Binal

Mulut Mingyu berpindah ke telinga Wonwoo, menjilati daun telinganya diiringi dengan gigitan kecil. Setelah itu mulutnya turun ke leher Wonwoo, bagian favoritnya. Hidungnya mengendus wangi tubuh Wonwoo yang beraroma mint bercampur keringat dan rokok. Ia lupa sejak kapan ia mulai mengagumi bau rokok tersebut, bau rokok yang banyak tidak disukai orang, namun anehnya jika bau itu menempel pada Wonwoo ia otomatis suka. Lidahnya membasahi leher Wonwoo sedikit, membuat gerakan melingkar. Kemudian mengecupnya sebanyak tiga kali sebelum Mingyu mulai mengigitinya, menghisapnya seperti vampir yang kekurangan darah. Kulit Wonwoo yang sensitif membuat Mingyu tak perlu payah-payah memberikan banyak hisapan karena kulitnya itu mudah sekali merah. Mingyu tersenyum bangga melihat tanda kepemilikannya sudah terpatri di sana. Tanda yang menandakan bahwa Wonwoo hanya miliknya seorang.

“Ahh, nghhh!” Wonwoo mengerang saat Mingyu mengenai titik sensitif di lehernya. Dihisapnya titik itu berkali-kali membuat Wonwoo melenguh. Tangan Mingyu turun ke bawah untuk mengusap kejantanan Wonwoo dari luar boxernya. Ia letakkan kejantanan yang sudah tegang itu di genggamannya. Penis Wonwoo pas sekali berada di lingkaran tangan Mingyu. Ia mengocok penis itu dengan penuh perasaan, jempolnya menekan kepala penis Wonwoo yang sudah mulai basah. Mingyu menghadiahinya dengan ciuman dari bibirnya.

“Mingyu... nghh haa!” desahan Wonwoo lolos dari mulut kecilnya.

“Tadi jauh dari kata cukup ya, hyung?” Mingyu segera meloroti celana Mingyu sampai ke pahanya, yang penting cukup baginya untuk bermain-main dengan penis Wonwoo dan juga analnya. Ia menekuk kaki Wonwoo hingga mengenai dadanya, langsung saja ia melebarkan kaki Wonwoo, agar penis yang baru ia mainkan tadi terpampang jelas. Mingyu pun turun menatap anus Wonwoo yang merah berkedut minta diisi.

“Gua lagi ngelakuin hal cabul apa sih hyung di mimpi lu, sampe-sampe bikin lu kayak gini?” Mingyu mengitari bukaan Wonwoo dengan lidahnya. Lidahnya menari-nari disana, menjilati dan menghisapnya.

“Ahh!” Kemudian Mingyu memasukkan lidahnya, digoyang-goyangkan lidah itu ke atas dan ke bawah, ke kanan dan ke kiri. Kedua tangannya berpegang pada Wonwoo, mengangkat pinggulnya sedikit. Mingyu memejamkan matanya sambil terus memakan Wonwoo. Enak. Lubangnya sungguh enak. Air liur Mingyu membasahi bukaan Wonwoo. Tangan Wonwoo mengepal, matanya masih betah terpejam sambil mulutnya melontarkan suara-suara yang menandakan titik putihnya sudah dekat.

“Mingyu ahh!!!” cairan Wonwoo mengalir bebas keluar dari kejantanannya, membasahi perutnya sendiri sampai dadanya. Nafas Wonwoo terengah.

“Lagi... mau lagi ahh!” Mingyu terkesiap, Wonwoo belum puas ternyata. Menuruti permintaan Wonwoo, Mingyu segera menggesekkan kepunyaannya ke lubang Wonwoo. Kejantanan Mingyu sudah bangun, membuat boxernya sesak.

“I–iya di sana lagi... ahhh!”

“Anjing, sejak kemaren lu godain gua terus-terusan kan? Meskipun sekarang gua ga bisa langsung ngancurin lu karena gua tau lu lagi capek. Kaki Wonwoo dirapatkan dan dinaikkan ke atas bahu kanan Mingyu, dipegangi oleh Mingyu agar tidak jatuh. Lalu penis Mingyu ia selipkan di antara kedua paha Wonwoo, tepat di atas penisnya.

“Ahh Wonwoo–ya!” Mingyu mengerang kencang saat penis mereka saling bergesekan memberi friksi. Mingyu menggoyangkan tubuhnya maju mundur berkali-kali membuat Wonwoo keras lagi. Temponya semakin dipercepat, tangannya berpegangan pada pinggang Wonwoo. Sentuhan antara penis mereka berdua benar-benar memabukkan, membuat Mingyu mendongakkan kepalanya. Bibirnya ia gigit agar desahannya tak terlalu kencang. Penis mereka berdua sudah basah, entah oleh precum siapa, semuanya saling bercampur.

“Enak ga?” tanya Mingyu seakan-akan Wonwoo tengah sadar. Mingyu mengecup paha Wonwoo memberikan afeksi. Tiba-tiba terlintas di pikirannya saat Wonwoo menyatakan cintanya. Pertama kali saat Wonwoo mabuk, dan kedua kali saat Wonwoo memeluknya sewaktu ia mengerjakan tugasnya.

