Jeongcheol

Pria berambut merah itu melangkahkan kakinya keluar dari kelas saat jam mata kuliahnya sudah berakhir. Hari ini jadwal kuliahnya tidak sampai sore, hanya dari pagi sampai siang saja. Ia sudah tak sabar ingin bertemu kekasihnya di sebuah mall sore ini. Tiba-tiba ia merasakan seseorang bertubuh lebih tinggi darinya menabraknya dari belakang, seseorang dengan hoodie hitam yang tudungnya menutupi kepalanya sehingga wajahnya itu tak tampak. Wajahnya juga ditutupi masker hitam, kacamata bulat bertengger di hidungnya. Jeonghan berbalik dan menatap orang tersebut yang sudah tak asing lagi baginya.

“Choi Seungcheol?” lelaki yang merasa namanya dipanggil itu membuka maskernya. Wajahnya terlihat lesu.

“Bukannya lu seharusnya ada kelas di gedung B, ya?” tanya Seungcheol sambil memajukan tudung hoodienya itu.

“Anjir, kirain siapa! Baru kali ini gua liat lu rambutnya ga di keatasin.” Memang benar, biasanya Seungcheol selalu menata rambutnya ke atas, memperlihatkan jidat dan alis tebalnya itu. Namun, hari ini ia terlalu malas untuk menata rambutnya. Masih untung dia mau berangkat kuliah.

“Lu lebih gemesan kek gini deh.” Jeonghan mendongakkan kepalanya, mengintip wajah Seungcheol dari tudungnya. “Halah, iya tah?”

“Tapi kenapa rambut lu ga kayak biasanya?” tanya Jeonghan penasaran. “Kesiangan gara-gara semalem kebanyakan minum-minum.”

“Sebanyak apa lu minum sampe-sampe kesiangan terus ga sempet nata rambut lu?” pria yang ditanya itu hanya terdiam. “Kenapa? Apa ada sesuatu yang terjadi?”

Seungcheol menyeringai. “Cuma karena.....”

“Apa? Benerkan ada sesuatu. Apa ada cewe yang nolak lu?” tanya Jeonghan. Ucapan Jeonghan tadi membuat Seungcheol terdiam, meratapi nasibnya yang sesedih ini.

“Oh, beneran?”

“Ya gitu deh...” ucapnya lirih. “Ada orang yang gua suka, tapi orang itu udah punya pacar.”

“Eiii, jangan sedih gitu lah. Pasti cewe itu cantik, kan? Kenapa lu nyerah gitu aja sih?” Jeonghan menangkupkan kedua tangannya di pipi Seungcheol, memainkan dan mencubit pipi tirus itu. “Lu aja ganteng gini.”

Refleks, Seungcheol memindahkan tangannya ke belakang tubuh Jeonghan, membawanya dalam pelukan yang tak terduga itu. Jeonghan tak membalas pelukannya itu, ia hanya mematung.

“Ada apa, Cheol? Kenapa lu tiba-tiba meluk gua?” tanya Jeonghan kebingungan.

“Gapapa, cuma pusing doang kok.” Seungcheol mengeratkan pelukannya, rasanya hangat sekali dan nyaman. “Lu gapapa? Pasti berat banget ya buat lu.”

“Biarin gua meluk lu sedikit lebih lama lagi, ya?” Seungcheol membenamkan kepalanya di leher Jeonghan, membuat yang dipeluknya itu susah bernafas.

“Choi Seungcheol ternyata seorang bayi besar ya.” Jeonghan mengelus dan menepuk punggung Seungcheol pelan, berusaha menenangkannya. “Kasian ya lu sedih gini cuma gara-gara cewe. Gapapa kok, gapapa.”

Wonwoo yang sedari tadi menatap tingkah aneh mereka itu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya. ‘Anjir, gua pikir dia baik-baik aja Jeonghan punya pacar.’

***

Wonwoo and Seungcheol sedang duduk di depan sebuah minimarket, setelah mereka membeli minuman. Cuaca siang itu cukup cerah namun tidak terlalu panas. Wonwoo hanya ingin memeriksa apakah sahabatnya itu baik-baik saja setelah kejadian tadi.

