Chapter 2 — Class Members

Apa yang akan kamu lakukan jika memiliki potensi?

Hwanwoong memilih duduk di belakang, mengabaikan 5 pasang mata yang jelas-jelas menunjukkan rasa penasaran.

“Nama lo siapa?” Pemuda tinggi di depannya berbalik ke arah Hwanwoong, sambil menunjukkan senyumnya.

“Yeo Hwanwoong, lo?”

“Lee Keonhee. Lo baru dapet potensi ya?” Hwanwoong memasang wajah bingung.

“Oh, kalo lo bingung, kak Youngjo udah cerita tadi. Lo anak yang tiba-tiba muncul di koridor.” Kata Keonhee sambil melambaikan tangan ke arah Youngjo.

Youngjo membalas lambaian tersebut, tersenyum dan kemudian kembali fokus pada hal yang sejak tadi ia tulis.

Hwanwoong memilih diam, kemudian mengambil posisi nyaman untuk tidur, melupakan semuanya.

“Sore semuanya.”

Hwanwoong langsung terbangun, mendapati seorang wanita berdiri di depan kelas.

“Sleep on the first day, bukan sebuah contoh yang baik Yeo Hwanwoong,” Keonhee hanya tertawa mendengar kalimat tersebut.

Wanita tersebut tersenyum, sebelum melanjutkan kata-katanya. “Mungkin, kamu bisa memperkenalkan dirimu ke depan kelas? Karena pada jam 16:30 kamu akan tertidur lagi ketika saya menjelaskan materi hari ini dan kamu memutuskan untuk bertanya pada Keonhee perihal kelas hari ini.” Hwanwoong berkedip cepat, antara kagum dan juga takut.

Hwanwoong berdiri dari tempat duduknya, berjalan ke depan kelas. “Nama saya Yeo Hwanwoong, dari kelas 10-4,”

Hwanwoong menengok ke arah wanita tersebut sejenak, “apakah harus memperkenalkan potensi saya?”

“Tidak usah, saya sudah tahu dan saya rasa teman-teman sekelasmu juga sudah tahu.”

Hwanwoong hanya ber 'oh' pelan sebelum akhirnya duduk kembali.

“Kita mulai kegiatan hari ini. Sebelumnya, karena kita kedatangan anggota baru saya akan kembali memperkenalkan diri saya sendiri. Saya Wheein, penanggung jawab kelas 6 dan iya Hwanwoong, saya memiliki potensi, kamu tidak perlu bertanya hal ini kepada Youngjo nanti.”

Hwanwoong jelas-jelas sedang tidak memikirkan hal tersebut.

Wheein menyambungkan laptop ke infokus, menampilkan logo sekolah dan tulisan dibawahnya.

“To Us?” Cowok yang menabrak Hwanwoong kala itu mengeluarkan suara.

“Jadi sudah 4 minggu kita disini dan anda baru memberi tahu bahwa ternyata terdapat nama program?” Cowok tersebut tertawa sedikit remeh.

“Dan aturan juga Lee Seoho. Saya menunggu kalian semua disini untuk memberi tahu lebih jelasnya.”

menunggu?

Wheein menggeser ke slide berikutnya.

“To Us. Program yang dikembangkan oleh pemerintah untuk melatih orang-orang yang memiliki potensi dalam dirinya. Sekolah kita, The Bridge, adalah 1 dari 5 sekolah yang dipilih untuk melatih dan mendidik siswa berpotensi. Sekolah ini memiliki 10 kelas potensi dengan kapasitas per kelasnya beragam.”

Layar berganti tampilan menjadi slide dengan tulisan yang penuh.

“Aturan dalam program ini sederhana. Kalian tidak boleh menunjukkan bahwa kalian adalah siswa potensi di luar kelas. Kalian juga dilarang untuk membeberkan apa yang kalian pelajari selama menjalani program ini. Pro kontra dalam masyarakat dapat membahayakan posisi kalian, ditambah,” Wheein terdiam sebentar.

Bahaya yang mengintai tidak hanya perihal masyarakat.” Hwanwoong mendadak merasakan dingin di sekitarnya.

“Untuk menghalau hal tersebut, sekolah memutuskan jika siswa dalam program To Us akan ditempatkan di dalam satu asrama.”

“HAH????”


“EMPAT MINGGU! Dan Ms Wheein baru mengatakan kita ternyata harus tinggal di asrama?!”

“Calm down Seoho. Kehidupan asrama gak seburuk itu.”

Hwanwoong mengamati mereka berdua di balik majalah yang ia baca.

“Gini hak. Kita empat minggu berada di kelas juga belajar something yang menurut gue aneh? Kita ngerjain matematika itu oke sih, tapi baca buku yang menurut gue di luar nalar. Apa-apaan kita membaca buku mengenai filsafat dan sebagainya?!”

“So, what is your point?” Tanya Youngjo yang baru saja keluar dari kamarnya.

“The point is, we learn something thats not make any sense.”

“Ya sebenarnya memang ada sains yang bisa menjelaskan kenapa ada potensi di dunia ini?”

Ruangan mendadak hening, membiarkan pertanyaan Hwanwoong menggantung begitu saja.

“Kalian udah selesai debat? Gue sama Dongju udah selesai bikin makan malam.” Kata Keonhee sambil membawa makanan ke meja makan.

Awkward adalah kata yang tepat untuk menggambarkan keenam remaja ini.