‘Lu tau kalo gua suka sama lu, kan?’

’Iya, hyung. Gua tau. Karena itu gua nungguin lu di sini, ga mungkin kata-kata itu cuma omongan kosong belaka dari seorang pemabuk. Sejujurnya gua.......”

Mingyu merasakan pelepasannya sudah dekat. Otot-otot di tubuhnya terasa seperti mengencang. Dalam satu kali gesekan lagi ia mencapai putih.

“Ahhh!” Mingyu mengerang cukup kencang dan mengakibatkan Wonwoo membuka matanya. “Lu lagi ngapain?”

“Wonwoo hyung! Ng–ngga ini.....” Mingyu gelagapan, bingung bagaimana ia harus menjelaskan posisinya saat ini. Ketika penisnya berada di atas Wonwoo, dipenuhi oleh cairan ejakulasinya sendiri.

“Gua udah memperhatiin lu dari sejak gua keluar.” Wonwoo membalikkan posisi mereka sehingga ia berpangku pada paha Mingyu.

“M–maaf!”

“Lu kenapa sih?” ia menjeda kalimatnya, ekspresinya serius. Mingyu terdiam, takut kalau Wonwoo akan marah. “Kenapa lu ga masukin?”

’Wonwoo hyung, sejak kapan dia bangun? Ngga, itu ga penting sekarang,”

“Bukannya lu lagi ngaceng ya tadi? Kok tiba-tiba lemes?” mata Wonwoo tertuju pada penis Mingyu.

‘Jelas lah anjir gara-gara lu tiba-tiba bangun! dan apa tadi lu bilang? kenapa gua ga masukin?!’ racau Mingyu dalam hati.

“Hey, buruan ngaceng lagi!” perintah Wonwoo dengan nada serius.

“H–HAHHH?????” orang ini benar Wonwoo, kan? Tumben dia berbicara seperti itu. Wonwoo tiba-tiba menjadi agresif saat ini membuat Mingyu kebingungan. “Kalo gitu lu harus bantuin gua, hyung.”

Posisi mereka perpindah menjadi posisi 69 dengan Mingyu yang berada di bawah. Tangannya sibuk bermain dengan lubang Wonwoo. Dua jari Mingyu bergerak di dalam sana membentuk gunting, mengisi dan mengobrak-abrik lubang Wonwoo dengan jari panjangnya. Jemarinya menari-nari di dalam, bermain dengan prostat Wonwoo. Sedangkan mulut Wonwoo sibuk mengulum penis Mingyu, menghisapnya dan menjilatinya menyebabkan penis Mingyu membesar.

“Berhenti mainin lubang gua.” Wonwoo menengok ke belakang. “Tapi kita ga ngelakuin itu selama seminggu. Jadi lubang lu harus disiapin dengan baik.”

Mingyu memasukkan satu jari lagi, sehingga total ada tiga jari di dalam Wonwoo mengisinya penuh sampai-sampai Mingyu sulit bergerak. Tubuh Wonwoo mulai goyah, tangannya gemetar menumpu beban tubuhnya. “Lu lanjut nyepongin gua aja, gua belum tegang sepenuhnya.”

Jemari Mingyu menghujam lubang Wonwoo tak sabaran, bermain-main dengan dinding anal dan prostatnya. Digesek, Ditekan, membuat Wonwoo meloloskan desahannya. Mingyu bermain-main dengan bola Wonwoo, mengulumnya. Wonwoo memasukkan penis Mingyu ke lorong hangatnya, gesekan antara penis Mingyu dan langit-langit mulut Wonwoo membuatnya kehilangan akal. Ini pertama kalinya mereka bermain dalam posisi ini, saling memuaskan satu sama lain, rasanya tak terlalu buruk juga.

“Cukup, lu bisa masukin sekarang.” Mingyu menarik keluar ketiga jarinya, membuat Wonwoo merasa kosong di bawah sana.

“Kondom?” tanya Wonwoo. Mingyu langsung memberikan kondom yang sudah ia siapkan di samping tempat tidurnya. Tangan Wonwoo gemetar, kondom yang ia pegang berkali-kali gagal terbuka. Ah, rasanya ia sudah mulai gila. “Sini biar Mingyu yang bukain, hyung.”

Tak sabaran, Wonwoo mengigit bungkus kondom itu dan merobeknya dengan giginya. Wonwoo terlihat sangat keren sekarang, pikir Mingyu. Kemudia Wonwoo menyuruh Mingyu untuk berbaring. Dimasukkannya kondom itu ke penis Mingyu menggunakan mulutnya. “Anjing, lu binal banget! Gua ga lagi mimpi kan?”

Wonwoo menyeringai. “Kita belum masuk ke bagian inti.”

