a Date

Cuaca siang ini begitu cerah namun tidak terlalu panas. Mingyu mengajak Wonwoo untuk jalan-jalan keluar hari ini, sekedar untuk melepas penat karena seminggu belakangan ini mereka sibuk dengan kuliah dan Wonwoo sibuk dengan pekerjaannya. Mingyu menemani Wonwoo ke toko buku tadi untuk membeli buku dari penulis kesayangan Wonwoo, sehabis itu mereka mengambil beberapa foto sebagai kenang-kenangan. Mingyu sudah menyukai fotografi sejak ia di bangku sekolah menengah, kamera pertamanya ia beli dari hasil menabungnya selama enam bulan. Sedangkan Wonwoo terjun di dunia fotografi karena ajakan Mingyu beberapa bulan belakangan ini. Kamera yang ia miliki merupakan hadiah ulang tahun dari Mingyu.

Mingyu mengajak Wonwoo untuk makan di restaurant pasta yang pernah mereka datangi dulu. Restaurant ini merupakan salah satu restaurant terenak di kota dan harganya pun terjangkau. Mereka berdua duduk di kursi yang sudah disediakan di depan restaurant sambil mengamati pemandangan gedung-gedung cantik di sekitar mereka, mobil-mobil yang lalu lalang di jalan raya, dan pejalan kaki yang berjalan di trotoar. Ramai orang yang datang dan makan di dalam, karena itu mereka memilih untuk duduk di luar. Pesanan mereka sudah datang yaitu dua porsi fettuccine alfredo with shrimp. Mingyu mulai menyantapnya lahap, namun Wonwoo hanya memainkan pasta itu dengan garpunya.

“Dimakan loh, hyung. Jangan dimainin doang.” ucap Mingyu lalu memasukkan sesendok pasta ke dalam mulutnya.

“I–iya, ini makan kok. Mingyu juga makan yang banyak.” Wonwoo langsung memakan pasta itu terburu-buru dan membuatnya tersedak. Ia meminum air putih sambil memukul-mukulkan dadanya.

“Lu gapapa, hyung?” tanya Mingyu khawatir, Wonwoo hanya mengiyakan sambil terbatuk-batuk.

“Ada saus nih di pinggir mulut lu.” Mingyu mencondongkan tubuhnya, tangannya ia gunakan untuk mengusap saus yang mengotori mulut Wonwoo itu. Wonwoo tersentak mendapati perlakuan Mingyu yang manis itu.

“Makasih, gua bisa bersihin sendiri.” Wonwoo lalu membersihkan saus itu sendiri dengan tangannya.

‘Gua harus berhenti ngarep karena ga mungkin Kim Mingyu akan ngebales perasaan gua.’ gumamnya dalam hati.

“Kemaren pas gua tidur, gua ngomong sesuatu yang aneh ga?” tanya Wonwoo tiba-tiba. Ia baru menyadari bahwa yang ia lakukan semalam bukanlah mimpi. Seingatnya ia memang bermimpi tentang itu namun ia tak ingat kapan ia bangun. Kalau itu bukan mimpi berarti untuk apa Mingyu melakukan hal-hal itu padanya sewaktu ia masih tidur? Bukannya selama ini Mingyu melakukan semua itu hanya untuk mengajari Wonwoo?

“Hal aneh apa, hyung?” tanyanya polos padahal ia masih ingat betul apa yang Wonwoo katakan semalam.

“Ya siapa tau ada.....”

“Ah! Lu bilang kalo punya gua lebih besar, panjang, lebih bisa muasin lu daripada dildo.” ucap Mingyu dengan nada menggoda.

“Diem, anjing! Lu gila ya!!!” Wonwoo menutup mulut Mingyu dengan kedua tangannya, takut kalau ada orang lain yang mendengar. Mingyu tertawa terbahak-bahak. “Udah, jangan ngomong aneh-aneh ya lu!”

Mingyu menggeserkan kursinya untuk duduk di samping Wonwoo. “Kenapa? Bukannya hyung yang ngegoda Mingyu ya semalem? Gua suka kok.”

“Mingyu ga nganggep kalo itu hal yang aneh.” Tangan Mingyu ia letakkan di bawah tangan Wonwoo. Jemari Wonwoo melingkar di telunjuk Mingyu. Lalu dalam sepersekian detik tangan mereka sudah bertautan, saling menggenggam satu sama lain. Tangan Wonwoo sangat sempurna di genggamannya, rasanya seperti tangan itu diciptakan hanya untuk digenggam oleh Mingyu saja. Jempol Mingyu mengelus jemari Wonwoo dengan penuh kasih sayang. Sungguh genggaman tangan yang penuh afeksi, seakan-akan menggambarkan kasih sayang di antara mereka selama ini.

“Semalem enak banget.” bisik Mingyu dengan suara yang dalam membuat bulu kuduk Wonwoo merinding.

‘Ah, harapan... gua harus berhenti berharap.’

Mingyu menghapus jarak antara wajahnya dengan Wonwoo, matanya menatap manik hitam Wonwoo, lalu turun ke bibir merah mudanya, pandangannya kembali ke manik Wonwoo lagi seakan-akan meminta izin. Wonwoo mendesah kecil saat bibir mereka bertemu, tanpa protes apapun karena sesungguhnya ia pun menginginkannya. Mingyu memiringkan kepalanya agar hidung mereka tak saling bertabrakan. Bibirnya mulai bergerak, mengecap sensasi bibir yang berpagutan dengan miliknya.

“Mhmmm, ahh!”

‘Ini gila! Ciuman di luar, siang bolong gini, apalagi di deket kampus. Gimana kalo ada orang lain yang ngeliat kita?’ gumam Wonwoo dalam hati, namun tetap saja ia tak dapat menolak ciuman candu itu.

Wonwoopun membalas ciuman Mingyu dan mengalungkan tangan di lehernya. Mingyu yang merasa ciumannya dibalas pun langsung melumat kasar bibir Wonwoo, lidah mereka beradu di dalam, lalu ia menghisap bibir bawah Wonwoo sampai bengkak.

‘Beneran gapapa kok kalo ada orang yang ngeliat kita. Bahkan kalo sampe ada rumor yang bertebaran di kampus, selagi gua masih punya Kim Mingyu di sisi gua...”

Wonwoo dapat merasakan kalau ciuman kali ini penuh dengan kasih sayang, tak ada nafsu yang menggebu-gebu. Ia memejamkan matanya seraya bibir mereka tertaut satu sama lain, perlahan ia melumat bibir sahabatnya lembut, sesekali ia menghisap bibir Mingyu. Tangan Mingyu yang bebas kini telah mengusap pipi Wonwoo dengan lembut dan memperdalam ciuman mereka. Ciuman mereka terhenti saat Mingyu mengatakan sesuatu. Jantungnya makin berdetak kencang saat mendengar suara Mingyu.

“Abis ini kita nonton film yuk, hyung?”