Seragam Sekolah

“Sesuatu yang menyenangkan itu maksud lu ini? Seragam sekolah?” Wonwoo membuka kardus coklat yang Mingyu berikan padanya. Wonwoo bingung apa menyenangkannya seragam sekolah ini? Sedangkan otak kotor Mingyu sudah berimajinasi kemana-mana bahkan sebelum mereka sampai di apartment. Di dalam kardus itu tersimpan dua buah kemeja putih, dua buah almamater sekolah berwarna hitam, satu buah celana panjang hitam, dan satu buah rok selutut. Seragam tersebut terlipat rapih, bahkan terlihat seperti habis disetrika, kondisinya juga masih bagus, tak tampak seperti seragam lama.

“Pacarnya Jeonghan hyung keliatan imut banget pake seragam, jadi gua mau liat hyung pake seragam lagi, udah lama kan ga make seragam.” Mingyu cengengesan, seperti bangga akan ide brilliantnya itu. Wonwoo mengambil sebuah almamater dari dalam kardus dengan name tag yang tertulis sebuah nama 'Kim Mingyu'.

“Oh, ini punya lu?” jawabannya segera diiya-kan oleh sang pemilik seragam. “Lu pake seragam juga?”

“Iya, kita make bareng-bareng, hyung.” Wonwoo berpikir idenya ini tak terlihat buruk, bahkan lebih baik dari dugaannya. Awalnya ia menduga Mingyu akan melakukan sesuatu yang aneh dan tak masuk akal. Ia langsung menyetujui ide ini.

“Oh iya, kayaknya ada sedikit masalah,” Mingyu mengulurkan tangannya untuk mengambil rok coklat yang terlipat di dalam kardus. “Bukannya ngirimin dua buah celana, kakak gua malah ngirimin rok ini. Kayaknya punya dia deh.

Wonwoo terdiam, ia tahu apa yang akan Mingyu suruh untuk ia lakukan. “Jadi lu mau gua make ini?” Mingyu mengangguk dengan cepat.

“Lu gila ya?! Lu lah yang make, kan kakak lu yang ngirimin buat lu!!!” Wonwoo mulai naik darah. Padahal tadi ia sudah lega, ia pikir Mingyu tak akan menyuruhnya yang aneh-aneh. Namun, namanya juga Kim Mingyu, tak mungkin ia dapat berpikir normal hanya untuk sebentar saja.

“Ngga lah! Lu pikir bakal muat gua pake? Kurusan juga lu, jadi lu yang make lah!” serunya geram.

“Mana ada, anjir! Gua ga kurus ya, kurusan lu!” Wonwoo tak mau kalah. Ia sungguh tak ingin memakai rok pendek itu, memalukan saja.

“Gua bisa genggem pantat lu pake satu tangan!” alis Mingyu menukik kesal.

“Apa hubungan pantat gua sama ini, jingan!!!”

“Tapi Mingyu mau liat loh hyung.....” rengek Mingyu. Alisnya naik, ekspresinya memohon melas.

“Rengek sesuka hati lu! Gua tetep ga mau!!” Wonwoo tetap berpegang teguh pada keputusannya. Sejujurnya ia juga ingin melihat Mingyu memakai rok itu, pasti sangat menggemaskan.

“Cuma ada satu cara....” ucap Mingyu, tangannya mengepal di depan dadanya.

“Gunting, batu, kertas!” seru mereka bersamaan. Mingyu mengeluarkan kertas, sedangkan Wonwoo memilih gunting. Wonwoo kalah, mau tak mau ia harus menuruti permintaan gila sahabatnya itu.

