umbrellove


setelah mengambil beberapa bukunya yang tertinggal di loker, junkyu memutuskan untuk pulang. tas sekolahnya kini tersampir di bahu kanan, dengan tangan yang sibuk mengecek ponsel yang sempat terjatuh tadi. beruntung saja layarnya tak retak, namun baru ia sadari baterai ponselnya telah kehabisan daya.

kakinya berjalan menyusuri lorong kelas 12 dengan cukup cepat. di hari jumat, biasanya banyak ekskul yang masih berkegiatan di pukul enam sore seperti saat ini termasuk ekskul yang ia ikuti, namun sepertinya hari ini adalah pengecualian.

sekolah dengan kelas-kelas dan ruangan ekskul yang kosong itu nampak dua kali lipat lebih menakutkan, terlebih dengan langit mendung yang membawa angin berhembus cukup kencang dengannya. dan lagi-lagi, junkyu bergedik ngeri dan mempercepat laju jalannya.

omong-omong soal mendung, junkyu jadi teringat sesuatu. payungnya yang selalu ia bawa tiap sekolah, kini tidak berada di tangannya. jihoon yang sempat meminjamnya tadi tidak memberi kabar lagi, dan ia juga tak bisa menanyakan perihal payungnya dengan kondisi ponsel yang mati.

junkyu menggerutu kecil saat angin yang berhembus menerbangkan beberapa daun menerpa wajah manisnya.

“aish, mata gue perih kan jadinya!”

tangannya mengucek mata kanan perlahan, sambil kakinya terus melangkah keluar gerbang sekolah dan menuju halte bus di ujung jalan.

hingga sampainya ia di halte tujuan, tak ada seorang pun duduk disana. wajar saja mengingat tadi di dalam sekolah juga nampak sudah sepi. junkyu pun memilih duduk di bagian tengah, menyadari rintik-rintik hujan mulai muncul sedikit demi sedikit.

junkyu melepas tasnya guna membawa tas itu di pangkuan. tangannya memeluk tas sekolah itu erat, seakan berbagi kehangatan. sayang sekali tadi pagi ia menolak jaket yang diserahkan mamanya, berkata buku dalam tasnya terlalu penuh. namun sepertinya insting mamanya tak bisa diragukan, ia jadi menyesal sekarang.

“perasaan masih jam setengah tujuh deh, bus-bus pada kemana sih?”

benar, bus yang biasanya beroperasi tiap tiga puluh menit itu tidak menunjukkan eksistensinya. padahal harusnya, begitu junkyu sampai halte tadi adalah waktu bus tiba. lagi-lagi hal itu membuat junkyu menggerutu kesal.

namun sekejap gerutuannya itu terhenti, akibat menyadari seseorang lelaki tinggi kini duduk di kursi yang sama dengannya, dengan jarak sekitar lima jengkal.

lelaki itu berseragam sama dengannya, dengan telinga yang tersumpal earphone, tangan kanan kirinya dimasukkan ke saku.

wah, ganteng banget, batinnya.

matanya kemudian mengerjap cepat, sial, lelaki itu tiba-tiba menoleh kearahnya memergoki ia yang sedang asik memerhatikan—ralat, mengagumi lelaki itu dalam diam.

buru-buru junkyu mengalihkan pandangannya, kini ia fokus menghadap jalan depan. ia baru ingat orang di sampingnya itu. lelaki itu haruto si ketua pmr yang lusa lalu membuatkannya teh di uks saat pingsan. mengingatnya membuat junkyu malu, terlebih saat itu ia sempat tersedak obat di hadapan haruto. junkyu jadi refleks menjauhkan duduknya dari lelaki disampingnya itu.

seiring berjalannya waktu, gerimis tadi berubah menjadi hujan yang lebih deras. volume air yang jatuh dari atap halte makin banyak, beberapa kali terciprat mengenai junkyu yang kini sedikit meringkuk di kursi halte. duduknya kembali bergeser lebih ke tengah, namun tetap membuat jarak dengan haruto yang kini membentangkan sebuah payung besar berwarna hitam untuk melindungi dirinya sendiri.

ah, payung gue, sesal junkyu melihat haruto yang aman dengan payungnya.

haruto tidak menoleh kembali padanya, lelaki itu masih asik dengan lagu yang ia dengarkan lewat earphone miliknya. bahkan sampai tubuh junkyu bergetar kecil, lelaki itu masih diam tak menyadarinya.

“b-bus kemana sih elah, g-gue mau cepet pulang..”

akibat cuaca yang semakin dingin bersamaan dengan hujan deras itu, bibir junkyu kini ikut bergetar kedinginan, giginya pun ikut bergemeletuk dengan mata yang mulai memejam sayu.

“g-gue mau p-pulang..”

kursi disampingnya berderit, tak disangka haruto mendekatkan duduknya, dengan payung yang kini berada di atas kepala keduanya. haruto masih bungkam, tidak berkata apapun.

junkyu yang merasakan seseorang duduk di dekatnya mendongak setelah sebelumnya menunduk akibat menggigil. ia hanya menoleh sekilas ke arah haruto yang masih fokus menatap jalan, kemudian kembali menundukkan wajahnya.

“your lips look very cold.”

suara berat haruto terdengar masuk ke telinganya, membuat junkyu menoleh dan merespon dengan anggukan singkat. bibirnya kini bahkan berubah pucat.

