Alpha Gangbang

Jantung Wonwoo berdetak sangat cepat, nafasnya tak beraturan, kepalanya pusing saat ia membaca pesan tersebut. Mingyu, alphanya diculik oleh segerombolan alpha? Ditambah lagi keadaan Mingyu terlihat sangat buruk dengan luka memar dan darah di sekujur tubuhnya. Air mata Wonwoo menetes, hatinya sangat sakit. Ia merasa semuanya ini salah dia, semua ini karena Wonwoo kemarin meminta bantuan kepada Mingyu, andai saja Wonwoo tak meminta bantuan pada Mingyu, pasti semua ini tidak akan terjadi. Wonwoo menyeka air matanya, percuma saja menangis dalam keadaan ini, yang harus ia lakukan sekarang adalah menyelamatkan Mingyu sebelum alpha-alpha tersebut menyakitinya lebih banyak lagi. Wonwoo menarik nafas dalam-dalam, menguatkan dirinya sendiri. Ia yakin pasti bisa, ia yakin Mingyu pasti selamat. Ia memakai kaos hitam santai yang dilapisi jaket hitam, celana panjangnya juga hitam, sebuah choker hitam menghiasi lehernya agar tak ada alpha lain yang melihat bekas gigitannya. Wonwoo membuka ponselnya dan mengetikkan alamat yang dikirim bajingan tersebut di laman pencarian google maps. Jaraknya tak begitu jauh dari sini, hanya sekitar 10 km.

Wonwoo memacu sepeda motornya kencang, hembusan angin menerbangkan surai hitamnya yang tak tertutup helm. Adrenalinnya terpacu, matanya fokus ke jalanan, dan pikiranna fokus pada Mingyu. Semoga semuanya akan baik-baik saja. Kendaraan Wonwoo terhenti di sebuah gedung tua yang berada di dekat sebuah pabrik. Gedung itu sepertinya dulu digunakan sebagai tempat penyimpanan barang, banyak tumpukan-tumpukan kardus bekas barang di area sekitarnya. Daerah sekitar situ sangat sepi, tak ada satupun rumah warga, tak ada lalu lalang kendaraan bermotor ataupun pejalan kaki, yang ada hanyalah gedung tua bekas pabrik yang sudah terbengkalai. Pencahayaan di sekitar situ juga sangat redup, hanya ada satu sumber cahaya yaitu dari gedung yang Wonwoo tuju. Wonwoo melangkahkan kakinya menuju gedung itu, rumput-rumput ilalang mengganggu langkahnya. Semakin ia mendekat maka semakin tercium juga aroma yang sangat familiar baginya, aroma Mingyu. Wonwoo yakin Mingyu pasti berada di dalam sana.

Langkah Wonwoo tiba-tiba terhenti saat ia merasakan ada sesuatu yang membekap mulutnya, sebuah sapu tangan yang dipegang seseorang. Tangan yang lainnya diletakkan di leher Wonwoo, mencekiknya. Pandangan Wonwoo perlahan-lahan buram, kepalanya pusing, dunia di sekelilingnya nya seakan berputar-putar tak karuan. Dalam lima detik selanjutnya yang ia rasakan adalah kegelapan yang menyelimutinya. Tubuhnya menyerah, lalu ambruk ke tanah.

“Sayang, bangun......” Wonwoo merasakan seseorang berbisik kecil di telinganya. Matanya masih sangat berat seperti ada lem ekstra lengket yang menempel di kelopak matanya. “Puasin kita dong.”

Sekujur tubuh Wonwoo menggigil, padahal seingatnya tadi ia memakai sebuah jaket tebal. Tangannya ia gerakkan untuk menyentuh jaket yang dipakainya, namun jaket itu tak lagi menempel di tubuh Wonwoo. Angin yang menyelip dari celah jendela menyapu tubuh telanjang Wonwoo, membuat bulu kuduk Wonwoo merinding. Semua pakaiannya sudah dilucuti oleh sekelompok alpha yang menunggunya, yang tersisa hanyalah choker yang melingkar di leher Wonwoo. Lubang Wonwoo terasa penuh, dan benar saja lubangnya terisi oleh butt plug berbentuk ekor kucing. Tak lupa bando telinga kucing menghiasi kepala Wonwoo. Kedua tangannya diborgol di belakang tubuhnya. Ia tersentak bangun, memaksa indra penglihatannya untuk terbuka lebar. Betapa terkejutnya ia saat melihat Mingyu ada di sana, duduk di sebuah kursi besi dengan satu tangan yang terborgol pada sebuah tiang. Ia bertelanjang dada, memperlihatkan luka sayatan dan tusukan kemarin yang belum benar-benar pulih. Wajah Mingyu sangat kacau, darah segar mengalir dari hidung mancungnya, pipinya memar, bibirnya berdarah dan kering. Astaga, apa yang sudah orang-orang ini perbuat pada alphanya?