Tidak ada yang memulai pembicaraan. Semuanya terfokus pada makan malam, atau lebih tepatnya pikiran mereka.

bagaimana bisa gue tinggal 3 tahun sama mereka? batin Hwanwoong.

bisa-bisanya gue terjebak sama kumpulan manusia, ntah manusia atau bukan intinya gue gak suka. ini batin Seoho.

serius tiga tahun gue harus sama mereka? kali ini batin Dongju.

“Kalian tau? Mungkin lebih baik kita mengakrabkan diri,” Kelima pasang mata melemparkan tatapan ke arah Youngjo.

“Ayolah, kita kan bakal tinggal 3 tahun bareng-bareng. Yakali diem-dieman kayak stranger.”

Dan disinilah mereka, duduk melingkar di depan televisi yang dibiarkan menyala begitu saja.

“Jadi, siapa yang mau mulai?”

Diam.

Youngjo hanya menghela nafas.

“Gue duluan boleh?” Cowok yang bernama Dongju tersebut menegakkan posisi duduknya setelah mendapat anggukan dari yang lain.

“Nama gue Son Dongju, kelas 10-2. Gue juga punya kembaran di sekolah ini dan punya potensi juga. Gue gak bisa ngasih tau potensi gue apa karena bakal bahaya hehe,” Dongju mengakhiri perkenalan singkatnya.

“Kalian udah tau pasti, gue Yeo Hwanwoong. Kelas 10-4 dan potensi gue teleportasi. Gue anak tunggal.” Hwanwoong menatap sebelahnya.

“Lee Seoho. Kelas 11-1, gue gak tau potensi gue apa dan gue juga gak percaya apapun yang ada di kelas tersebut.”

aneh.

Keonhee menatap Seoho bingung. “Terus kenapa lo udah bisa masuk program To Us?”

“Agak panjang kalo diceritain. Tapi intinya gue juga punya potensi, cuma belum ketahuan aja. Hak giliran lo.” Seoho menyenggol teman sebelahnya.

“Nama gue Kim Geonhak dari kelas 11-1. Potensi gue bisa menghilang.”

“Gue Lee Keonhee, kelas 10-3 dan potensi gue,” Keonhee memegang bahu Geonhak.

“Ambilin minum dong.” Geonhak langsung berdiri, berjalan ke dapur dan kembali dengan segelas minum di tangannya dan diberikan kepada Keonhee.

“Bisa mengendalikan pikiran orang.” Diakhiri dengan senyuman yang lebar.

Geonhak yang tersadar dari pengaruh potensi langsung menatap Keonhee sengit.

“Nama gue Kim Youngjo, kelas-HEH HEH JANGAN TIMPUK-TIMPUKAN BANTAL!” Youngjo memisahkan Keonhee dan Geonhak, sebelum melanjutkan perkenalannya.

“Kelas 11-3, potensi gue ketajaman panca indera gue. I can hear what people think, i can smell anything di radius 300 meter, meraba permukaan buat mengetahui tadinya ada apa, merasakan sesuatu secara spesifik dan melihat apa yang tidak bisa orang lain lihat.”

“Hantu?” Hwanwoong sudah berpegangan kepada Dongju.

Youngjo tertawa mendengar pertanyaan Dongju. “Bukan, gue bisa liat informasi mengenai orang lain. Jadi tanpa berkenalan gue bisa tau nama, umur, kelas, tempat tanggal lahir, dan hal spesifik lainnya termasuk dia punya potensi atau tidak.”

Seoho berdecak kagum mendengar penuturan Youngjo. “Gue tau Jo potensi lo tentang panca indera. Tapi gue gak nyangka ternyata se keren itu, gokil.”

“Semua potensi menurut gue keren kok. Apapun potensi yang kita milikin, semoga itu berguna dan dapat menolong orang lain.”


Hwanwoong mengganti chanel di tv.

Hwanwoong, dikenal sebagai manusia yang mudah sekali tertidur sekarang malah menggonta ganti chanel karena-

“Tidak bisa tidur?” Hwanwoong hampir melempar remote tv.

“Kak Youngjo, lo ngagetin gue.” Youngjo hanya tertawa pelan sebelum mengambil duduk di sebelah Hwanwoong.

“Kalo lo penasaran apa potensi Dongju, dia bisa menghancurkan barang dengan sekali tinju.” Hwanwoong kembali mengeluarkan tatapan kaget.

“Gue bisa dengar suara hati lo ya, dan iya lo bener. Semua anak di sini menyimpan rahasia masing-masing, termasuk gue.”

Hwanwoong mematikan tv.

“Gue-”

“Banyak orangtua yang memberikan ekspektasi terlalu tinggi kepada anak-anaknya. Lo, adalah anak yang beruntung. Tidak semua orang bisa mendapatkan potensi. Gue punya tetangga, dia sampai kelas 12 pun belum mempunyai potensi. Jadi, cobalah belajar bersyukur daripada berfikir bahwa lo berada di tengah sekumpulan orang-orang aneh walaupun gue setuju sih sama lo.”

Hwanwoong tertawa mendengar perkataan Youngjo. “thanks loh bikin gue rada legaan.”

“Sama-sama.”

Hwanwoong beranjak dari sofa, berjalan menuju kamarnya.

“Kak Youngjo?”

“Hm?”

“Kakak bersyukur mempunyai potensi?”

Daripada merutuki nasib, lebih baik kita menjalani dan menggunakan segala kemampuan yang kita punya saat ini.

—To Be Continue