Beberapa menit kemudian, Wonwoo keluar dari kamar mandi berseragam lengkap. Kemeja putih yang terkancing rapih dengan dasi hitam yang menggantung di situ, almamater hitam menyelimuti kemeja putih itu, dan bagian yang paling mencolok yaitu rok pendek yang hanya berjarak beberapa sentimeter dari bokongnya itu. Wonwoo terus saja memegangi rok itu, menariknya ke bawah, ia merasa telanjang di bawah sana. Tak hanya pendek, rok itu juga ketat, membentuk sempurna pantat sintalnya. Ia tak pernah membayangkan memakai rok perempuan sependek dan seketat ini sebelumnya. Wonwoo melangkah kecil, langkahnya sangat terbatas tak seperti biasanya.

“Hyung, udah selesai ganti?” Mingyu menyambutnya dengan setelan yang sama, yang membedakan hanyalah Mingyu memakai celana panjang bukannya rok seperti dirinya. “Udah lama ga pake seragam, rasanya jadi aneh.”

Mingyu terlihat sangat tampan, bahkan ia terlihat sempurna. Wonwoo tak dapat berhenti menatapnya, rasanya seperti indra penglihatannya dimanjakan oleh pemandakan yang menyejukkan. Ia tak pernah melihat orang lain yang setampan Mingyu. Baginya, Mingyu merupakan definisi dari sempurna.

“Ahahaha! Roknya keliatan keren banget hyung, gemesin banget kalo lu yang make.” senyum merekah di bibir pinknya itu. Mingyu merasa begitu pintar bisa memikirkan ide sehebat ini.

“Anjir, lu pikir ini lucu? Gila lu ya, Gyu!” wajahnya memerah karena marah bercampur malu.

“Gua serius, hyung. Kaki lu yang ramping bikin lu cocok make rok ini.” puji Mingyu dengan jujur. “Mau pake stoking juga ga?”

“Lu duluan yang make!” Wonwoo pikir otak Mingyu benar-benar sudah konslet.

“Udah cukup kan liatnya? Gua mau ganti.” Wonwoo berbalik badan, namun tangannya malah ditarik oleh Mingyu. “Apa lagi?”

“Lu pikir cukup dengan ngeliat gini doang? Gua nyuruh hyung pake seragam karena satu alesan khusus.” Mingyu tersenyum, senyum yang menandakan pikiran gilanya sudah dimulai.

“Anjing, jangan bilang lu......”

Mingyu membawa Wonwoo ke di meja dekat mereka, didorongnya tubuh Wonwoo agar ia segera tiduran di bawahnya. Wonwoo memberikan sedikit perlawanan, namun semuanya itu tampak tak ada artinya dibandingkan tenaga Mingyu yang berukuran tiga kali lipat darinya. Didorongnya bahu Wonwoo, menimbulkan suara tubrukan antara tubuhnya dan meja di bawahnya.

“Lu mau ngapain anjing!” Wonwoo menahan tubuh Mingyu tak mendekat padanya. “Bosen loh hyung kalo kayak biasanya doang. Siapa tau yang kayak gini bisa bikin lebih sange hehe.”

Mingyu memposisikan tubuhnya di antara kedua kaki Wonwoo, diangkatnya kedua paha Wonwoo ke atas agar kakinya bisa langsung bersentuhan dengan kulit Wonwoo. Tangan Mingyu sudah mendarat bebas meraba kulit mulus submassive-nya dari lutut lalu bergerak perlahan sampai pangkal paha Wonwoo. Kulit Wonwoo terasa panas dingin, membayangkan hal nakal apa yang akan Mingyu lakukan malam ini. Jantung Wonwoo terasa seperti terjun bebas dari dada hingga ke mata kaki.

“Ah! Bukannya ini rok kakak lu? Biarin gua lepasin dulu.” ucap Wonwoo gelagapan. “Ga usah, dia juga ga make rok ini lagi.”

“Makanya itu,” Mingyu mengangkat tubuh Wonwoo, memindahkannya ke sofa dan memangku Wonwoo. “Lu bisa kotorin sepuasnya dengan cairan lu.”

