monokrowm

iredescent

“hansel?”

“anceeeel!”

masih belum ada jawaban dari hansel setelah reza dan rendra mengetuk pintu kamar hansel.

“hansel tidur kali.” ucap reno.

sean menggeleng sembari memasukkan keripik kentang hasil nyolong dari arjuna kedalam mulutnya, “mana mungkin. hansel jam segini mah belom tidur.”

“eh, bisa jadi kan? besok dia mau geladi resik.” arjuna ikut menyemili keripik kentang yang ada di tangan sean.

semua penghuni kos berfikir keras.

jadi begini, setelah gerhana dan felix sampai di gerbang kos-kosan, hansel langsung menyambar kantung belanjaan di tangan felix. begitu membuka dan melihat isinya, hansel justru menghentakkan kakinya sebal dengan mengembalikan kantung belanjaan dan berlari masuk ke dalam kos meninggalkan felix, gerhana, dan juga nathan yang masih di sana.

“woi curut.” panggil yulio kepada felix dan gerhana.

“naon?” sahut gerhana.

yulio berjalan mendekati felix, “lo beneran beli cokelat, kan? coba sini gue liat.”

“beneran lah, ya kali bohongan.” kini kantung belanjaan berpindah tangan ke yulio.

begitu melihat belanjaan yang di bawa, yulio menggela nafas perlahan. tatapannya mengarah pada dua orang di hadapannya.

“apa?” tanya gerhana dengan polos.

“lo belinya bukan cokelat tapi wafer cokelat.”

semua orang menatap gerhana.

“itu—”

“gerhana! gerhana yang pilih bukan gue. bye!” belum apa-apa felix sudah berlari menuju gedung seberang dimana kamarnya berada.

“anu, duit gue tinggal sepuluh ribu. mana cukup...”

reza lagi-lagi menepuk keningnya. “saran gue, mending lo jangan ketemu hansel dulu—”

“MANA BISA BEGITU?!”

sebelum perdebatan di mulai, sean lebih dulu memanggil yang lain untuk menuju kamarnya. “gais, sini deh.”

“kenapa?”

“gue ada rencana.”

iridescent

penasaran sama apa yang buat mereka misuh sama pakai capslock? yang buat mereka begitu tidak lain dan tidak bukan ya, hansel.

hansel tiba-tiba aja noleh kebelakang dimana teman-teman lagi lihatin dia lalu hansel mengulurkan lidah meledek ke arah rendra dan yang lain. setelahnya, menyenderkan kepalanya di atas pundak nathan. kayak orang pacaran.

senderan doang tapi udah bisa bikin heboh sekampung.

bahkan rendra udah berdiri begitu juga sama reno yang siap buat misahin hansel sama nathan. dua orang berdiri ya yang lain juga ikut. sampai anak black wolf harus turun tangan buat cegah mereka semua.

sedangkan hansel cuma diem aja padahal dia dengar semua keributan dibelakangnya.

“hansel?” panggil nathan.

yang dipanggil justru menunjukkan gestur supaya nathan mengecek handphone miliknya sendiri sembari hansel mengeratkan pelukannya pada lengan nathan serta kepalanya yang menunduk.

nathan sedikit bingung, tapi hanya bisa mengangguk dan membuka handphonenya.

“Baru selesai berlatih, Lee?” tanya Jeno kepada seseorang yang ia temui ketika hendak kembali ke kabin Ares.

Menghela nafas panjang, Haechan merotasikan kedua matanya saat mendengar pertanyaan konyol itu. “Menurutmu saja. Aku tengah membawa sebuah pedang dan apa kau akan berfikir aku baru saja menangkap ikan?”

“Kau tahu? Lebih baik kau berhenti berlatih pedang. Sekeras apapun kau berlatih, tetap saja tidak akan bisa menandingi ku, keturunan Ares.”

“Siapa kau berani mengatur ku untuk tidak berlatih pedang? Aku keturunan Apollo tentu harus menguasai panah dan juga pedang untuk melindungi para pemanah!”

“Oh, ya?”

“Lebih baik tutup mulutmu. Akan ku buktikan pada permainan Tangkap Bendera sebentar lagi.”

“Akan ku perhatikan kemampuan pedang mu itu, Lee.”

#189

iridescent

sekarang semuanya udah kumpul ditempat yang di janjikan. rendra dan reno juga udah balik dari rapat kecil-kecilan karena besok udah mulai geladi resik.

begitu rendra dan reno sampai, kagetlah mereka berdua lihat hansel peluk salah satu lengan nathan dengan segelas ice chocolate di tangannya. hampir aja rendra ngamuk dan niat buat tarik nathan menjauh dari hansel.

iya lah, bayangin aja dia baru sampai langsung di suguhin pemandangan yang aduh... bikin terheran-heran dan emosi.

sebelum rendra berhasil jauhin nathan dari hansel, dia udah lebih dulu di tarik sama gerhana.

