Palette


Cafe tempat mereka akan bertemu sore itu tidak terlalu ramai. Tempat ini memang biasa dikunjungi oleh anak-anak kampusnya, terlebih ketika malam selesai mereka berkegiatan atau untuk mengerjakan tugas bersama.

Ini kali pertama Junkyu pergi seorang diri, karena jujur saja semenjak beberapa tahun lalu, Jihoon selalu menemaninya kemanapun untuk memastikannya tetap aman. Kali ini ia memberanikan diri, terlebih ia berjanji hanya bertemu berdua dengan Haruto, orang yang selama empat tahun ini menjadi tujuannya.

Beberapa kali pintu cafe itu terbuka, namun batang hidung Haruto masih belum tampak. Hingga sepuluh menit lamanya dari terakhir ia mengirimkan pesan pada lelaki itu, tampak seorang lelaki tampan berjalan dengan pasti menuju meja tempatnya duduk.

Junkyu sempat berpikir, bagaimana bisa Haruto begitu cepat mengenalinya, bahkan setelah mereka yang tidak pernah bertemu beberapa tahun itu. Ia merutuki diri sendiri, yang kini pandangannya begitu fokus menunggu lelaki itu untuk duduk di hadapannya.

“Ah sorry kyu, tadi sempet macet jadi gue agak lama nyampe sini.”

Junkyu menggeleng kecil, “Gaapa kok, harusnya gue lagi yang minta maaf, kan gue yang tiba-tiba minta buat majuin jam buat ketemunya.”

“Oh ya, lo belum mesen apa-apa?”

“Tadinya mau nunggu lo biar sekalian.”

Haruto segera mengambil duduk di hadapan Junkyu dan melambaikan tangan menginstruksikan agar seorang pelayan menghampiri meja mereka.

“Lo mau mesen apa, kyu?”

“Gue strawberry smoothie deh.”

“Mbak, strawberry smoothienya satu, mango smoothienya satu ya. Itu aja kan kyu?”

Begitu Junkyu mengangguk sebagai jawaban, pelayan itu pun pergi meninggalkan dua orang laki-laki yang kini tampak sedikit canggung untuk memulai percakapan.

Beberapa kali Junkyu mencuri pandang pada lelaki tampan di hadapannya. Masih sama saat pertama kali ia melihat Haruto di kantin Fakultas Ilkom, ia mampu melihat beberapa warna yang ada di sekitar Haruto. Warna kusen jendela, warna terang lampu di tengah cafe, bunga-bunga palsu yang menjadi hiasan di bagian pojok, hingga warna pakaian seorang wanita yang lewat di belakang lelaki itu.

Namun sayangnya, begitu ia mengalihkan pandangan karena Haruto yang kini menyadari tatapannya sedari tadi, maniknya hanya mampu menangkap warna yang sama seperti biasa, hanya hitam dan putih. Tanpa sadar ia menghela nafasnya pelan.

“Kenapa?” tanya Haruto yang berusaha untuk mencairkan suasana diantara keduanya.

“Gak apa kok, cuma kepikiran tugas aja.”

“Maaf ya gue tiba-tiba ngajak lo ketemuan gini, abisnya gue kangen, udah lama banget gak ketemu lo. Dan omong-omong, lo makin manis, tau?”

Sedikit banyak ucapan Haruto tadi membuat pipinya bersemu kemerahan. Ah, kini ia jadi semakin malu untuk hanya sekadar menatap mata Haruto.

“Lo beneran baik kan, kyu? Sorry kalau semenjak empat tahun lalu itu gue gak pernah hubungin lo lagi, kayaknya lo block nomor gue deh.”

Sorry, tapi gue beneran baik kok. Beruntung ada temen gue yang selalu nemenin gue.”

“Baguslah, gue udah mikir buat banyak minta maaf ke lo karena kelakuan abang gue dulu. Tapi kayaknya maaf aja gak cukup, lo yang jadi korban disini dan gue tau kelakuan abang gue gabisa secepet itu buat dimaafin.”

“Ruto..”

“Ya?”

