Terikat

Mingyu tak dapat membendung nafsunya yang meluap-luap itu, baru kali ini ia merasa sangat terangsang, kepalanya pusing, pikirannya kacau, mungkin sebentar lagi ia akan gila. Gila akan Wonwoo, gila akan sentuhan yang mereka berikan satu sama lain dan gila akan nafsunya yang kian memuncak. Dia tak pernah merasa cukup akan Wonwoo, semakin sering mereka berhubungan, maka semakin sering juga ia mendambakan sesuatu yang lebih. Ia merasa belum cukup mengeksplor setiap inci tubuh ideal Wonwoo itu. Ia merasa belum cukup memuaskannya. Ia mau lebih, yang lebih memuaskan dari ini, yang lebih membuat libidonya naik. Wonwoo masih berlutut di bawahnya, ia terlihat kacau dan berantakan namun cantik. Tak ada satu katapun yang dapan mendeskripsikan kecantikan lelaki itu.

Wonwoo memegangi roknya, merasakan ada sesuatu yang mengalir dari celah pahanya. Mata Mingyu terfokus ke situ. “Sperma aku muncrat sampe sini?”

“Ng–ngga, bukan!” Mingyu membawa Wonwoo ke atas meja, membuka kaki Wonwoo lebar-lebar, mengekspos sesuatu yang Wonwoo rahasiakan. Basah, penis Wonwoo sangat basah dan lengket akibat cairan kental itu. Mingyu pikir itu adalah cairannya, namun ternyata bukan. Itu adalah kepunyaan Wonwoo sendiri. Tak hanya penisnya yang basah, bagian dalam pahanya pun basah karena ia menutup rapat kakinya tadi.

“Kamu keluar cuma dari nyepongin aku doang, hm?” Mingyu menutup mulutnya, speechless.

“Jangan bilang kamu suka ya kalo aku sakitin? Pas tadi aku dorong kepala kamu biar masuk sampe mentok, sampe mata kamu ngeluarin air mata. Itu kan yang bikin kamu keluar? Padahal belum aku sentuh loh, sensitif banget sih kamu.” Mingyu menaiki Wonwoo lalu menahan kedua tangan Wonwoo dengan tangannya.

“Keluar tanpa izin dari pemilik kamu, nakal banget ya? Wonwoo–ya, aku pikir kamu anak baik loh. Kalo kayak gini aku ga ada pilihan lain selain nyiksa kamu lebih kasar lagi, sampe kamu nangis dan teriakin nama aku berkali-kali, sampe kontol kamu lemes ga bisa berdiri lagi. Suka kan aku gituin, hm?” ucapnya sambil menatap Wonwoo lurus, nada suaranya sangat mendominasi. Dengan cepat Mingyu melepas ikat pinggangnya lalu digunakan untuk mengikat kedua tangan Wonwoo di belakang tubuhnya.

“Kim Mingyu, anjing! Lepasin gua! Udah gila lu ya!!” dasi Wonwoo ditarik dan ditutupnya kedua mata Wonwoo dengan dasi hitam itu. Dunia Wonwoo tiba-tiba gelap, ia tak dapat melihat apa-apa lagi.

“Kamu penasaran ga sama permainan aku malam ini? Sepertinya seru, kamu juga keliatan suka.” Mingyu memastikan kedua ikatan itu benar-benar kencang agar Wonwoo tak dapat melepaskan diri.

“Ngga, bangsat! Gua bukan orang cabul kayak gitu!” teriak Wonwoo memberikan perlawanan.

“Bahasa kamu, sayang. Masa daritadi aku manggil kamu sayang tapi balesan kamu malah kasar gini? Apa mau aku ewe sambil aku anjing-anjingin? Oh iya aku lupa, dikasarin kan bikin kamu lebih sange lagi, ya?” Mingyu mendorong tubuh Wonwoo agar menungging di depannya dengan bertumpu pada meja. Tangannya menggerayangi pantat mulus itu, mengelusnya perlahan.

“mhhmm, b–BANGSAT!!!!!!” dasi yang menutupi matanya itu membuat Wonwoo lebih sensitif.

“Kamu pilih diem atau mulutnya aku tutup?” Wonwoo seketika terdiam. Mau tak mau ia harus menuruti Mingyu.

“Tubuh kamu beneran ga nolak ya, bahkan malah menikmatinya.” ditamparnya bokong sintal itu sekali.

‘Plak!’

Tangan Mingyu membentuk disana, merah. Padahal baru satu kali tamparan.

“Emang murah, ya, Jeon Wonwoo.” satu tamparan lagi mendarat.

‘Plak!’

“Anjing, buruan lepasin gua! Gua ga mau ngikutin permainan lu yang gila ini. Kim Mingyu, bangsat!!!!” teriaknya sambil menahan sakit.

‘Plak!’ kali ini lebih keras dari sebelumnya.

“Aku kan udah nyuruh kamu untuk diem, tapi kok masih bandel, ya? Apa mau aku bikin diem pake kontol aku? Mau aku tusuk sampe kamu ga bisa ngeluarin kata-kata lain selain desahin nama aku? Emang harus digituin dulu nih kayaknya, jalang aku yang nakal!”