“ngapain sih anjir?! itu si nathan ngapain sama hansel— bangsat tangan lo bau banget.”

“hehehehe maklum gue belum cuci tangan.”

perkara tangan gerhana bungkam mulut renda biar engga banyak omong tapi berujung gelud.

tapi untung ada yang waras. reza misahin mereka berdua dengan cara kedua kepala mereka di jauhin gitu aja. udah kayak misahin anak kecil berantem.

“gerhana, lo kalo masih mau ribut disini nanti gue lapor ke papi, mau? renda, lo kalo masih mau ribut juga, boneka moomin segede gaban di kamar lo mau gue ilangin?”

auto kicep renda sama gerhana dengar ancaman dari reza.

jadinya para anggota pemburu harta fokus pantau hansel yang masih asik nempel sama nathan. takut-takut ada pergerakan yang lebih mengejutkan. lagi pada mode maung.

sedangkan para anggota black wolf bingung kudu ngapain juga engga tau. ikut pantau hansel sama nathan? engga dulu, deh. kelihatan banget jonesnya.

“sean.”

“apa lo? jauh-jauh dulu sono.”

eric yang dari pagi udah ada niatan buat jahilin sean pun engga jadi. baru di panggil gitu aja udah bikin ngeri. bisa-bisa di lempar ke pohon di deket mereka.

iridescent

“eh tungguin gueee!” begitu lihat teman-temannya lari ke arah coffee shop berlogo putri duyung yang terkenal itu, arjuna lari kejar mereka semua secepat yang dia bisa.

sadar ada orang yang ikutin, yulio berhenti dan menoleh belakang. “sini, jun! cepetan elah.” greget. yulio geret tangan arjuna biar larinya cepet.

orang disekitar mereka lihat dengan bingung. be like, ada apa sih? secara enam orang lari buru-buru udah gitu bergerombol. jangan lupa mulut mereka yang 11 12 kayak toa alias engga bisa diem.

“HANSEEELLL, SINI GUE BANTUIN BENERAN DEH!”

“MY BABY HANSEL!”

“SEL, GUE BANTUIN SINI. GUE GA MAU DI TERIAKIN MALING HUHUHUHUU.”

sean, felix, dan gerhana adalah tiga terdepan dalam perlarian ini. di belakang mereka bertiga ada reza, yulio dan juga arjuna yang masih di geret sama yulio.

engga sampai tiga menit, mereka berenam hampir sampai di tujuan. di depan sana ada hansel yang berdiri dengan kedua tangan masing-masing menenteng minuman pesanan dari teman-temannya itu. oh, jangan lupa, di tambah muka sebel nan keselnya hansel sambil liatin kawanan orang yang lagi lari ke arahnya.

“sini sini tak bantuin ya, tangan gue udah ga pegel lagi kok. beneran deh.” secepat kilat, sean mengambil alih semua minuman dari tangan hansel.

lain sean, beda lagi sama dua dari tiga kembar pramudiharja. gerhana dan felix.

gerhana jongkok didepan hansel dengan kedua tangan dibelakang punggungnya. “ayo, sini gue gendong biar engga pegel. ayo naik. go go go!”

“huhuhuhu anak ku yang paling gemes, paling gembul, pokoknya paling lucuuuu.” yang ini felix heboh sendiri sambil peluk hansel dan juga kedua pipi hansel di tangkup sama felix terus ditekan pelan.

hansel gimana? hansel diem, masih kesel dia tuh. dalam hati udah bertekad bulat mau kerjain balik temen-temennya ini.

“gila— lo bertiga cepet banget larinya.” tanpa lihat lagi dimana, arjuna langsung duduk begitu aja. ngos-ngosan. padahal jarak dari tempat kumpul ke coffee shop ini deket. toh, saling berseberangan.

engga cuma arjuna, reza juga duduk disampingnya.

maklum aja ya, faktor u.

yulio berjalan mendekati orang-orang yang lagi heboh sendiri. “hansel mana?”

“ini nih hansel! tapi cuma diem doang gimana donggg.” jawab felix sambil arahin wajah hansel yang lagi ditangkupnya ke arah yulio.

terpampang lah wajah polos hansel dengan mata bulat lucu, pipi yang ditekan, serta bibir sedikit mengerucut.

kalau lebih di perhatikan, pandangan hansel bukan tertuju ke yulio. tapi ke belakang yulio.

