sama sekali. jauh lebih menyakitkan saat ia terpisah dari junkyu lima tahun lamanya.

memikirkannya membuat haruto tiba-tiba mendekat, dengan bibirnya yang kini sejajar dengan telinga junkyu sembari berbisik kecil,

“kayaknya kamu lebih setuju kalau mulai hari ini kita tinggal bareng serumah, ya kan?”

ucapkan selamat pada haruto yang kini dahinya berdenyut nyeri akibat pukulan maut yang menjadi hadiah kecil dari pacar kecilnya itu. ah bukan, lebih tepatnya calon suaminya, hihi.

.

.

fin.