Ibu jari Mingyu ia letakkan di bibir Wonwoo, mengusapnya sebentar, merasakan kelembutan bibir ranumnya itu. Lalu ia memasukkan dua jari ke lorong hangat itu yang langsung disesap oleh Wonwoo. Lidah Wonwoo bermain-main dengan jari itu, mengulumnya, menjilatinya, sesekali mengigitinya. Sekali, dua kali, Mingyu menggerakkan jemarinya keluar masuk, gerakan yang sama seperti apa yang ia lakukan di bawah sana. Saliva Wonwoo membasahi jemari itu, sampai-sampai menetes keluar dari ujung bibirnya. Wonwoo tak pernah menyangka bahwa mengemut jari seseorang bisa membuatnya terangsang. Ia membayangkan kedua jari yang basah itu memasuki lubangnya yang sempit. Ah! Kim Mingyu tahu benar cara memuaskannya.

“Mhmm... ahh!” dikulumnya jari itu beberapa saat sebelum Mingyu memindahkannya ke tempat yang didambakan Wonwoo sedari tadi. Mingyu menyibak rok Wonwoo ke atas lalu menyelipkan jarinya ke belahan bokong Wonwoo. Ia mengitari bukaan Wonwoo sebentar, membuatnya mengerang. Setelahnya Ia menusuk lubang Wonwoo dengan cepat. Jemarinya membuat gerakan menggunting.

“Ahh!” Wonwoo melenguh, merasakan lubangnya diisi penuh. Baru dua jari namun Wonwoo sudah merasa sepenuh ini.

“Gua jadi keinget sesuatu,” ucap Mingyu namun tangannya masih menghujam lubang Wonwoo tanpa ampun. “Masih inget ga ciuman pertama kita di kelas?”

“M–masih, gimana gua bisa lupa....” Tangan Mingyu yang menganggur sudah bergerilya di dada Wonoo. Memainkan, memilin, dan memutar puting Wonwoo bergantian.

“Hngg... Ahhh!!” puting Wonwoo sangat sensitif, hanya beberapa usapan saja sudah membuatnya mendesah hebat.

“Padahal lu dulu ga jago-jago amat, gimana sih lu bisa jadi sejago ini?” Wonwoo pasrah mengamati Mingyu yang sedang memilin putingnya. “Gua pikir lu anak baik-baik yang kerjaannya cuma belajar. Kapan lu belajar ini semua?”

“Ngeue yang waktu itu sama hyung yang pertama kali kok.” Wonwoo merasa dibodohi. Jelas-jelas waktu itu ia melihat Sooah noona tak berpakaian di apartement Mingyu. Pasti waktu itu mereka berhubungan badan, kan? Setiap kali mereka melalukan ini Wonwoo merasa sakit, memikirkan ada orang lain selain dirinya.

Persetan dengan yang pertama atau tidak. Itu ga penting sekarang. Yang penting adalah ia ingin Mingyu hanya fokus padanya.

“Lalu ini pengalaman pertama kalinya lu, kan?”

“Huh?” Wonwoo tak menjawab. Ia turun dari pangkuan Mingyu untuk berlutut di hadapannya. Didekatkan kepalanya itu ke selangkangan Mingyu lalu mulutnya menggigit resleting Mingyu dengan sensual, menariknya ke bawah. Dengan mata sayu, tertutup kabut nafsu, Mingyu memperhatikan Wonwoo yang sekarang berlutut di depannya. Dirinya nyaris kehilangan akal ketika Wonwoo menyempatkan diri untuk menatapnya sebelum memasukkan keseluruhan penisnya yang sudah menegang ke dalam mulutnya. Mingyu mendorong kepala Wonwoo, menenggelamkannya lebih dalam. Mulut Wonwoo terlalu kecil dan sempit untuk penis besarnya, sama sempitnya dengan lubang di bawah sana.

“Wonwoo–ya, buka mulutmu sedikit.” sekarang yang tersisa di mulut Wonwoo hanya kepala penis yang dijilati Wonwoo dengan gerakan memutar. Ia kembali memasukkan penis itu sampai pangkal tenggorokkannya, mengulumnya dengan basah. Nikmat rasanya goa mulut Wonwoo. Hangat. Sensasi giginya yang bergesekan dengan penis itu juga hampir membuat Mingyu gila.