‘Plak!’

Lima kali tamparan lagi yang berhasil membuat pantat putih Wonwoo memerah seperti udang rebus. Kakinya gemetaran lemas, sekujur tubuhnya panas dingin. Dominasi Mingyu sangat membabi buta.

Mingyu mengambil lubricant yang sudah ia persiapkan dari awal, melumuri pantat Wonwoo dan kepunyaannya sendiri. Ia membuka lubang Wonwoo dengan jarinya lalu menyelipkan penisnya di antara kedua pipi bokong itu. Digesek-gesekannya penisnya itu yang mulai menegang dengan gerakan yang cepat. Ia tak sabar ingin masuk.

“Aku masuk ya, sayang?” Mingyu memposisikan dirinya di depan lubang Wonwoo yang berkedut merah.

“Kondom?”

“Iya, udah kok.” jawabnya berbohong. Tanpa aba-aba Mingyu memasukkan kepala penisnya, membelah lubang sempit Wonwoo.

“Mingyu hyung... ahhh!!” dua hentakan keras. Dalam. Menumbuk titik kenikmatan Wonwoo. Wonwoo menetaskan air mata, perih. Ia dapat merasakan lubangnya seperti terbelah, mencengkram kuat-kuat penis Wonwoo.

“D–dalem banget, nghhh!” Mingyu menggenjot penisnya keluar masuk. Lubang Wonwoo masih saja ketat, padahal sudah ia masuki berkali-kali. Pantat dan lubangnya terasa perih sekali.

“Aku tau kalo kamu suka aku isi sampe mentok gini, sampe kontol aku masuk semua. Suka kan aku hancurin kayak gini? Buktinya lubang kamu tambah ngerapet, ngejepit kontol aku kenceng banget. Pinter banget ya kamu, Wonwoo–ya.” Mingyu menggempur lubang Wonwoo semakin cepat, dengan hentakan kuat serta dalam. Kepalanya pusing, terlalu tenggelam dalam kenikmatan.

“Nnghhh... hyung!” Mingyu membalikkan badan Wonwoo, ia ingin melihat ekspresi lacurnya itu. Tangannya meraih dasi hitam itu dan membuka ikatannya, memperlihatkan air mata Wonwoo yang bercucuran.

“Kamu mau tau ga ekspresi kamu sekarang kayak apa? Kayak pelacur lagi keenakan, bibir kamu kebuka lebar neriakin nama aku, mata kamu yang basah karena air mata kamu sendiri. Kontol aku enak banget ya sampe-sampe bikin kamu nangis?” Mingyu mengecup bibir Wonwoo lembut, memberikan afeksinya agar Wonwoo tak kesakitan.

Mingyu mulai membubuhkan ciuman di mulut Wonwoo. Pertama kecupan lembut, namun lama-lama menjadi ciuman yang lembab, gigitan lembut dan kuluman yang basah. Ia bisa merasakan Wonwoo gemetar, nafasnya tidak karuan, erangan sesekali keluar dari bibirnya.

Mingyu mulai bergerak, keluar masuk, mengejar kenikmatan yang lebih. Telunjuknya ia gerakan untuk mengelus tubuh Wonwoo, mulai dari dadanya sampai perut bawahnya. Wonwoo melengkungkan badannya, sedang tatapannya sayu.

“Mingyu hyung... cepetan ahh!”

“Cepetan apanya, sayang?” Mingyu berpegangan pada pinggang Wonwoo, pergerakannya melambat.

“Nghhh, goyangnya...” Wonwoo menutup matanya, menikmati segala sentuhan yang Mingyu berikan.

“Kayak gini, hm?” tempo Mingyu perlahan semakin cepat, yang tadinya ia tarik jauh keluar baru masuk makin lama makin pendek, terus menyentak ke dalam.

“Lebih kenceng lagi ahh!!!” tangan Wonwoo ia letakkan di mulutnya, mengigit ibu jarinya sendiri untuk menahan desahannya.

“Yang jelas dong ngomongnya, sayang.” Mingyu terseyum miring. Ah, ia sangat suka menggoda Wonwoo seperti ini.

“Goyangin Wonwoo yang kenceng, hyung! Wonwoo udah ga tahan lagi arghhh!!!!” teriaknya frustrasi.

“Siap, sayang. Puasin kontol aku, ya?” Mingyu menghujam lubang Wonwoo berkali-kali sampai menyentuh prostatnya. Temponya sangat cepat, Wonwoo mendongakan kepalanya. Wonwoo mendesah. Kemaluannya semakin tegang. Perutnya juga tegang seiring dengan semakin cepat tempo Mingyu. Ia merasakan orgasmenya yang kedua sudah dekat.

“Jangan sekenceng ini, hyung!” air mata Wonwoo menetes, rasa nikmat dan sakit bercampur jadi satu.

