Palette


“Gue tiduran disini aja, ya?”

Pertanyaan tadi hanya dijawab dengan anggukan oleh si manis, yang kini menuju kamar mandi dalam kamarnya itu guna membersihkan dirinya. Junkyu ini memang punya kebiasaan mandi yang beda dengan orang di luar sana, jelas saja badannya wangi bak toko parfum berjalan.

Kembali pada lelaki yang sedang rebahan santai di kasur empuk milik si manis. Bisa dibilang kalau apa yang terjadi padanya itu sebuah keajaiban, yang walaupun telah membuat panik orang-orang terdekatnya, namun Haruto mampu sembuh lebih cepat dari yang diperkirakan. Kini hanya bagian kanan dahinya yang masih berhias perban, mungkin menunggu beberapa hari lagi hingga luka itu betul-betul mengering.

Hampir 30 menit bergelung di bawah selimut Junkyu yang hangat, terdengar bunyi pintu kamar mandi yang terbuka pelan. Menampilkan sosok manis yang kini berbalut pakaian santai, kaus hitam dilengkapi celana tidur dengan gambar koala berwarna abu.

Padahal masih siang, tapi penampilannya macam mau pergi tidur saja, batin Haruto.

Junkyu mengambil posisi terlentang di sebelah Haruto yang sedang menatapnya diam. Lama-lama risih juga, sehingga Junkyu mencoba memulai percakapan antara keduanya.

“Lo, gaada yang mau lo jelasin ke gue?”

Haruto yang merasa ini waktu yang tepat mulai menegakkan tubuhnya, memilih duduk bersila namun pandangannya masih mengarah pada si manis.

“Gue pergi ke Jepang, disuruh mama, ada masalah keluarga.” Menghela nafasnya pelan, Haruto melanjutkan, “Mungkin Ben gapernah cerita ini ke lo, tapi sebenernya kita bersaudara bertiga, kita punya adek cewek. Tapi, dia udah gaada, dibawa pergi salah satu kerabat jauh waktu masih sekitar satu tahunan.”

Walaupun mengingat masa lalunya itu sangat berat bagi Haruto, namun ia telah memantapkan hati untuk membuat pemuda Kim itu mengerti.

“Ben jadi pribadi yang protektif, bahkan sampai berlebihan, lo juga pasti ngerasain itu. Semua itu karena lingkungan keluarga besar gue yang gak sehat. Waktu gue pulang beberapa minggu lalu, sepupu gue jadi korban, lagi. Gue takut kyu, gue takut gue sama kayak Ben juga, gue takut kehilangan orang-orang yang gue sayang.”

“Gue sayang sama lo, itu yang gue pikirin waktu balik kesini. Tapi kabar kalau lo yang udah jadian sama Sunghoon bikin fokus gue buyar, dan akhirnya kecelakaan itu terjadi gitu aja. Gue minta maaf karena udah bikin lo khawatir, tapi—”

Belum selesai ia menjelaskan, Junkyu langsung menerjangnya dengan sebuah pelukan erat. Samar-sama ia dengar si manis yang terisak lumayan keras, begitu juga gumaman si manis yang memintanya agar jangan pergi lagi. Hal itu tentu membuat hatinya menghangat, terlebih diucapkan oleh orang yang ia sukai.

“Hiks, gue takut, hiks, lo beneran pergi, hiks, gue takut..”

Haruto semakin mengeratkan pelukannya, mengelus punggung Junkyu dengan lembut, bergantian dengan mengelus belakang kepala si manis dengan perlahan. Membuat Junkyu lebih tenang daripada sebelumnya.

Kini si manis mendongakkan sedikit kepalanya, menatap wajah Haruto yang juga menunduk menunggu ia berbicara, “Ruto?”

“Hm?”

“Janji gak bakal ninggalin gue lagi?”

Bukannya menjawab langsung, Haruto membawa jari kelingkingnya ke hadapan si manis, membuat lelaki dalam pelukannya itu tersenyum kecil, dan ikut mengangkat jari kelingkingnya tanda mereka yang kini terikat janji untuk tetap berada di sisi masing-masing.

“Kyu, soal yang di chat itu gue serius..”

Sebenarnya Junkyu sudah mengerti kemana arah pembicaraan selanjutnya, namun ia memilih untuk pura-pura tidak peka, “Yang mana?”

“Gue suka sama lo, itu tulus. Di luar dari janji gue buat bantu lo sembuh, gue beneran suka, ah nggak, gue udah cinta sama lo, kyu.”

Junkyu rasa, damage kalau mendengar langsung pengakuan dari Haruto ini memang tak ada duanya. Ia jadi tak menyesal karena telah berpura-pura tadi.

Belum sempat si manis menjawab pernyataannya, Haruto melanjutkan lagi, “Gue tau dari Jihoon kalau lo sempet sembuh waktu gue balik Jepang, tapi sekarang malah balik kayak sebelumnya lagi ya? Gaapa, gue bakal bantu lo sembuh, gue pasti buktiin janji gue ini.”

Junkyu mengangguk senang, ia juga menunggu kesempatan itu. Bersama Haruto sampai ia kembali seperti sedia kala, bahkan ia ingin meminta agar dapat seterusnya bersama Haruto.

“Gue mau buat pengakuan deh, to.”

“Hah apaan? Lo juga suka sama gue? Itumah gue udah tau sih.”

“Idih pd banget.”

“Tapi bener?”

Junkyu merengut kesal, “Iya ish, diem dulu ini mau ngomong.”

Haruto terkekeh melihat lelaki yang ia sukai itu nampak marah namun menggemaskan. Kemudian ia memberi kode agar si manis melanjutkan pengakuannya.

“Waktu itu sebenernya gue udah ngerasa sembuh sejak kita balik dari tempat expo..”

”...”

“Gue udah bisa lihat warna lain walaupun gue gak bareng lo, ya memang gak banyak, tapi itu kabar baik gak sih?”

”...”

“Heh kok diem mulu, lo dengerin gue gak?”

“Kyu, abis expo berarti habis gue cium lo kan? Mau ciuman lagi gak?”