monokrowm

haeziel kaget saat mendapat pesan dari jevierno, sampai-sampai ia menjedotkan kepalanya sendiri ke sandaran sofa. tapi, tak lama ia merasa kepalanya terhantuk sesuatu yang bukan sandaran sofa.

“kepalanya jangan begitu, sakit nanti.”

hampir saja haeziel terjatuh dari sofa karena saking kagetnya melihat jevierno sudah di hadapan dengan satu tangannya yang menahan kepala haeziel.

“lo— lo ngapain disini?!”

“tolongin kepala lo. kasian.”

“udah sana balik!” ucap haeziel sembari menutupi wajahnya dengan tudung hoodie.

jevierno bingung, “kenapa lo tutupin muka?”

“kepo, udah sanaaaa.”

“malu?”

“ENGGA!”

“oh, iya. malu.” suara tawa gemas keluar dari bibir jevierno sembari mengusak puncak kepala haeziel yang tertutupi tudung hoodie.

“bener ya kata renanda.”

“a—apa?”

“lo gembul.”

“ENYAH LO DARI APARTEMEN GUE.”

dengan hoodie kebesaran dan tudung hoodie yang menutupi kepala sampi wajahnya, haeziel keluar kamar setelah sepuluh menit.

“ngapain lo pake hoodie? perasaan dari pake kaos biasa. mana tuh muka ditutupin. coba liat.” renanda mendekat ke haeziel yang duduk di sofa paling jauh.

“hadap sini, njir. lo kenapa sih malah duduk belakangin kita?”

“malu gue.” bisik haeziel.

“hah? malu? malu sama siapa, mbul?” tanya renanda bingung. tidak juga sebenarnya, ia hanya ingin memancing haeziel. ya, kebetulan disini ada jevierno kan.

“bacot! jangan panggil gue mbul!” haeziel melemparkan bantal sofa kepada renanda dengan satu tangan, sedangkan satu tangannya yang lain memegangi erat kedua sisi tudung hoodie di depan pipinya.

“sinting, lo mah emang gembul.”

“lo pendek.”

“gembul.”

“pendek.”

“GEMBUL.”

“PENDEK.”

“KECIL.”

“BOCIL.”

demi menjaga kedamaian, nares berdiri dari sofa lalu menggeret lengan renanda. “yang, kita ke mekdi yuk, makan dulu. haeziel kita ke mekdi dulu. tenang, gue beliin kok. bro, ke mekdi dulu ya.” ujar nares dan langsung pergi begitu saja.

menyisakan haeziel dan jevierno di ruang tengah.

haeziel membukakan pintu untuk renanda dan nares. benar, hanya ada renanda dan nares.

menghela nafas lega, haeziel mempersilahkan sepasang kekasih itu masuk. “untung beneran, ayo masuk.”

“beneran apa?” tanya nares bingung.

“engga ada jevierno, yuhuuu!” jawab haeziel senang sembari tertawa.

“siapa bilang engga ada jevierno? nih anaknya di belakang gue.”

luntur sudah senyum haeziel. di balik tubuh nares ada jevierno yang tengah menatapnya dengan senyum mengembang.

senyum, loh. salah satu hal yang jarang bahkan hampir tidak pernah jevierno tunjukkan.

mengambil seribu langkah, haeziel langsung kabur begitu saja lalu masuk ke dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya, “TEMEN ANJING!”

“GUE GA NGAPA-NGAPAIN NYET?!” balas renanda yang baru saja duduk di sofa.

“mau jeje.. renaaannn, jeje manaaa?” racau haeziel sedari tadi.

renan cukup kewalahan menghadapi haeziel yang sedang mabuk. cukup merepotkan. harusnya ia tidak meninggalkan haeziel sendiri bersama sekumpulan botol-botol beralkohol.

“lo tuh bisa ga sih, kalau ada apa-apa cerita. jangan di pendam sendiri.” renanda sedih sebenarnya. ia tak tau pasti kenapa haeziel sampai seperti ini. mabuk berat bukanlah gaya haeziel.

haeziel malah asik memeluk erat tubuh renanda sembari terus meracau tidak jelas. dan renanda yang senantiasa mendengarkan semuanya.

“kangen..”

“gue liat dia setiap hari tapi kangen! gara-gara perjanjian idiot itu gue ga bisa leluasa liatin diaaaa.”