Wonwoo memegang penis Mingyu dengan satu tangan lalu mengarahkannya ke lubangnya. Ia menurunkan pinggulnya, kepala penis Mingyu sudah masuk sedikit. Wonwoo menurunkan sedikit lagi, memaksa penis yang besar dan panjang itu untuk melesak masuk, penis Mingyu sudah masuk setengah dan dalam satu kali hentakan semuanya masuk mengisi Wonwoo sampai penuh. Wonwoo dapat merasakan bagaimana penis itu mengisinya, merobek dan menghujam lubangnya berkali-kali.

“Ahh! P–penuh banget....” Wonwoo bergerak maju mundur pelan agar lubangnya beradaptasi dengan benda itu. Awalnya terasa sangat perih, namun ketika lubang Wonwoo sudah terbiasa dengan kehadiran penis itu, semua rasa sakit berubah menjadi kenikmatan yang tak mungkin ia dapatkan dari hal lain.

“Wonwoo pinter, iya gitu terus sayang. Jalangnya aku udah pinter ya ternyata, bisa goyangin aku sekarang.” puji Mingyu dengan manis, seketika ia merasakan lubang Wonwoo mengetat.

“Seneng ya aku puji kayak gini, hm? Wonwoo cantik, iya kamu cantik banget kalo lagi kayak gini. Telanjang bulat, duduk di pangkuan aku dengan kontol aku yang terhubung dengan lubang kamu. Indah banget sih kamu, Jeon Wonwoo.” puji Mingyu sekali lagi. Wonwoo mulai bergerak naik turun dengan tempo lambat.

“Dulu kamu nanya kan ke aku, gedean mana kontol kamu apa dildo? Jawabannya gedean kontol kamu. Kontol kamu jauh lebih besar, panjang, lebih bisa muasin aku. Rasanya enak banget, anjing! Udah dari dulu aku mau kayak gini.” Wonwoo menggoyangkan pinggulnya, precumnya menetes.

“Aku aneh, ya? Karena aku kayak gini, pernah ga kamu mikir kalo aku cuma orang cabul yang menjijikan?” Ia bergerak naik turun, penis Mingyu menghujam titik nikmatnya. “Nghh, ahhh!!!!!”

“Kamu ngomong apa sih? Kamu keliatan binal banget sekarang dan menggemaskan, dan kamu ga aneh sama sekali.” tangan Wonwoo memegang bahu Mingyu. “Ah, aku lega banget kamu ngomong gitu.”

Mingyu memegang pinggang Wonwoo, membantunya bergerak agar tidak kesulitan. Temponya semakin dipercepat. Dinding anal Wonwoo menjepit penis Mingyu dengan kencang seakan-akan ingin menelannya. Gesekan antara penisnya dengan dinding anal Wonwoo terasa seperti pijatan yang membuat libido Mingyu semakin naik.

“Ahh! Enak, Mingyu hyung!” Mingyu membantu menggoyang-goyangkan pinggulnya tanpa jeda. Kepala Wonwoo tenggelam di tenguk Mingyu, desahan-desahan lolos dari mulut Wonwoo dan langsung masuk telinga Mingyu. Desahan yang membuat Mingyu tambah semangat lagi. Mingyu menghisap puting kanan Wonwoo, menjilatinya dengan gerakan atas bawah, puting itu sudah menegang dan merah akibat Mingyu mainkan tadi.

“Iya, sayang. Ahh! Desahin nama aku terus.” suara tabrakan kulit mereka memenuhi ruangan. Mereka bergerak bersamaan, memberikan sensasi yang luar biasa nikmatnya.

“Udah mau keluar belum, sayang?” bisik Mingyu di telinga Wonwoo dengan nada rendah.

“U—udah hyung, ahhh!” tubuh Wonwoo bergetar, nafasnya tak karuan, tubuhnya panas dingin pertanda pelepasannya sudah dekat.

“Aku keluar di mulut kamu, ya? Kamu suka kan sama sperma aku?”

“Suka banget, hyung!” jawab Wonwoo antusias. Mingyu segera mendorong Wonwoo agar pindah di bawahnya. Tangannya mengocok penis Wonwoo dengan tempo cepat. Penisnya licin, membuatnya mudah sekali bergerak.

“Buka mulut kamu, Wonwoo–ya!” Wonwoo menuruti perintah Mingyu. Mulutnya terbuka lebar, lidahnya menjulur keluar, bersiap menunggu pelepasan Mingyu. Ia mengocok penis Mingyu, membuat Mingyu mencapai putih, begitu juga dengan Wonwoo yang keluar di tangan Mingyu. Spermanya muncrat di wajah Wonwoo, kebanyakan masuk di mulutnya dan sebagian kecil di pipinya. Wonwoo menjilati cairan yang menetes dari mulutnya, tak ingin membuang satu tetespun. Setelah semua cairan Mingyu keluar, Wonwoo menelannya dengan lahap tanpa rasa jijik sedikitpun.

“Mhmmm... ahh!” desah Wonwoo untuk terakhir kalinya malam itu karena seluruh tubuhnya lemas, matanya berat, tenaganya terkuras habis, dan tanpa ia sadari ia tertidur.

“Anjir lu tidur, hyung?!!”