twee


tw // toxic relationship

.

sebuah kamar dengan dominasi warna biru langit itu tampak lengang. seorang lelaki dengan paras manis memilih duduk merenung di atas kasur empuk di tengah ruangan.

pikirannya mengelana, sedang mencari alasan apa yang akan ia sampaikan saat kekasihnya sampai nanti. ini sebenarnya bukan salahnya, bukan juga salah temannya yang tiba-tiba memeluknya dari samping, ini semua murni ketidaksengajaan.

namun otak pintarnya tak bisa diajak kompromi, sesuatu yang harusnya dapat ia selesaikan secara sederhana kini membuatnya melamun hampir tiga puluh menit lamanya. bahkan ia tak menyadari, sosok lelaki yang ia tunggu telah memutar knop pintu kamarnya seraya mendudukkan diri tepat di samping kirinya.

“sayang, kok ngelamun sih?”

panggilan dengan suara berat khas milik kekasihnya itu masuk ke indra pendengarnya, membuat kesadarannya kembali ke permukaan.

“loh kamu udah lama sampainya?”

pertanyaannya dijawab dengan gelengan kecil, kini jemarinya telah tertaut erat dengan jemari milik kekasihnya. samar-samar terdengar hembusan nafasnya yang berat, memancing kekasihnya untuk bertanya.

“kenapa? ada masalah?”

junkyu menoleh menatap lelaki di samping kirinya, “haru, soal tadi itu—”

raut wajah lelaki berparas tampan yang sudah lima bulan belakangan ini menjadi kekasihnya itu seketika berubah. awalnya masih dapat ia temukan senyum kecil di bibir tebalnya, namun perlahan senyum itu lenyap tergantikan raut wajahnya yang kini mengeras.

“kamu gak tepatin janji kamu..”

tidak ada nada tinggi sedikitpun dalam bicaranya, namun junkyu sangat tidak menyukai atmosfer ini. setiap kata yang keluar dari bibir kekasihnya itu membuatnya bergidik ngeri. bahkan saat jari telunjuk lelaki itu menyusuri wajah manisnya, junkyu memejam ketakutan.

“sayang, itu gak sengaja—”

belum selesai ia berbicara, kedua belah pipinya dicengkram dengan keras, membuat ia berjengit kesakitan. tanpa sengaja ia menggigit lidahnya akibat kaget, membuat anyir darah tercecap oleh indra perasanya.

“kamu cuma punya aku junkyu, aku gak suka orang lain nyentuh punya aku, ngerti kan?”

tidak satu dua kali ia mendengar peringatan ini, junkyu bahkan telah berada di tahap terbiasa. ia terbiasa memahami sifat haruto, tidak melawan sama sekali dan dalam sekejap kemarahan kekasihnya akan mereda.

namun terkadang ia juga ingin membela dirinya, ini bahkan bukan kemauannya, ini hanya ketidaksengajaan yang harusnya haruto juga dapat memahaminya.

“tapi ini bukan mau aku haru, jae juga bukannya niat meluk aku, dia kedorong sama jeongwoo dan aku tepat di depannya. aku bahkan gapernah berpikir buat deket sama cowok lain selain kamu!”

“oh, siapa yang ajarin kamu ngelawan kayak gini? jihoon? jae jae itu, iya?”

junkyu menggeleng ribut, bibirnya bahkan hampir mengeluarkan kalimat pembelaan lagi namun tepat sebelum itu telapak tangan haruto telah melayang telak menampar pipi kanannya.

tak hanya itu, cengkraman tangan haruto di pergelangan tangannya kini menguat, mungkin kulitnya nanti bisa saja membiru. tapi ringisan yang keluar dari bibirnya tak mampu menyurutkan amarah haruto yang terlanjur berkobar.

bukan, bukan ini yang ia mau. ini bahkan kali pertama ia membela diri, namun sambutan yang haruto beri jauh dari perkiraannya. ini adalah kali pertama ia mendapat tamparan, bahkan cengkraman di tangannya itu hampir membuat ia mati rasa.

“h-haru..s-sakitt..”

haruto menggeleng, “ini hukuman karena kamu berani-berani deket sama cowok lain.”

tatapan nyalang itu masih sama, tak meredup sama sekali. haruto dihadapannya ini seperti bukan kekasihnya, amat jauh berbeda. haruto kekasihnya itu adalah orang yang penyayang, sangat menghindari untuk melakukan kekerasan fisik, seperti yang ia lakukan hari ini. kekasihnya yang ia kenal begitu perhatian, dengan kata-kata manis yang mampu membuat wajahnya merona tiap waktu. haruto yang kini di hadapannya amat jauh berbeda, ia bahkan tak mengenalinya.

hampir lima belas menit menahan sakit yang ia rasakan, haruto mulai mengendurkan cengkramannya. ia menunduk sekejap, kemudian menghempaskan pergelangan tangan junkyu, tanpa mengeceknya sama sekali.

junkyu mengerjap, pandangannya kini mengarah pada warna biru di sekitar pergelangan tangannya akibat ulah haruto, namun saat ia mengharapkan kekasihnya itu meminta maaf, haruto telah meninggalkan ia di kamarnya seorang diri.

