Pengganti Janji


memanfaatkan jam kosong yang kali ini kelasnya dapatkan, junkyu segera melangkahkan kakinya menuju ruang guru. ruang guru yang asli maksudnya, bukan aplikasi.

jalannya sedikit tergesa, padahal tidak ada yang mengejarnya sama sekali. waktu yang ia miliki juga banyak, namun hal itu tak mampu sedikitpun mengurangi kecepatan lari junkyu kali ini.

berkat kecepatannya, jarak antara kelasnya dengan ruang guru yang sialnya harus melewati lapangan basket outdoor itu dapat ditempuh dalam waktu lima menit. tepuk tangan dulu untuk pencapaian junkyu kali ini.

kepalanya muncul diantara daun pintu, menoleh ke kanan kiri untuk memastikan ruang guru aman untuk ia masuki. untung sebelumnya ia sudah memastikan dimana letak pasti meja dari bu lilis.

iya, jadi rencana junkyu kali ini adalah membicarakan mengenai perlombaan itu langsung dengan bu lilis. semoga saja bu lilis tidak bertanya apa alasan ia ikut campur masalah ini.

dari jauh terlihat ibu guru muda yang sedang merapikan berkasnya di meja pojok kanan dengan lemari piala. sepertinya, guru itu belum menyadari kehadiran junkyu disini. hingga kemudian langkahnya terhenti di hadapan meja yang menjadi tujuannya, junkyu mengetuk meja kaca itu dua kali.

“permisi, bu.”

“eh, ibu kira guru lain. duduk dulu, ada keperluan apa nak?”

junkyu mendudukkan dirinya di hadapan bu lilis. sedikit menggaruk tengkuknya yang tak gatal, gugup kini tengah melandanya. membuat ia menarik napas perlahan guna menenangkan diri.

“begini bu, saya ingin membicarakan mengenai lomba fotografi yang diadakan tiga hari mendatang.”

mendengarnya, bu lilis pun memfokuskan diri pada murid lelaki yang kini menjelaskan beberapa hal mengenai perlombaan itu; tentang perwakilan, tentang dua orang murid yang salah satu kiranya akan terpilih.

awalnya ia bingung mengapa siswa di hadapannya ini datang menghampirinya. terlebih lagi, ia bukan salah satu murid ekskul yang ia bina.

dan setelah mendengar serangkaian penjelasan tadi, ada banyak pertimbangan yang kini terputar dalam pikirannya.

“bagaimana bu, apakah ibu bisa mengusahakan permintaan saya ini?”

bu lilis mengangguk tak yakin, “sebentar coba ibu hubungi pihak panitianya, dan bicarakan dengan pihak sekolah ya, nak junkyu. semoga bisa segera mendapat kabar baik.”

senyum lebar kini menghiasi wajah manisnya, sepertinya usaha yang ia lakukan telah menimbulkan sedikit hasil.

ia mengangguk semangat, “terima kasih bu, terima kasih telah membantu untuk mempertimbangkan saran saya ini.”

guru muda itu pun ikut tersenyum melihat tingkah murid manis dihadapannya. beberapa menit keduanya berbincang, tiba-tiba salah satunya teringat janji yang dimiliki setelah ini.

“oh iya, setelah ini nak haruto akan bertemu ibu. kamu mau menemani ibu disini?”

hal itu lantas membuat junkyu panik dan menggeleng rusuh. buru-buru ia bangkit dari kursinya, menunduk memberi salam untuk pamit segera dari hadapan bu lilis.

semua tingkahnya itu tak luput dari pandangan si guru muda. wajah panik junkyu tadi membuatnya tertawa kecil. ah, sepertinya kebingungannya mengenai alasan junkyu datang kemari dan repot menjelaskan hal tadi panjang lebar telah mendapat jawaban,

“langgeng ya sama pacarnya, nak junkyu. kalau sedang ada masalah, jangan lupa cepat berbaikan.”

hah?

pacar?

sial, junkyu lupa. bu lilis pasti mengira dirinya pacar haruto setelah melihat dirinya menemani lelaki itu latihan tempo hari.

dan sekarang, junkyu jadi malu setengah mati.

seseorang, tolong sembunyikan junkyu sekarang juga :(