“Tapi kamu suka kan, sayang? Ugh!” Mingyu mengerang saat merasakan dinding Wonwoo mengencang. “Baru dieue sebentar aja, kamu udah selemes ini. Jangan lemes dulu dong, sayang. Kontol aku belum puas nih.”

Mingyu mengelus pantat merah Wonwoo, berancang-ancang untuk memberinya tamparan lagi.

‘Plak!’

“Aaahhhhh!!!” Wonwoo mendesah tak tertahan saat cairannya mengalir bebas keluar dari kejantanannya.

“Cepet banget sih kamu keluarnya, sayang. Padahal kontol aku masih tegang gini. Dasar lemah. Mau ga mau kamu harus tanggung jawab, ya?” Mingyu mengubah posisinya menjadi duduk di meja, sedangkan Wonwoo dibawanya untuk duduk di pangkuannya. Miliknya masih tertancap kuat di dalam Wonwoo.

“Kali ini kamu yang goyangin aku.” Mingyu melebarkan bokong pipi Wonwoo, merasakan kemaluannya yang terhubung dengan lubang anus Wonwoo.

“A–apa?” kaki Wonwoo sudah lemas, iya tak yakin bisa bergerak lagi.

“Karena aku mau kita enak bareng-bareng.” Mingyu mengecup puting Wonwoo yang berada tepat di depan mulutnya, mengigitnya sedikit.

“Kalo gitu lepasin ini dulu.” yang Wonwoo maksud adalah ikatan di tangannya.

“Sakit ya, sayang? Iya ini aku lepasin.” Mingyu membawa tangannya ke belakang tubuh Wonwoo untuk melepas ikat pinggang yang mengikat tangannya sedari tadi.

“Wonwoo juga mau nyentuh Mingyu hyung dan pegangan sama hyung.” detak jantung Wonwoo tak karuan, tak menyangka mulutnya akan melontarkan kalimat seperti itu. Sudah kepalang nafsu, mau gimana lagi.

Bibir mereka bertautan lagi, lidah mereka beradu di dalam sana, saling tak ingin mengalah. Mingyu mengulum bibir kecil merah itu dengan gerakan kasar seakan tak ada hari esok. Wonwoo membalas, namun membiarkan Mingyu memimpin dengan lumatan dan gigitan. Bibir Wonwoo memerah bengkak akibat gigitan-gigitan kecil yang Mingyu berikan pada bibir bawahnya.

Wonwoo menggerakkan tubuhnya ke atas dan kebawah dengan perlahan. tangannya dia tumpu di bahu Mingyu. Wonwoo bertanya-tanya dalam hatinya bagaimana dirinya terlihat saat ini di mata Mingyu? Saat ia menggoyangkan tubuhnya di atas Mingyu?

Wonwoo menangkupkan kedua tangannya pada wajah Mingyu. “Mingyu hyung.....”

Mingyu memberikan afeksi pada pergelangan tangan Wonwoo yang memerah akibat diikat dengan ikat pinggang tadi dengan cara dikecupnya berkali-kali bagian itu. Ia tak tega melihat Wonwoo kesakitan seperti ini.

Wonwoo berfikir, apakah Mingyu masih menganggapnya aneh seperti hari itu? atau mungkin pikiran Mingyu sudah berubah sedikit. Itulah mengapa Mingyu menatapnya dengan tatapan yang cerah dan hangat.

“Wonwoo–ya.....” Mingyu menggeram. Woonwoo, di atasnya, sudah basah. Di bawah sana, kulit sudah bertemu kulit. Wonwoo mengalungkan tangan di leher Mingyu. Lidah mereka masih beradu, mengikat satu sama lain.

‘Gua mau bilang kalo gua suka sama lu, Mingyu.’

Wonwoo mempercepat ritmenya, seperti ritme jantungnya setiap bersama Mingyu. Suaranya tak berhenti mendesah, mengerang, melenguh, mengiringi setiap tumbukan di titik nikmatnya. Terus begitu, teratur, semakin cepat. Mingyu memegang pinggul Wonwoo, membantunya bergerak cepat. Penis Mingyu terasa sangat hangat di dalam sana, dinding analnya terus memijit kemaluan Mingyu tanpa henti. Beberapa hentakan terakhir menghantarkan keduanya untuk melihat putih, melayangkan keduanya untuk tidak menapak bumi.

“Wonwoo–ya, ahhh!!!!!”

“Hyung, Wonwoo keluar ahh!!!!!” Wonwoo memeluk badan Mingyu saat pelepasannya, ia tak mampu menumpu tubuhnya lagi. Napas mereka memburu, sebelum lama-lama tenang. Mingyu menyemburkan benihnya di dalam anal Wonwoo lagi. Sudah tak terhitung berapa kali ia keluar di dalam, mungkin jika Wonwoo adalah wanita, ia mungkin sudah hamil berkali-kali. Permainan gila Mingyu hari ini sudah selesai melebihi ekspektasinya. Ia benar-benar dipuaskan oleh lubang Wonwoo yang ketat itu. Ah, ia merasa sangat beruntung.

‘Gua suka sama lu, Gyu. Andai aja lu punya perasaan yang sama. Ah, betapa indahnya.’