“ga boleh bikin rusuh, padahal itu salah satu cara gue biar dapat perhatian dari dia.”

“gue ga jadi asisten dia lagi, padahal itu satu-satunya kesempatan dimana gue selalu ada di samping dia.”

“bahkan gue sampai tonjok-tonjokan sama dia di arena. gue juga bingung kenapa gue sama dia haru kayak gitu. sakit..”

pelukan pada tubuhnya mengerat, renanda menoleh ke arah haeziel. kaget ketika ia melihat haeziel menangis.

“ziel..”

“minta maaf sama renaann. karena pernah cemburu sama lo karena dia suka sama lo, sahabat gue sendiri.”

renanda terdiam. ia sama sekali tidak mengetahui fakta yang satu itu.

“hahahaha lo pasti bakal ketawain gue kan? iyaa kannn? hidup ini penuh canda dan tawaaa.” berubah 180°, haeziel kini tertawa. lebih ke tertawa miris.

“ayooo, minum lagi!” dengan gelas berisikan minuman alkohol, haeziel siap menenggak kembali minuman tersebut.

“berhenti.”

sampai satu tangan menggenggam erat tangan haeziel untuk menghentikannya.

“huh?”

disana ada jevierno dengan nafas terengah-engah. “berhenti. pulang sekarang.”

jevierno melempar kunci motornya kepada rico setelah begitu saja. “bawa motor gue ke rumah lo dulu.”

“lo mau kemana?”

bukannya menjawab, jevierno justru merebut kunci mobil milik nares dari sang pemilik. dan berjalan terburu-buru menuju mobil nares.

“maksud?”

“gue yang bawa. ke night club deket sini.”

“TOLOL, KOK LO NGETWEET BEGITU SIH? NARES JADI TAU!” ujar renanda dengan berteriak supaya suaranya dapat terdengar di tengah alunan musik dj yang memekakkan telinga.

haeziel tertawa puas melihat reaksi renanda, “nyenyenyeeee.”

“kambing. gue mau nyusul sena sama mirza ke dance floor, ikut?”

“ga mau.”

“oke, kalau lo mau minum, minum sedikit aja. jangan berlebihan!” tegas renanda pada haeziel sebagai peringatan.

“ya ya yaaa, udah sana turun.”

“bener loh ya?”

“iyaaa, danuar renanda.”

jam pulang sekolah tiba, semua murid berhamburan keluar kelas untuk segera sampai rumah masing-masing. tapi, tidak sedikit juga yang memilih keluar kelas saat keadaan sudah cukup sepi. seperti haeziel dan kawan-kawan.

“itu kan yang namanya kak haeziel? ganteng sih, tapi sayang nakal.”

baru saja kaki kanannya menyentuh lantai dasar, haeziel bisa mendengar seseorang yang tengah membicarakan dirinya.

“kasian banget kak jevierno harus repot-repot ngurusin orang kayak gitu.”

*“lo jangan ngomongin kak haeziel kayak gitu. ketauan baru tau rasa nanti.”

“bagusnya apa sih? gue yakin kak haeziel kerjaannya cuma main, main, sama main. bikin jelek sama lensa aja.”

“asik banget ngomongin gue. mau gabung dong.”

sekumpulan perempuan yang baru saja membicarakan haeziel langsung terdiam ketika oknum yang dibicarakan muncul.

haeziel berjalan mendekat, “kenapa diem? kan ga bagus ngomongin orang di belakang, ini gue udah di depan kalian semua loh.” ucap haeziel dengan sarkas.

semua orang di sana memperhatikannya. termasuk jevierno serta pengikut setianya.

“mau lo samperin?” tanya nares pada jevierno lalu hanya di jawab gelengan oleh jevierno.

kembali ke haeziel. haeziel menangkap salah satu diantara perempuan disana yang menatapnya dengan, entahlah, tidak suka?

haeziel semakin mendekat pada perempuan itu. dapat ia tebak kalau orang ini lah yang membicarakannya. “oh? mirza, yang ini orangnya?” tanya haeziel pada mirza dengan terkejut.

“iya yang itu.”

“maksud kakak-kakak ini apa ya? kok liatin aku sampe kayak gitu?”

“ngaca atuh neng, situ yang ngeliatin temen gue sampe tuh mata mau keluar.” ucap sena menggebu-gebu karena kesal.