“Gue—”

Belum sempat menyelesaikan perkataannya, seorang pelayan datang membawakan pesanan mereka. Kini, meja yang awalnya kosong itu telah berisikan dua buah gelas dengan isi yang sama penuh.

Tangan Junkyu terulur untuk mengambil minuman pesanannya, namun saat tangannya akan menarik gelas itu, Haruto lebih dulu menyela,

“Kyu, itu smoothie pesenan gue, yang ini strawberry smootie pesenan lo.” Meski tampak bingung, tangan Haruto bergerak menukarkan minuman pesanan mereka.

Junkyu merutuki kebodohannya, ia dapat menangkap raut kebingungan pada wajah lelaki di hadapannya. Menghilangkan kegugupannya, ia meminum smootienya terlebih dahulu.

“Ada yang mau lo ceritain ke gue?”

Merasa keberaniannya telah sedikit terkumpul, Junkyu memilih untuk memulai bercerita,

“Gue cuma bisa liat warna hitam sama putih, gue gak bisa bedain warna selain warna itu..”

Melihat Haruto yang nampak meminta kejelasan mengenai ceritanya, ia melanjutkan, “..dan ini semenjak kejadian empat tahun lalu.”

Raut wajah Haruto nampak mengeras, sedikit terkejut, setelahnya tak dapat terbaca. Junkyu sudah menyiapkan diri jika Haruto akan mengatakan bahwa ia aneh dan pergi meninggalkannya setelah ini, namun sepertinya ia salah sangka.

“Kalau boleh tau, kenapa lo nyariin gue lewat base beberapa hari lalu? I mean, lo foto gue kan, dan nanya gue anak fakultas apa.”

“Soal itu..” Junkyu menelan ludah susah payah, keberanian yang ia kumpulkan sejak tadi nampak menguap sedikit demi sedikit. “..gue bisa lihat warna lain waktu ada lo. Gue tau warna baju lo sekarang biru, gue juga bisa liat warna benda lain yang ada di belakang lo—”

“Terus smoothie ini?”

“Itu karena gue udah mengalihkan pandangan lumayan lama dari lo, jadi warna yang gue liat balik hitam putih lagi. Gue juga bingung gimana kerja semua ini, gue cuma pernah denger dari seseorang tiga tahun lalu kalau gue bakal ketemu orang yang bisa bantu gue buat kembali seperti semula.”

“Dan orang itu gue?”

“Awalnya gue ragu, tapi setelah gue buktiin lagi tadi, kayaknya emang lo. J-jangan salah paham dulu, gue bukan mau modus sama lo atau gimana biar lo mau nemenin gue kemana-mana, tapi ini emang beneran gue gak bohong, serius.”

Melihat lelaki manis di hadapannya yang menjelaskan dengan tergesa-gesa dan raut wajah panik membuat Haruto terkekeh kecil. Bahkan Junkyu masih sama menggemaskannya seperti dulu.

“Iya iya gue ngerti, jadi mulai sekarang gue bakal bantu lo buat balik seperti semula.”

“Lo mau?”

“Gaada alasan buat gue nolak lo, kyu. Ini juga sebagai permintaan maaf gue atas apa yang abang gue lakuin, lo juga tau kan dia gak bakal bisa lagi buat nebus kesalahannya sendiri.”

Thanks ruto, maaf gue harus ngerepotin lo karena keadaan gue ini.”

Haruto mengulurkan tangannya, menggenggam tangan kecil junkyu yang saling bertautan di atas meja itu, “Gue harap gue bisa bener-bener bantu lo, kyu. Semoga lo cepet sembuh.”

Keduanya kini saling melemparkan senyuman, dengan tangan Haruto yang masih nyaman mengelus punggung tangannya. Kecanggungan di antara mereka telah lenyap tergantikan perasaan nyaman, layaknya teman lama yang kembali bertemu saat reuni.

Dalam hati Junkyu mengucap harap, semoga keputusannya ini tak akan membawa hal buruk. Kini ia hanya ingin fokus pada tujuannya, mengembalikan penglihatannya seperti sedia kala. Dan semoga Haruto memang orang yang tepat untuk itu.

Semoga kita berhasil, Haruto. Dan dengan begitu, gue bisa tulus maafin kakak lo.