“udah yukk, balik lagi ke tempat terus—”

“jevano!”

bruk

semua mata tertuju pada hansel yang secara tiba-tiba peluk jevano.

iya, hansel peluk jevano.

mulai dari arjuna, reza, sean, dan felix sampai rafi, ilhan, eric, yafizan, dan jevais yang baru sampai di buat melongo kaget lihat kejadian barusan.

kecuali gerhana. karena dia nyungsep di lantai gara-gara kedorong sama hansel.

nathan juga kaget bukan main. bayangin aja tiba-tiba di peluk sama gebetan padahal lagi engga nonton film horor.

“h-hansel?”

“mau sama jevano aja, soalnya yang lain nyebelin!”

nathan boleh seneng sampai jungkir balik ga?

⚠️ harshword and mention of kiss.

“Hah...”

Entah sudah berapa kali Haechan menghela nafas kasar selama perjalanannya menunju halte bus dekat sekolah dengan langkah terburu-buru. Mau tak mau Haechan harus berjalan cepat karena awan sudah berubah warna menjadi abu-abu dan juga angin cukup kencang berhembus pertanda ingin hujan.

Ini semua gara-gara Renjun, pikir Haechan.

Kalau saja sahabatnya itu tidak melupakannya dan malah pergi untuk menonton kuda nil putih, Haechan pasti sekarang sudah di rumah. Duduk manis di depan televisi atau bergelung dalam selimut hangat.

Renjun dan Haechan berjanji untuk pulang bersama. Ya, berhubung Renjun hari ini membawa mobil. Apa salahnya Haechan nebeng, kan? Dan Haechan juga sudah meminta Renjun menunggunya di parkiran karena hari ini adalah jadwal piket membersihkan kelas untuk Haechan. Jadi ia harus pulang sedikit terlambat.

Tapi yang ia dapatkan justru ditinggal begini.

“Awas lo, Huang. Bakal gue abisin itu isi dompet lo.” dumal Haechan.

Jaraknya dengan halte bus tinggal 250 meter lagi. Namun, sial. Awan tiba-tiba saja menurunkan para penumpangnya begitu saja.

Hujan.

Haechan langsung berlari secepat yang ia bisa. Cukup sulit berlari dengan sandal jepit sebagai alas kaki. Beruntung, Haechan dapat memasuki halte bus sebelum seluruh tubuhnya bahas kuyup.

Kembali menghela nafas, Haechan menunduk sembari memperhatikan sandal yang ia gunakan.

“Ketos sialan.”

Setelah acara balikin-sepatu-gue dan penggebrakan meja kantin, sepatu Haechan engga juga di balikin.

Engga mau terus-terusan kesal, Haechan duduk pada bangku halte bus. Cuma ada dia. Sendiri.

Kepalanya sedikit mendongak melihat bagaimana air hujan turun dari langit, mobil berlalu lalang menerobos hujan, orang-orang berjalan kaki dengan payung sebagai pelindung dari hujan, dan kini pandangannya tertuju pada tetesan air hujan yang jatuh dari atap halte ke genangan air kecil di jalan.

Terhitung sudah lima menit Haechan menatap tetesan air hujan. Selama itu juga Haechan masih sendiri di halte bus.

Saking fokus pandangannya, semakin larut juga pikirannya dan melupakan bagaimana beberapa bagian tubuhnya basah kuyup di terpa angin dingin. Pikiran Haechan sudah melayang jauh. Jauh menuju masa kecilnya.

Kepada kenangan manis bersama seseorang. Seseorang yang entah dimana keberadaannya.


“Nono tungguin Echan!”

terlihat anak laki-laki dengan jas hujan bergambar beruang di lengkapi juga dengan sepatu boots berwarna senada dan payung kecil di genggamannya, berlari mengejar anak laki-laki lainnya yang sudah jauh di depannya.

“Echan lelet huuuuu—”

splash

“Rasain hahahahaha!”

Tawa cempreng terdengar riang di tengah hujan menertawakan aksi yang ia lakukan sebelumnya, yaitu melompat pada genangan air dan cipratan air itu mengenai wajah temannya yang meledek kepadanya.

“Awas loh ya, Nono balas!”

“Lariiiiii!”

Kini keduanya saling mencipratkan air dengan cara melompat pada genangan air. Kejar-kejaran, berlari kesana dan kemari, saling tertawa bahagia tak menghiraukan bagaimana keadaan mereka besok karena sudah main hujan seperti ini. Yang penting senang-senang aja dulu.

Hachi!”

Kedua anak kecil itu berhenti kala mendengar suara bersin dari salah satunya.

“Echan kenapa? Echan sakit? Pulang yuk.”

Anak kecil dengan jas hujan bergambar robot mengampiri anak kecil dengan jas hujan bergambar beruang —Echan—.

“Ih Nono, Echan engga apa— hachi!”