“Lepasin dia, bajingan!” teriak Wonwoo pada tiga orang alpha di hadapannya. Yang satu berambut blonde dan duduk di dekatnya, yang satunya lagi botak duduk di sebelah kanan Mingyu, dan yang setunya lagi berambut merah duduk di samping kiri Mingyu. Tubuh mereka sangat kekar, jauh lebih kekar dari Mingyu. Wonwoo menelan ludahnya takut.

“Oh, minta lepasin? Ada satu syarat tapi.” lelaki berambut blonde itu mengelus pipi Wonwoo, jarak mereka sangat dekat. Alpha itu mendorong kepala Wonwoo ke lantai dengan keras lalu ditamparnya bokong Wonwoo yang menungging. Wonwoo meringis kesakitan.

“Kitten!” teriak Mingyu dari tempat duduknya, tangannya berusaha menarik paksa borgol yang menahannya, namun usahanya sia-sia, hal itu hanya membuat tangan Mingyu memerah saja.

“Apa syaratnya? Apapun akan gua lakuin.” Wonwoo menengok ke kanan, tempat Mingyu berada.

“Syaratnya lu harus muasin kita semua.” ucap alpha berambut merah. Wonwoo teringat, dia lah alpha yang Mingyu habisi kemarin.

“Eh gila lu ya, bangsat!” protes Mingyu tak terima. Ia tak rela omeganya itu memuaskan orang lain. Ini benar-benar gila! Tangan Mingyu yang bebas ia gunakan untuk menghajar alpha berambut merah itu, tonjokan kuat mendarat di pipinya.

“Anjing ya lu! Gua bilang kan lu diem aja! Mau mati?!” alpha itu membalas tonjokan Mingyu dan mengenai hidungnya, darah yang mengucur dari hidung Mingyu semakin deras.

“Oke, gua terima syaratnya.” jawab Wonwoo terpaksa, ia benar-benar tak tau harus berbuat apalagi di keadaan terdesak ini.

“Wonwoo, jangan!” alis Mingyu menukik tajam, ia ingin sekali membantu Wonwoo namun borgol di tangannya ini sungguh menyiksanya.

“Diem, anjing! Woi omega sialan, sini puasin alpha lu dulu biar dia diem.” alpha berambut pirang itu menarik rantai yang terhubung oleh choker Wonwoo. Wonwoo tak dapat memberikan perlawanan selain mengikuti arahannya. Ia berjalan merangkak bak seekor kucing.

‘Plak!’

“Ahh!” satu tamparan diberikan pada bokong putih Wonwoo. Ia merangkak lagi.

‘Plak!’

‘Sakit, ahh!’ dua tamparan. Setiap Wonwoo berjalan satu langkah, alpha itu memukul bokong Wonwoo dengan tangan besarnya. Sampai pada akhirnya Wonwoo sampai di hadapan Mingyu. Mingyu menggeleng, mengisyaratkan Wonwoo agar tidak melakukan hal gila ini. Namun semuanya sudah terlambat. Alpha berambut merah itu mendorong kepala Wonwoo tepat ke selangkangan Mingyu.

“Buka, terus kulum.” perintah sang alpha. Wonwoo terlalu takut untuk membantah, takut Mingyu akan diperlakukan kasar olehnya. Gigi Wonwoo menggigit resleting Mingyu, menariknya ke bawah sampai terbuka semua. Terlihat gundukan Mingyu yang menyembul dari balik boxer.

“Wonwoo, jangan!” alpha tak berambut itu menarik paksa boxer Mingyu, mengekspos kepunyaannya yang belum tegang. Alpha berambut blonde itu memaksa Wonwoo untuk memasukkan penis Mingyu ke dalam lorong hangatnya. Wonwoo tersedak kaget. Atas perintah alpha itu kepala Wonwoo digerakkan, dikulumnya penis itu seperti yang Wonwoo lalukan kemarin. Mingyu tau, ia tak seharusnya ereksi di saat seperti ini, namun penisnya tak dapat menolak kuluman nikmat dari mulut Wonwoo.