“want me to warm them up for you?”

junkyu mendengar tawaran itu samar-samar. akibat kedinginan, otaknya berpikir lebih lambat dari biasanya. ia mencoba menerka maksud haruto, namun tanpa ia sadari refleksnya bergerak terlebih dahulu dengan mengangguk kembali.

merasa mendapat persetujuan, haruto memajukan duduknya, payung yang awalnya digenggam tangan kanannya berbalik ke tangan kiri. dengan tangan kanannya yang bebas, haruto menangkup sebelah pipi junkyu yang nampak pucat, mengelusnya perlahan sebelum akhirnya mengikis jarak antara mereka berdua.

bibirnya kini bersentuhan dengan bibir pucat milik junkyu, benar, lelaki itu sepertinya sangat kedinginan. dengan lembut ia menggerakkan bibirnya, melumat bibir bawah junkyu perlahan bergantian dengan bibir atasnya.

berbeda dengan haruto yang telah memejamkan matanya, junkyu masih dikuasai keterkejutan. namun lembut perlakuan haruto padanya membuat ia mulai terhanyut, ikut membalas lumatan lelaki dihadapannya itu.

haruto tersenyum lebar, hatinya bersorak saat junkyu tak menolak apa yang ia lakukan. payung yang ia pegang sedikit ia turunkan, menyembunyikan kegiatan mereka dari orang yang lalu lalang.

ia harus berterimakasih nanti pada jaehyuk yang akhirnya membelikan payung hitam cukup besar itu untuknya, walaupun sebelumnya ia sempat membatin payung itu mirip payung berkabung tak sesuai dengan payung warna-warni yang diperlihatkan jaehyuk tadi.

junkyu menepuk bahu haruto terlebih dahulu, membuat haruto menjauhkan wajahnya tak rela. junkyu menarik nafas rakus, saat sedang fokus tiba-tiba ibu jari haruto mengelus bibir bawahnya yang masih tampak mengilap akibat ciuman tadi,

“cantik.”

***

“siniin tangan lo.”

junkyu menyerahkan kedua tangannya sukarela, yang langsung disambut dengan tangkupan tangan haruto yang jauh lebih besar. sesekali tangkupan tangan itu ditiup, membawa hangat pada kedua tangan mungilnya yang kini tak gemetaran lagi.

duduk mereka masih bersisian. setelah ciuman tiba-tiba yang haruto berikan padanya tadi, junkyu menutup wajahnya dengan jaket haruto yang kini telah terpasang di tubuhnya. haruto terkekeh geli dibuatnya, tak ia sangka seseorang yang ia sukai bisa jadi sangat menggemaskan seperti ini.

“ayo pacara—”

jam tangan yang melingkar di tangan haruto saat itu menunjukkan pukul delapan, saat tiba-tiba sebuah bus berhenti di hadapan mereka berdua, memutus ucapannya tadi.

junkyu nampaknya tak mendengar, kini ia sedang menghembuskan nafas lega, karena sebenarnya ia masih malu dengan apa yang terjadi tadi. tapi tak bohong, jantung junkyu berdegup tak santai, pipinya pun masih merona menggantikan pucatnya akibat sempat kedinginan.

pintu bus terbuka, junkyu terlebih dahulu bangun dan berniat melepas jaket haruto yang dipakainya sebelum haruto menghentikannya lebih dulu.

“lo pake aja, pasti masih dingin. ini payung juga bisa lo bawa pulang, buat jaga-jaga kalau nanti hujan lagi.”

junkyu mengernyit bingung, “terus lo gimana? gak ikut balik naik bus ini?”

“rumah gue deket sini kok, sebentar lagi dijemput temen.”

junkyu masih terdiam, nampak berpikir keras entah untuk apa. namun haruto cukup peka dengan apa yang dipikirkan lelaki manis itu, yang akhirnya memberi jawaban atas kebingungannya.

“jaket sama payungnya balikin besok bisa, ke kelas ipa 1 aja cari yang namanya haruto. cuman gue doang kok.”

mendengarnya membuat junkyu akhirnya mengangguk, mulai menyampirkan tasnya ke punggung, dan merapikan payung yang dipinjamkan haruto.

kakinya melangkah memasuki bus dan berjalan mencari tempat duduk di samping jendela sebelah kanan. matanya masih menangkap eksistensi haruto di halte tadi, yang kini tengah tersenyum lebar padanya.

“see u besok, junkyu!”

junkyu menangkap gerakan bibir haruto tadi, tangan junkyu kini melambai kecil, membalas senyum haruto tadi tak kalah lebar sampai-sampai lesung pipinya kelihatan.

hingga bus mulai melaju, junkyu masih tersenyum, menyentuh kembali bibirnya yang kini lebih hangat, pipinya kembali memerah membayangkan apa yang terjadi tadi.

tak berbeda dengan haruto yang masih melambai walau bus junkyu sudah tak terlihat. senyumnya mengembang tak seperti biasanya, perlahan menyentuh dadanya yang masih berdegup nyaring akibat tindakan nekatnya tadi.

dering nyaring ponselnya yang kemudian menyadarkan ia dari lamunan, terpampang nama kakaknya yang sepertinya siap mengomel setelah ini.

“lo kemana sih sampe malem dek? mobilnya mau gue pake ini!”

ah akibat terburu-buru menghampiri junkyu tadi haruto sampai lupa, bahwa sejak sore tadi mobil kakaknya masih terparkir rapi di parkiran sekolah.

bukannya menjawab pertanyaan kakaknya, haruto yang masih tersenyum mengingat hal tadi malah menjawab dengan semangat,

“kak, barusan gue abis cium crush gue!”

.

.

.

fin.