“Ayooo pulang sekarang nanti di marahin sama papi loh.” Nono menggenggam erat tangan kecil Echan dan menariknya lalu berjalan meninggalkan taman perumahan mereka.

“Engga mau pulang! Echan mau main!”

Bukan Echan namanya jika tidak memberontak.

Tidak ada cara lain, Nono mendekatkan wajahnya pada pipi gembil Echan lalu mengecupnya. “Bubu selalu cium pipi Nono kalau Nono engga nurut. Jadi Nono cium pipi Echan biar Echan nurut sama Nono. Ayo pulanggg.”

Belum sempat menjawab, Echan kembali di tarik Nono menuju rumahnya. Ya bagaimana, Echan sendiri juga kaget saat di cium pipinya.


Senyum kecil terlihat pada wajah Haechan kala mengingat masa kecilnya dengan seseorang. Bisa-bisanya ia salting dengan kecupan di pipi.

“Hoi.”

Senyumnya lantas luntur begitu saja ketika Haechan mengalihkan pandangannya ke depan. Disana ada si ketos sialan yang baru saja turun dari motor ninja hitam dan abu-abu milik sang empu.

Mendengus kesal, Haechan mengalihkan lagi pandangan ke samping supaya tidak melihat orang yang menurutnya sangat sangat sangat menyebalkan dan sedikit menggeser duduknya ketika ia rasa ketos itu duduk di sampingnya.

“Ini.”

Haechan sedikit melirik ke arah paper bag yang di sodorkan oleh orang di sampingnya.

“Apaan?”

“Sepatu lo.”

sret

Secepat kilat Haechan mengambil alih paper bag itu dari Jeno, orang di sampingnya aka si ketos sialan. Panggilan khusus Haechan untuk Jeno.

Haechan membuka paper bag yang sudah agak basah itu dan mengambil sepatu miliknya. “Sepatu gue huhuhuhu.”

Tanpa menunggu lama, Haechan mengganti sandal yang ia pakai dengan sepatu. Masa bodoh jika sepatunya yang akan basah.

Semua gerak-gerik Haechan tak luput sedikit pun dari Jeno. Jeno terus menatap Haechan dengan lekat dan sesekali tersenyum kecil.

“Ga ada terimakasih, nih?”

“Ga.” jawab Haechan cepat menjawab pertanyaan Jeno.

Hujan masih turun, justru bertambah deras. Rintik air semakin cepat menuruni atas halte. Air hujan semakin deras pula membasahi moto ninja milik Jeno.

Keduanya terdiam. Tidak ada basa-basi. Tidak ada obrolan hangat. Ya, setidaknya untuk menghangatkan suasana. Mau bagaimana lagi, keduanya rival di sekolah. Jeno di ketos yang galak lagi tegas dan Haechan si berandal nakal pembuat onar yang suka sekali mengganggu OSIS.

Hampir tujuh menit mereka terdiam.

Haechan mengigit bibir bawahnya. Kedua tangannya saling menggenggam, sesekali ia menggosokkan agar hangat. Ketara Haechan kedinginan sekarang.

“Pake.” suara berat memecahkan keheningan di antara mereka. Jeno menyodorkan jaket miliki kepada Haechan.

“Lo gila kasih gue jaket basah—”

“Cuma luarnya aja yang basah tapi dalamnya engga. Anti air. Pake sekarang.” jelas Jeno dengan tegas.

Haechan menurut? Tentu tidak.

“Ga, makasih.”

sret

Jeno membalikkan tubuh Haechan supaya menghadap ke arahnya dan dengan cepat memakaikan jaket miliknya pada tubuh Haechan.

Yang di pakaikan jaket justru kaget bukan main. Kedua bola matanya membola kaget sesekali mengerjap pelan. Tatapan Haechan mengarah pada wajah Jeno yang tengah serius memakaikan jaket pada tubuhnya.

“Gue tau gue emang ganteng. Ga usah ngeliatin begitu.”

Haechan tersadar dan spontan mengalihkan pandangannya. “Sialan.”

“Berandal kecil ga boleh ngomong kasar.” ejek Jeno disertai kekehan gemas.

“Suka-suka gue!” pekik haechan kesal sembari merapatkan jaket milik Jeno yang kebesaran di tubuhnya. Hangat.

Jeno hanya menggeleng pelan. Gemas pikirnya. Laki-laki berparas tampan tapi lebih banyak manis disampingnya ini benar-benar menggemaskan. Bagaimana ia marah, kesal dengan menggembungkan kedua pipi gembil itu, bagaimana bibir berbentuk hati berceloteh saat protes kepadanya dan masih banyak lainnya.

Tanpa basa-basi, Jeno meraih satu tangan Haechan lalu menggenggamnya erat dan berdiri dari bangku halte bus. “Hujannya udah reda, ayo gue anter pulang.”