***

“maaf..”

kata itu lolos begitu saja dari bibirnya, dengan kepala menunduk serta tangannya yang kini bergerak mengompres pergelangan tangan kekasihnya yang telah membiru.

junkyu masih meringis kesakitan beberapa kali, pipi kanannya juga mulai berubah warna akibat tamparan tiba-tiba yang ia dapatkan dari kekasihnya.

junkyu yang tak tahan dengan suasana hening ini memutuskan untuk menarik perhatian kekasihnya.

“haru, lihat aku.”

haruto masih saja betah menunduk, “gak, aku gak bisa lihat pipi kamu membiru gara-gara aku sayang, maaf..”

junkyu mengarahkan satu tangannya untuk menangkup wajah kekasihnya, membuat pandangan haruto kini menatap tepat pada manik hitam milik kekasihnya yang sedikit berembun akibat menangis tadi. dan hal itu jelas membuat haruto menyadari keadaan pipi junkyu yang tidak baik-baik saja.

“sayang, pipi kamu..”

haruto kini memilih untuk mengompres pipi kanan junkyu perlahan, dengan pandangan junkyu yang terus mengikuti pergerakannya. tangan junkyu bahkan ikut menangkup tangannya, bersamaan mengompres pipi kanannya itu.

“aku tau kamu gak sengaja, sayang.”

manik haruto ikut berkaca-kaca, merasa bersalah telah membuat kekasihnya kesakitan akibat emosinya yang tiba-tiba menuncak tak bisa ia kendalikan.

“sayang, aku mau jujur, boleh?”

junkyu hanya mengangguk menunggu haruto melanjutkan kalimatnya.

“sebenernya aku punya alter ego, aku kadang gak bisa ngendaliinnya. tadi, pasti diri aku yang satunya yang ngambil alih,”

jari haruto beralih mengelus perlahan bagian pipi junkyu yang menjadi sasaran tamparannya tadi, “dia bahkan udah buat kamu kesakitan kayak gini.”

haruto lagi-lagi menunduk, bahkan ia rasa tak sanggup untuk menatap balik junkyu seperti biasanya, ia benar-benar merasa bersalah.

junkyu kaget, ia bahkan tak menyadari kekasihnya ini memiliki satu lagi kepribadian yang jauh berbeda dari biasanya. tapi ia menyadari kekasihnya itu merasa bersalah, ini bahkan bukan kehendaknya pula, membuat rasa kesal yang tadi ada dalam hatinya seketika menguap, tergantikan rasa iba.

“aku ada disini buat kamu, haru.”

haruto mengangkat wajahnya cepat, tadinya ia sempat berpikir bahwa setelah ini junkyu akan memilih meninggalkannya, tak mau berurusan lagi dengan orang sepertinya.

“kamu serius? kamu gak takut sama aku?”

junkyu menggeleng kecil, melemparkan senyum manis seperti biasanya guna menenangkan kekasihnya itu. ia menerima haruto apa adanya, dan bertekad untuk membantu kekasihnya agar perlahan terbebas dari alter egonya itu.

“i love you just the way you are, haru. i'll always be here for you. kita jalanin semuanya sama-sama ya, kamu jangan khawatir.”

jawaban junkyu itu benar-benar memenuhi harapannya, haruto amat senang mendengar junkyu memilih untuk tetap disampingnya dan menerimanya apa adanya.

hingga saat junkyu membuka kedua lengannya, mempersilahkan ia untuk menenggelamkan diri pada pelukan kekasihnya itu, ia segera menyambutnya. kekasihnya itu memang sesuai yang haruto harapkan. ia tak akan melepaskan kekasihnya ini apapun yang terjadi nanti.

ia mendongakkan kepalanya sedikit, membubuhkan kecupan-kecupan kecil di kening junkyu yang mampu membuat kekasihnya itu tertawa kecil.

wajahnya kini bersandar nyaman pada bahu lebar milik junkyu, raut wajah bahagianya bahkan terpantul jelas dari sisi cermin rias di pojok kanan kamar kekasihnya, hal ini mampu membuatnya membatin bahagia,

kamu memang terlalu polos untuk aku bohongi, kucing kecil.

.

fin.