“sabar, sen. kenalin sama gue haeziel chandratama. btw, nama lo putri anastasya, kan? kelas 10 ipa 1.”

yang di maksud mengangguk, “kakak tau darimana?”

haeziel tertawa geli, “tau dong, semua tentang lo. murid pindahan dari sma angkasa. milih pindah ke lensa karena suka sama salah satu manusia disini. dan satu lagi, point paling penting, lo masuk lensa dengan cara nyogok guru.” jelas haeziel dengan diakhiri senyuman miring.

mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya, sebuah amplop putih dengan logo sma lentera bangsa di pojok kanan. “ini, surat pengeluaran lo dari sini. gue ga terima lensa kemasukan manusia yang demen nyogok guru.”

haeziel langsung melangkah pergi begitu saja meninggalkan keterkejutan disana.

“siapa yang mau nitip minum? cepet, gece ga pake lama. satu, dua—”

“sabar, nyet. gue lagi ngambil duit. nih, es teh.”

“gue juga, samain aja.”

“je, lo ga mau?”

jevierno menggeleng dan memasukkan handphone miliknya ke dalam saku celana. kini ia, nares, harris dan rico sedang di kantin. suasana ramai bercampur suara tawa, canda, bahkan teriakan para perempuan saat melihat ke arah mejanya. entah mengapa, semuanya terasa sepi bagi jevierno.

“HAHAHAHAHA MAMPUS. makanya kalo ada ulangan tuh ya belajar!”

sampai satu tawa menarik perhatiannya. itu haeziel.

pandangan jevierno kini terfokus pada haeziel. ia tak sendiri, ada renan, sena, dan mirza di sampingnya. tatapannya tetap kepada haeziel, walau sekitar gaduh bukan main karena nares dan rico sedang berebut gorengan terakhir di piring.

tatapannya menajam kala melihat haeziel tampak akrab dengan harris di dekat stand minuman. sadar atau tidak, jevierno berdiri dari tempatnya. niat hati ingin menghampiri haeziel dan harris yang kini tengah bercanda dan tertawa.

baru lima langkah, tiba-tiba saja satu murid perempuan menghentikan langkahnya. “umm, kak jevierno, ini ada coklat buat kakak.”

sorakan langsung memenuhi kantin, semua pandangan tertuju pada jevierno dan murid perempuan ini.

bukan jevierno namanya jika tidak masa bodoh. ia membuang pandangan ke arah lain. sayangnya, pandangannya langsung tertuju pada haeziel sedang menatapnya juga. dan tak lama haeziel berlalu pergi.

“senaaaa, anjing! lepas sepatu lo sebelum naik ke kasur gueee.” teriak haeziel saat melihat sena yang berada di atas kasur kesayangannya. sena sendiri langsung berlari menjauhi haeziel.

“stop, semua berhenti.” ucap mirza yang membuat semua berhenti.

“kenapa?” tanya haeziel.

“lo masuk base sekolah.”

“kayak yang udah gue sama renan jelasin didalam tadi. lo jangan merasa bersalah sama gue dan renan, tapi sama haeziel. gila, anak orang di ajak adu jotos.” ucap nares dengan tawa di akhir kata.

nares menoleh ke arah jevierno dengan senyum kecil, “kita. gue, renan, haeziel, dan lo punya porsi kesalahan masing-masing. gue yang engga langsung jelasin, kasih tau ke lo bahkan mencegah. karena gue takut persahabatan kita rusak,”

“renan yang yang bingung buat ambil tindakan dan berakhir minta tolong sama sahabatnya. bahkan dia ga expect haeziel bakal ambil langkah sejauh ini demi dia,”

“haeziel yang engga terlalu terbuka dan cerita ke renan tentang gimana caranya dia buat jauhin lo dari renan,”

“dan buat lo, ya lo pasti tahu lah kesalahan lo sendiri kayak gimana.”

jevierno termenung mendengar semua penjelasan dari sahabatnya. pandanganya kini terfokus pada seseorang yang tengah bercanda riang seperti tidak ada beban. tawanya terdengar ceria walaupun dengan luka sobek pada sudut bibirnya.

itu haeziel. dengan renan, mereka baru saja keluar dari basecamp.

nares sadar jika pandangan jevier tertuju pada haeziel. satu tangannya merangkul pundak jevier, “minta maaf sama haeziel, jangan lupa.”