Haechan ikut berdiri, menggeleng. “Ga perlu, gue bisa pulang sendiri.” ucap Haechan sambil melepaskan genggaman tangannya pada tangan Jeno. Tapi nihil, tangannya tidak terlepas tapi justru semakin erat di genggam.

“Lepas.”

“Ga akan. Pulang sama gue.”

Jeno langsung saja menarik tangan Haechan keluar dari halte bus menuju motornya.

“Tapi gue engga mau, anjing— aww!” protes Haechan dengan masih berusaha melepaskan genggaman tangannya namun tiba-tiba saja kepalanya menghantam sesuatu yang dapat ia pastikan itu pasti dada Jeno.

Sedikit mundur, dapat Haechan lihat Jeno yang kini tengah menatapnya dengan lekat dan tajam. Oh, Haechan bahkan baru pertama melihat Jeno seperti sekarang.

“A-apa?!” tidak ingin terlihat terintimidasi, Haechan malah terlihat gugup dan nada suaranya sedikit meninggi.

“Gue udah bilang kan, berandal kecil ga boleh ngomong kasar.” Jeno mendekatkan wajahnya tepat di depan wajah Haechan.

“Atau gue harus panggil lo berandal manis aja, ya?”

“Siapa lo ngatur-ngatur gue?”

“Kalau lo lupa, gue kan pacar lo.”

“GILA! SEJAK KAPAN?”

“Sejak lo nginjek kaki gue di ruang OSIS tadi. Sekarang ayo pulang. Kalo lo ga nurut, gue cium mau?”

Setelah perdebatan kecil, entah apa yang merasuki Haechan untuk pertama kalinya ia menurut pada Jeno. Naik ke jok belakang motor Jeno bahkan sampai melingkarkan kedua tangannya pada Jeno.

“Siap?”

“Jen, tunggu.”

Jeno melepaskan kaca helm full face miliknya dan menolehkan kepalanya ke arah Haechan. “Kenapa?”

“Lo— kita saling kenal ga sih sebelum ini?”

“Nono mau kemana? Mau pergi kemana? Echan mau ikuuutt!”

“Engga boleh! Soalnya Nono mau pergi jauh, engga ketemu echan lagi...”

“Kok gitu?! Nono jahat sama Echan!”

“Maafin Nono ya, Echan. Nono harus pergi. Tapi, Nono janji kita pasti ketemu lagi! Biar Nono yang temuin Echan lagi.”

“Nono janji, ya?”

“Janji! Kalau Echan kangen sama Nono, Echan lihat pelangi aja.”

“Kenapa pelangi?”

“Nono baca di buku, katanya lihat pelangi itu supaya kita ingat kalau ada yang cinta sama kita.”

“Tapi kita masih kecil tauuu, kata papi engga boleh ada cinta cinta begitu!”

“Engga apa-apa, nanti kita jadi besar dan udah boleh ada cinta cinta begitu. Echan kuat kan tunggu Nono?”

“Kuat! Sampai ketemu nanti pas udah besar, Nono!”

“Sampai ketemu juga Echan!”


10 tahun kemudian.

“Heh, ketos! Balikin sepatu gue, sepatu baru tuh.”

Haechan berjalan dengan menghentakkan kedua kakinya yang sekarang tanpa alas kaki kearah segerombolan murid yang sedang asik makan siang di kantin. Tujuannya adalah murid baru yang ajaibnya bisa jadi ketos tahun ini.

Kini ia sudah berseragam putih dan abu-abu. Bukan lagi merah dan putih atau bahkan seragam bebas.

Orang yang di maksud haechan justru memasang wajah santai. “Sepatu lo pantes di sita. Apa-apaan sekolah pake sepatu warna merah.”

Menarik nafas lalu menghembuskannya dengan keras, haechan sudah tak tahan dan langsung menggebrak meja kantin yang di tempati oleh ketos dan teman-temannya itu. Sontak satu meja terkejut bukan main selain si ketos.

“Gini ya Lee Jeno si bapak ketos sialan yang terhormat, itu sepatu gue belinya pake uang bukan daun dan gue lagi coba doang tadi. Cuma lupa ganti sepatu aja.”

Jeno berdiri dengan kedua tangan berada di dalam saku celana. Mendekati haechan dan juga mendekatkan wajahnya ke berandal kecil di hadapannya. Begitu panggilan Jeno kepada Haechan.

“Kalo mau sepatu lo balik, temuin gue di ruang OSIS. Sendiri.”

“Gila, mau ngapain?”

“Jadiin lo pacar gue.” ucap Jeno tepat di samping telinga Haechan.


“Jeno, tolong berhenti suka sama gue, bisa?”