“Sepulang gua dari kerja hari itu gua mikirin terus, waktu dia lagi ketawa bahagia sama pacarnya.” Seungcheol membuka kaleng minuman dingin yang ia beli lalu meneguknya. “Padahal sebelumnya gua gapapa. Mikirin tentang itu bukan jadi masalah yang besar bagi gua.”

“Halah, terus tadi itu apa?” Wonwoo menopangkan dagunya, sambil mendengarkan curhatan Seungcheol.

“Bisa ga lu dengerin gua dulu?” Wonwoo terdiam, mempersilahkan Seungcheol untuk melanjutkan ucapannya.

“Yoon Jeonghan bukan orang yang kayak 'gitu', jadi gua ga mau jatuh cinta sama dia terlalu dalam. Tapi...” Seungcheol menarik nafasnya yang terdengar berat. “Gua ga nyangka kalo gua udah terlanjur terlalu dalam.”

“Sebenernya hal ini bikin gua syok hebat.” Seungcheol menundukkan kepalanya, tatapannya terlihat sendu, tak ada sedikitpun senyum yang terpatri di wajahnya.

“Gua malah lebih kaget lu masih bisa ketemu orang-orang walaupun perasaan lu lagi gini, hyung.”

“Ga sesulit itu buat ketemu orang atau makan bareng. Gua lagi coba nyari tau apakah ada kemungkinan untuk menemukan orang baru.” lanjut Seungcheol.

“Terus hyung mau gimana sekarang?”

“Apa lagi kalo bukan kayak lu, diem aja dan merhatiin dia dari jauh.” jawab Seungcheol. Perasaannya benar-benar berantakan hari ini.

“Maksudnya lu tetep bertingkah polos dan menyedihkan kayak tadi?” Wonwoo terkekeh.

“Gua beneran pusing tadi!” protes Seungcheol.

“Halah, bohong!”

“Gimana kalo gini aja,” ucap Seungcheol. Wonwoo mengambil minuman kaleng milik Seungcheol karena ia tak membeli apa-apa tadi.

“Gua minta ajarin ngeue sama dia aja!” seketika Wonwoo menyemburkan minuman yang belum masuk ke kerongkongannya itu.

“Kurang ajar lu ya!” Wonwoo geram mendengar ucapan Seungcheol tadi yang secara tak langsung mengejeknya. “Kenapa ga confess aja sih?”

“Ga semudah itu, Won.”

Tiba-tiba dari belakang Wonwoo seorang laki-laki berpostur tinggi berjalan mendekati mereka. Ia mengenakan kemeja abu-abu dengan kerah putih dan celana panjang hitam. Jalannya bak seorang model, tampan sekali. “Nongol lagi nih orang.”

“Halo! Lagi ngapain kalian berdua di sini?” sapa Mingyu ramah.

“Tadi kita abis selesai kelas terus ngobrol bentar di sini. Lu ke sini mau beli sesuatu?” tanya Wonwoo, badannya berbalik ke arah Mingyu.

“Iya, gua keabisan kondom di rumah.” ucapan blak-blakannya itu membuat Wonwoo tersentak. Matanya menatap lurus Seungcheol, seperti mengisyaratkannya untuk pergi.

“Kalo gitu gua pulang dulu ya!” Seungcheol beranjak dari kursinya.

“Oke deh, sampai jumpa besok!” Wonwoo melambaikan tangannya pada Seungcheol yang beranjak pergi dari situ.

***

“Anjir, kenapa sih lu blak-blakan ngomong mau beli kondom di depan dia?” Wonwoo dan Mingyu berjalan keluar dari minimarket yang mereka mampiri tadi. Tangan kanan Mingyu memegang satu kantong plastik berisi beberapa kondom yang ia beli tadi.

“Ya emang kenapa?” jawab Mingyu santai.

“G–gimana kalo dia salah paham?”

“Salah paham apa? Kan gua beneran masukin itu setiap hari dan–” Mingyu mencondongkan tubuhnya. Tangan kirinya bergerak menyusuri pantat Wonwoo.

“Mengisi lubang lu sampe penuh, kan?” Mingyu meremas bokong Wonwoo dengan kuat membuat wajah Wonwoo panas dan memerah.

“Anjing.....”

“Gua udah nyiapin sesuatu yang menyenangkan di apartemen gua.” Mingyu berbisik pelan di telinga Wonwoo. “Haruskah kita pulang bareng?”