‘Plak!’ satu tepukan keras di pipi pantat Wonwoo. Si pemilik terpekik melengking, air matanya menggenang. Antara nikmat dan sakit. Merah menghiasi.

Alpha berambut blonde itu membenamkan wajah diantara dua bongkahan melepas butt plug dari anus Wonwoo, dengan lidah yang kini mulai bergerak aktif pada tiap-tiap sisi kerutan. Pria itu melakukannya secara asal, terkadang menekan, terkadang sekedar berputar disekitanya, terkadang memberi jilatan panjang dari kesejatian sampai pada liang penghisap.

Benda tak bertulang kembali bergerak dari bawah keatas, berhenti tepat pada lingkar kerut untuk semakin ia benamkan dalam basah. Alpha itu memaksa lidahnya masuk, terus menekan sampai ditelan habis.

“Ahh! Jangan!!!” teriak Wonwoo, ia takut sekali. Takut akan apa yang terjadi pada dirinya. Namun alpha tersebut tak mengindahkan Wonwoo, bahkan ia memasukkan satu jari ke dalam, mengobrak-abrik lubang Wonwoo dengan sangat kasar. Air mata Wonwoo mulai menetes, rasanya sakit sekali.

“Bangsat!! Berhenti ga lu, anjing!!!!!” umpat Mingyu namun tertahan oleh desahannya sendiri akibat permainan Wonwoo pada penisnya.

Alpha berambut merah pindah dari tempat duduknya. Tonjolan mungil di dada Wonwoo dimainkan. Dijilati, digigit, dan dihisap oleh alpha itu secara bergantian. Membuat tubuhnya membusung seraya kenikmatan bertubi-tubi menghujamnya. Sedangkan alpha botak itu memainkan penisnga sendiri, mengocoknya dengan cepat seraya menonton adegan panas di hadapannya bak film porno.

“Nghh, berhenti... please!” Mulut Wonwoo terbuka lebar yang membuat penis Mingyu keluar dari mulutnya. kepala Wonwoo mulai pusing bukan main, ditambah lagi rasa sakit seperti dihujam oleh puluan pedang tajam. Kepalanya terasa ingin pecah.

Dimasukkan lagi satu jari di lubang Wonwoo, ditumbuk berkali-kali prostatnya itu tanpa ampun. Kedua jari itu membuat gerakan meggunting, menepuk, menekan dinding anal Wonwoo yang semakin mengetat.

“Ahh, nghhh! Udah, tolong berhenti...” perut Wonwoo seakan dikocok-kocok, rasanya mual sekali dan panas seakan ada sesuatu yang ingin keluar dari perutnya.

“Anjing udah sih, ga punya otak ya kalian?” amarah Mingyu semakin membludak. Ia ingin sekali menghajar dan membunuh para alpha tersebut. Wonwoo menutup mulutnya dengan tangan, menahan muntahannya agar tidak keluar. Namun semakin dihujam prostat Wonwoo maka semakin mual juga perutnya. Dalam satu hentakan lagi di bawah sana, Wonwoo memuntahkan semua isi perutnya ke lantai.

“Lu kenapa, anjing? Jangan-jangan......” alpha berambut merah itu membuka paksa choker Wonwoo, mengekspos bekas gigitan Mingyu semalam yang menandakan bahwa Wonwoo miliknya.

“Oh, lu udah ditandai ya sama bajingan itu? Pantesan lu ga bisa ngeue sama alpha lain.” bagi seorang omega yang ditandai pada masa estrus maka ia tak dapat bersetubuh lagi dengan alpha lain selain alpha yang mengigitnya. Jika omega tersebut bersetubuh dengan alpha lain maka yang terjadi adalah sakit kepala, pusing, sampai muntah-muntah.

Tubuh Wonwoo gemetar hebat lalu ambruk ke lantai. Nafasnya tak karuan, sekujur tubuhnya panas, pipinya memerah seperti udang rebus, pandangannya mulai kabur. Hal terakhir yang ia dengar sebelum ia pingsan adalah suara Mingyu yang tak henti-hentinya meneriaki namanya.