“Engga bisa.”

“Demi Tuhan, Lee Jeno. Lo tau jawaban gue dari SMA sampai sekarang kita kuliah juga tetep sama. Gue suka sama orang lain—”

“Cinta malah. Tau kok gue. Udah hafal luar kepala.”

“Itu tau.”

“Namanya Nono, kan?”

“Tau dari mana?”

“Kalau Nono itu gue, lo mau kan jadi pacar gue?”

”....”

“Hai, Echan.”

iredescent

wajah hansel kini jelas menahan malu terlihat dari wajahnya yang memerah. iyalah, wong udah teriak eh malah salah sebut nama. gimana engga malu coba.

hansel kembali duduk dari posisi berdirinya. menolehkan kepala ke samping kirinya, ada nathan yang tak berhenti tertawa karena tingkah memalukannya tadi. “jangan ketawaaa!” pekik hansel dengan kedua pipi sedikit mengembung. tanda hansel kesal.

“hahahaha oke oke, maaf. tapi tadi tuh lucu banget.” nathan perlahan berhenti tertawa. memutar tubuhnya menghadap hansel, nathan menatap hansel. “kalau ga tau namanya tinggal tanya aja.” lawan bicara nathan hanya mengangguk paham.

keduanya terdiam. sekarang sudah tepat pukul lima sore. itu yang tertera di layar handphone nathan. “hansel, mau pulang sekarang?” tawar nathan.

hansel menggeleng pelan, “belum, jevano kalau mau pulang duluan engga apa-apa kok.” pandangan hansel kini mengedar ke seluruh penjuru taman.

sadar kan hal itu, nathan juga ikut mengedarkan pandangannya mengikuti hansel. “cari siapa?”

“cari kak dery.”

diem. nathan beneran diem.

hansel berdiri dan melambaikan tangannya ke arah seseorang yang melangkah menuju mereka berdua. “kak derrryyy!”

“si gembul.” hendery langsung merangkul hansel sesampainya di tempat. menoleh ke nathan, “ada nathan ternyata. hai, bro.”

nathan ikut berdiri dengan kekehan canggung. “hehehehe hai, bang hendery.”

“loh, kak dery kenal jevano?” tanya hansel. posisinya berada di antara hendery dan nathan. tentu masih di rangkul hendery.

sedikit mengibaskan rambutnya, hendery mengangguk. “kenal dong. nathan sama kakak kan balapan di sirkuit yang sama.” sedangkan nathan hanya mengangguk mengiyakan perkataan hendery.

setelahnya kakak beradik itu terlihat mengobrol dan sesekali melempar candaan. ya dengan nathan sebagai penonton terdekat.

nathan cuma liatin orang-orang jalan, liatin pohon, daun bergoyang, bangku kosong, dan begitu terus sampai suara hendery membuyarkan semua.

“than, lo beneran mau deketin adek gue?”

“hah?” nathan kaget woi. lagi bengong tau-tau di tanya begitu. sekarang aja mukanya udah planga-plongo.

hendery menepuk keningnya dan hansel menatap lekat nathan.

“lo beneran mau deketin adek gue?” tatapan hendery kini berubah serius. engga kayak sebelumnya.

menarik nafas lalu menghembuskan perlahan, nathan membalas menatap hendery mantap. “gue serius.”

“lo tau kan resikonya kalau lo main-main sama adek gue? jangankan gue, temen-temennya juga bisa hadepin lo duluan sebelum gue.”

hansel yang ada di tengah cuma perhatiin kakaknya dan nathan. engga bisa bantah apapun karena dasarnya hendery ini sama persis kayak papanya. hendery adalah pelindung pertamanya di kota rantau ini.

nathan mengangguk yakin. “gue tau. bahkan sebelumnya juga rendra dan yang lain udah kasih peringatan ke gue.”

“bagus.” hendery bertepuk tangan sendirian. “ga salah emang dek kamu punya temen kayak mereka. papa ga perlu nyewa bodyguard— aduh.” kan, hendery yang biasa udah balik.”

hansel menyikut pinggang hendery. “engga ada bodyguard. jangan kayak papa deh, lebay.”

“bilangin papa ya, masa papa di bilang lebay.”

“bilangin aja sana. nanti adek bilangin juga kalau kakak udah pacaran.”

“kakak bilangin balik kalau kamu ada yang deketin.”

“kakak nyebelin.”

“adek lebih nyebelin.”

mulai. kakak adek itu sekarang ribut.

sedangkan nathan menghela nafas lega. udah dapet tanda-tanda lampu hijau.

hendery berdiri dengan kedua tangan menghalau tangan hansel yang hendak mengerjainya. “duh, adek— nathan, lo belum dapet lampu hijau sepenuhnya dari gue— ADEK SAKIT!”

