Should I?

.

.

.

cw // kiss

**

Begitu mendapat tugas dan telah menyadari siapa targetnya kali ini, Haruto dengan nama samaran Travis itu bergegas menuju lokasi yang sudah ditujukan oleh salah satu rekannya, Choi.

Kini pikirannya bercabang, antara melaksanakan tugasnya untuk menculik Junkyu dan membawanya ke tempat persembunyian mereka, atau membawa Junkyu ke salah satu rumahnya untuk membuat kesepakatan baru.

Beruntung, ia masih dapat mengendarai mobil dengan fokus, walaupun terkejar waktu dan pikirannya yang kemana-mana.

Begitu sampai di Bandara XM, tidak sulit untuk ia dapat menemukan targetnya. Junkyu yang saat itu sedang melamun di depan salah satu toilet, bahkan tidak ada orang yang berjaga di sebelahnya, memudahkan misi Haruto.

Segera ia kalungkan lengan kanannya pada leher Junkyu, sembari mengeluarkan salah satu pisau lipat kecil yang kini tepat di depan wajah targetnya.

Junkyu yang tiba-tiba tersadar dari lamunannya hampir berteriak, namun menyadari situasi yang tak memungkinkan, ia pun menuruti orang yang sedang menyanderanya ini.

Mungkin Haruto yang saat itu menggunakan topi hitam, masker hitam, lengkap dengan jaket jeans hitam itu tidak dapat dikenali, namun saat melihat sorot matanya, Junkyu merasa seperti pernah mengenal orang yang membawanya itu. Karena itulah, ia tidak terlalu panik walaupun nyawanya bisa melayang kapan saja.

Begitu dibawa masuk ke dalam mobil yang ia duga milik pemuda yang menculiknya itu, ia diminta menyerahkan ponselnya. Tidak memberi perlawanan, ia menyerahkan ponselnya begitu saja. Ya, mungkin Junkyu juga penasaran apa yang akan terjadi padanya setelah ini.

Perjalanan mereka menghabiskan waktu sekitar 45 menit. Selama perjalanan itu tidak ada yang bersuara, karena mulut Junkyu juga diikat dengan sehelai kain. Padahal hal itu tak ada gunanya, toh Junkyu tidak bodoh dengan berteriak dalam mobil yang melaju dengan kecepatan 90 km/jam itu.

Mereka sampai di depan sebuah rumah besar, yang nampak sepi dari luar. Tidak seperti tadi saat dibawa dari bandara, kini ia hanya digandeng biasa, bahkan Junkyu menikmati genggaman tangan pemuda yang membawanya lari itu.

Begitu masuk, ia bisa menyadari bahwa pemuda itu tinggal sendiri di rumah besar ini. Ia didudukkan di salah satu sofa, kemudian pemuda itu pergi menuju dapur.

Beberapa menit setelahnya, pemuda itu datang dan berhenti di hadapan Junkyu.

“Lo gak takut?”

”...”

Menyadari kebodohannya, Haruto segera melepaskan kain yang menutupi mulut Junkyu itu.

“Gue tanya, lo gak takut? Gue orang asing dan gue bawa lo pergi dari temen-temen lo.”

“Bentar, kayaknya gue kenal lo? Suara lo ini...”

“Oh, lo nyadar?”

Tak mau berbasa-basi, Haruto melepaskan topi dan masker yang menutupi wajahnya. Dapat ia lihat keterkejutan nampak pada wajah manis di hadapannya.

“Haruto?”

“Kenapa? Lo gak nyangka kalo ini gue?”

Junkyu hanya diam, masih dikuasai keterkejutannya.

“Lo gak takut Jun? Gue, orang yang lo tolak tiga tahun lalu setelah gue ngejar-ngejar lo hampir dua tahun, sekarang ada di hadapan lo lagi, dan dalam situasi yang gak menguntungkan lo, menurut lo gimana?”

Junkyu masih tak mengeluarkan suara, hanya menatap tajam manik Haruto yang tampak mengejeknya.

“Harusnya gue gak bawa lo kesini, lo udah jadi incaran musuh bokap lo, tapi lihat, sekarang lo ada di rumah gue, dan gaada yang bakal bisa nemuin lo, hahaha”

“Serius?”

“Ponsel lo udah gue buang, gaada yang bakal nemuin lo, Junkyu!”

“Bawa gue pergi.”

Haruto yang mendengarnya menatap tak suka, “Maksud lo? Gue gak bakal ngelepasin lo Junkyu, gue udah senekat ini bawa lo pergi!”

“Yaudah, buat nekat lo 100%. Bawa gue pergi Haru, gue udah muak sama kehidupan gue dibawah tekanan ayah. Ayo bawa gue pergi jauh dari sini, please?”

Seketika pikiran Haruto blank dihadapkan dengan permintaan tak masuk akal Junkyu itu. Ini benar-benar jauh dari bayangannya, bahkan Junkyu sendiri yang meminta untuk tetap bersamanya, ya, walaupun itu dengan alasan lain.

Should i?”

“Ayo, jangan sia-siain waktu lo. Bawa gue pergi, gue bakal ikut lo kemana pun lo mau.”

Tolong katakan Haruto bermimpi, ini sungguh melampaui ekspetasinya.

Melihat Haruto yang masih terdiam, akhirnya Junkyu pun membawa dirinya hingga kini berada tepat di hadapan Haruto.

“Haru...”

“Nggak, ini pasti mimpi kan? Bilang gue mim—”

Cup

Bahkan kecupan lembut Junkyu itupun terasa seperti mimpi.

“Lo gak mimpi, gue udah nunggu dimana lo bisa bawa gue pergi dan bebas dari kehidupan gue yang sekarang. Mungkin ini jawaban Tuhan dari doa gue selama ini, jadi ayo, bawa gue kemana pun lo mau, ya?”

Setelah kesadarannya sedikit terkumpul, Haruto membawa jari-jarinya menggapai wajah manis Junkyu dan memberinya kecupan kupu-kupu. Terakhir, ia tempelkan bibirnya lebih lama, merasakan manis bibir Junkyu yang ia impikan selama ini.

Ia pun merengkuh Junkyu dan menenggelamkannya dalam pelukan hangat, “Sure, gue bakal lakuin apapun yang lo minta, tapi lo harus janji..”

“Apa?”

“Tetep sama gue ya? Apapun yang terjadi nanti, gue bakal lindungin lo, Jun.”

“Huum, gue juga bakal lindungin lo, jadi lo gak usah takut.”

“Lama gak ketemu, lo makin manis tau?”

“Gue makin manis biar nanti kalo kita ketemu, lo gak nyesel nungguin gue.”

Oh God, Jun. Jangan mancing gue gitu..”

Cup

Usai mengecup lagi bibir Haruto, Junkyu memasang wajah mengejek, “Siapa sih yang mancing?”

“Junkyu..”

“Apa?”

“Sayang..”

“bentar, INI KITA KAPAN PERGINYA, HARUTO??!”