“Mulut kamu kecil banget, sayang. Bikin aku keenakan. Setiap kali kontol aku nyentuh bagian dalem mulut kamu, rasanya kayak pengen keluar.” dipuji seperti itu membuat Wonwoo tambah liar. Mingyu menatap Wonwoo dengan mata yang kelaparan. Wonwoo mengulum penis Mingyu yang terlalu besar untuk mulut kecilnya itu, digerakkannya keluar masuk dengan mudah karena sudah licin oleh saliva Wonwoo. Rahangnya mulai terasa sakit, ia tak bisa memasukkan penis itu sedalam tadi.

“Ahh! Bangsat, enak banget sayang! Mulut kamu enak banget, sempit, kayaknya memang khusus diciptakan buat nyepongin aku doang.” ucap Mingyu dengan nada rendah. Ia memegang bagian belakang kepala Wonwoo lalu menggerakkannya untuk masuk-keluar. Wonwoo hampir tersedak, air matanya mulai menetes.

“Maaf, sayang. Sedikit lagi, ya?” Persetan dengan Mingyu dan kata-kata halusnya itu. Bagaimana mulutnya itu bisa berkata kotor dan halus dalam waktu bersamaan?

Wonwoo kini sengaja menyisakan kepala penisnya di mulut Wonwoo. Lalu menghentak masuk dengan kuat, tiba-tiba. Tentu saja Wonwoo memekik. Wonwoo keparat. Pelepasannya sudah di ujung tanduk. Ia menarik penisnya dari dalam mulut Wonwoo.

“Gila kamu ya, anjing!” cairan putih Mingyu menyembur di wajah Wonwoo, mengotori wajah polosnya itu. Spermanya menempel di alis, kelopak mata, hidung, pipi, dan bibir Wonwoo. Ia terlihat sangat berantakan. Dijilatnya sperma yang menempel di sudut bibirnya agar tidak berjatuhan ke lantai.

“Kamu cantik banget, Jeon Wonwoo. Belum pernah aku ngeliat pemandangan seindah ini. Muka kamu yang kotor akibat nampung sperma aku, indah banget. Astaga, aku bisa gila gara-gara kamu, bangsat!” Mingyu mengelus pipi Wonwoo dengan lembut.

“Kamu bener-bener jadi jalangnya aku ya, tempat nampung peju aku. Kemaren lubang kamu yang nampung, sekarang wajah kamu. Wonwoo, anak pinter. Ga sia-sia ya aku ngajarin kamu buat jadi selacur ini. Gimana rasanya sperma aku, enak? Kayaknya kamu ga keberatan sama sekali ya dilecehin kayak gini, bahkan kamu malah keliatan suka. Direndahin sama aku bikin kamu tambah sange, ya? Suka ya dilecehin? Suka jadi tempat nampung peju aku? Suka jadi jalangnya Kim Mingyu?”

Ucapan Mingyu membuat Wonwoo merasakan sensasi aneh dalam dirinya. Kakinya bergetar hebat, penisnya sudah basah oleh pre-cumnya sendiri, menetes ke lantai.

Dia mau Mingyu di dalamnya.

Sperma yang ada di pipi, kelopak mata, dan hidungnya menetes ke bawah yang langsung Wonwoo tampung dengan tangannya. Lidahnya bergerak menjilati sperma itu, tak ingin ada sedikitpun yang terbuang. Ia terlihat seperti anak kucing yang menjilati tangannya sendiri. Rasanya tak terlalu buruk, pikirnya. Bahkan ia menikmati tiap tetes cairan putih itu.

Melihat pemandangan itu membuat Mingyu semakin kehilangan akal. Yang ada di pikirannya hanyalah Wonwoo. Ia ingin segera menghabisi dan mengacaukan Wonwoo sekarang juga.