“nyebelin sih!”

“gue tunggu hari minggu di sirkuit — mbul sebentar heh tanding sama gue ntar gue kasih lampu ijo. udah dulu ye, ada beruang gembul ngamuk.”

“IHHH JANGAN KABUR!”

hendery beneran kabur abis kasih tantangan ke nathan. nathan sih engga masalah. toh cuma balapan gitu aja dia juga sering.

“jangan di denger omongan kak dery. suka ngelantur kemana-mana.” kata hansel dengan penampilan yang agak berantakan. abis perang sama hendery.

nathan mendekat ke hansel dan berdiri tepat di hadapannya. “ga masalah, balapan gitu aja kok.” ucapnya dengan lembut sembari merapihkan rambuh hansel yang agak berantakan.

yang lebih muda mendongakkan kepalanya sedikit untuk melihat nathan. hampir tak berkedip hansel melihat wajah nathan yang kini terkena bias dari sinar matahari sore dan juga rambuh hitam legam yang agak panjang itu bergerak karena angin. sadar atau tidak, semburat merah muda muncul pada kedua pipi tembam hansel.

tentu nathan sadar di lihat sebegitu lekatnya sama hansel. pengennya teriak tapi tetep harus jaga image.

tangan nathan yang sedari tadi menata rambut hansel perlahan turun menuju pipi hansel dan mencubitnya gemas tak lupa nathan juga tersenyum tampan. “udah liatinnya?”

bukannya kaget atau bagaimana, hansel justru menggeleng. kedua mata bulatnya masih saja menatap wajah nathan dengan bibirnya yang cemberut, “belum.”

sekarang malah nathan yang kaget.

iredescent

“jadi buat hansel dan nathan kebagian nge-mc dari jam tiga sore sampai jam tujuh malam dan setelahnya akan di handle sama mc yang lain. karena kita panitia udah siap dengan tiga pasang mc. takutnya kalau cuma satu pasang mc buat handle seharian penuh kan kecapekan nanti. paham ya? datang paling telat jam dua siang.” jelas salah satu dari dua panitia yang bertemu dengan hansel dan nathan.

dua orang yang di maksud hanya menganggukkan kepala pertanda mengerti. mereka udah berbincang sekitar 20 menit. mulai dari perkenalan, penjelasan soal bagaimana acara akan terlaksana, pemberian script untuk mc dan lain sebagainya.

“ada pertanyaan?”

nathan menggeleng sedangkan hansel mengangkat sedikit tangannya. “kalau sekarang belum ada pertanyaan tapi nanti ada pertanyaan, gimana?”

orang di sebelah hansel menoleh kearahnya. “kan ada gue, sel. nanti tanya aja.”

suara jentikan jari terdengar. “bener tuh, kan ada reno. pokoknya semisal ada pertanyaan apaaa aja langsung tanya. udah dulu ya, sampai ketemu besok lusa buat gladi bersih. terimakasih semuanya! duluan yaaa, buru-buru nih ada yang mau diurus lagi hehehehe.” sembari merapihkan pakaiannya ia terkekeh dan izin pamit duluan dari hadapan nathan, hansel, dan reno.

kini tersisa mereka bertiga. masih asik menikmati angin sore yang terasa sejuk. memang taman perpustakaan utama kampus mereka ini sejuk bukan main. di kelilingi oleh pepohonan rindang yang dapat menghalau terik matahari. beruntung, karena letak kampus mereka ini dapat di bilang daerah paling panas di pinggiran jakarta.

“oi, bro!” sapa seorang laki-laki dengan almamater kuning yang ia tenteng pada tangan kirinya. refleks ketiga orang yang tadi menikmati angin sore menoleh kearahnya.

nathan orang pertama yang sadar kehadiran orang itu. “eits, yafizan! ngapain lo kesini?”

yafizan —orang yang membawa almamater kuning— duduk di samping reno. “gue mau jemput reno.”

lagi, tiga orang disana menoleh kearahnya.

“tapi kan gue engga minta jemput?” tanya reno bingung. tadi memang iya reno di antar yafizan ke taman perpustakaan karena engga sengaja bertemu di depan fakultas. tapi ini?

yafizan mengendikkan bahu dengan wajah berfikir lalu memutar tubuhnya menghadap reno. “mungkin karena tadi pagi gue anter lo berangkat ke kampus ya harusnya sih gue juga anter lo pulang ke rumah. iya, kan?”

mengerjapkan mata berkali-kali, reno menatap bingung yafizan. “kata siapa begitu?”

“kata nathan.”

yang di sebut justru melotot kaget. “apa-apaan lo. gue engga pernah bilang begitu.”

“lo bilang begitu tadi pagi. katanya kan harus anter temen-temennya hansel, ya berarti harus anter pulang juga. yuk reno, pulang.” tanpa aba-aba yafizan berdiri dengan menggandeng salah satu tangan reno. “duluan boss.”

setelah berjalan beberapa langkah, reno menoleh ke arah hansel, “t-tapi itu hansel—”

“tenang, hansel pulang sama nathan nanti.” sela yafizan santai.

“HAFIZAN, ANTER RENO DENGAN SELAMAT! HARUUUS!”

yafizan berhenti sesaat, membalikkan tubuhnya. “Siap, hansel! Tenang aja, reno pasti selamat sampai tujuan. Btw, nama gue yafizan bukan hafizan.” yafizan tertawa begitu juga dengan reno. keduanya kembali melangkah menuju parkiran.

93

iredescent

“HANSEEEELL!”

merasa namanya di panggil, hansel menolehkan kepalanya ke sumber suara.

“GERHANAAAA!”

gerhana berlari kecil mendekati hansel di tengah-tengah ramainya mahasiswa dan juga mahasiswi yang lewat. secara mereka berdiri di tengah-tengah spot ramai orang.

“mau langsung pulang ga?” tanya gerhana sembari merangkul pundak hansel dan mengeluarkan kunci motor miliknya.

hansel menggeleng pelan, sedikit memasang wajah sedih serta bibir cemberut. “maaf, tapi gue harus ke taman perpustakaan kampus. mau ada ketemuan sama panitia.”

mengangguk paham, gerhana lantas menggandeng tangan hansel dan berjalan menuju parkiran fakultasnya. “gue anter, ayo. sekalian jalan-jalan nih.”

“ayooo!”

kini kedua terlihat berlari kecil menuju parkiran dengan tangan bergandengan. persis kayak anak sd baru pulang sekolah.

sesampainya di parkiran, gerhana langsung menaiki motor scoopy miliknya. “mau pake helm?” tawar gerhana sembari menyodorkan helm bogo ke hansel.

“engga mau. kan cuma mau ke perpustakaan aja, ngapain pake helm.”

“iya juga ya... ya udah, ayo naik.”

hansel pun lantas naik ke jok belakang motor scoopy dengan warna coklat itu.

perlahan gerhana mulai melakukan kendaraan roda dua miliknya menyusuri jalan kampus mereka yang luas. sesekali juga hansel atau gerhana akan menyapa beberapa orang yang mereka kenal. seperti saat ini.

“CIE CIEEEEE YANG BERDUAAN.”

uh— satu ini bukan sapaan, sih, lebih tepatnya ledekan yang disampaikan buat renda dan jevais yang terlihat berduaan di pinggir jalan.

“BERISIK!” teriak rendra yang justru di balas tawa oleh gerhana dan hansel.

motor berpenumpang dua orang itu terus melaju, berbelok ke kanan dan di kiri mereka terdapat pemandangan danau kampus. tinggal sedikit lagi sampai tujuan.

“nah, sampaaaii.” gerhana memberhentikan motornya hanya sampai gerbang perpustakaan.

hansel turun dari motor. tak lupa mengucapkan terimakasih diiringi lambaian tangan kepada gerhana. setelahnya gerhana kembali melajukan motor kesayangannya untuk di bawa jalan-jalan.

“hansel!” baru dua langkah berjalan, namanya sudah di panggil.

“eh, jevano?”

ya, yang panggil hansel itu nathan.

nathan mendekat ke hansel dan berdiri di hadapannya. “hansel baru sampai?”

mengangguk cepat tak lupa senyum manis, “iya, baru aja sampai. mau langsung ke taman?”

“boleh.”

keduanya masuk ke area perpustakaan. begitu masuk, mereka sudah sampai di taman perpustakaan yang di maksud reno maupun yafizan.

keadaan taman perpustakaan kini ramai. walaupun jam sudah menunjukkan pukul jam empat kurang lima menit, mahasiswa dan mahasiswi nampaknya enggan meninggalkan gedung yang penuh buku ini.

tak butuh waktu lama untuk mencari keberadaan reno. ia terlihat sedang duduk sesekali mengobrol dengan mahasiswa lain. nathan dan hansel menghampirinya.

“oh, udah dateng nih. duduk sini.” ucap salah satu panitia kepada hansel dan nathan.

kedua sudah duduk nyaman dengan samping kanan dan kiri terdiri dari jejeran panitia lainnya dan juga reno.

“kita langsung mulai aja ya. disini cuma mau sedikit aja yang mau diomongin. jadi gini...”

sekumpulan mahasiswa/i itu mulai fokus dengan apa yang mereka bahas. di temani dengan semilir angin sejuk pada sore hari yang mengelilingi mereka.