Chapter 1 — Awaken

Pernahkah kalian terpikir adanya manusia super?

Manusia, yang dapat mengendalikan manusia lainnya. Manusia, yang dapat mengubah cuaca. Manusia, yang dapat meniru manusia lainnya.

Dalam dunia ini, kita dapat menyebutnya “potensi”. Sebuah kemampuan diluar nalar manusia, yang menimbulkan pro dan kontra di publik saat ini.

“Setiap manusia memiliki potensi dalam dirinya dan membuka kunci untuk potensi tersebut adalah tantangan. Menemukan potensi dalam diri kita sendiri adalah tantangan pertama_”

Yeo Hwanwoong mematikan televisi di depannya. Jenuh, sudah pasti. Setiap hari, kedua orangtuanya menyuruhnya melakukan segala hal seperti mengerjakan soal, olahraga, apapun yang pasti bukan berleha-leha.

Alasannya? Simple, Hwanwoong sampai sekarang belum juga menemukan potensinya.

“Semua anak seumuranmu sudah menemukan potensinya sementara kamu bahkan tidak tau potensimu sendiri? Apa semua latihanmu kurang? Tidak, kamu kurang berusaha, terus berusaha sampai kamu mati rasa!”

PRAK!

Remote tv tersebut merusak layar tv. Sementara sang pelempar remote memilih masuk kamarnya.


“Setiap manusia memang unik. Jadi wajar jika belum menemukan potensi dalam dirimu.” Kepala sekolah Yongsun tersenyum setelah mengatakan hal tersebut.

“Tapi apa memang ada yang selama saya? Maksudnya, rata-rata semua menemukan potensinya ketika kelas 8 sampai 9, sementara saya sekarang saja belum menemukan padahal sudah kelas 10.” Kata Hwanwoong.

Yongsun menepuk pundak Hwanwoong, “Hwanwoong, ibu menyarankan fokuslah pada hal yang kamu suka. Terkadang, potensi bangkit di keadaan yang tidak pernah kita sangka.”

Setelah pembicaraan tersebut, Hwanwoong keluar dari ruang kepala sekolah, kemudian menghela nafas.

jelas kepala sekolah pasti lelah karena hampir setiap hari gue ke kantornya membahas hal ini.

Hwanwoong berjalan pelan menuju kelasnya, dengan isi kepala yang ruwet dengan beragam alasan apa lagi yang harus dia jelaskan kepada orangtuanya.

Ataupun cara apa lagi yang harus dia lakukan untuk mengetahui potensinya.

Brug!

“Aduh!”

“Eh, maaf-maaf!” Hwanwoong menatap jengkel cowok yang bukannya membantunya, malah terus berlari.

“LEE SEOHO KEMBALI KESINI!” Teriak cowok yang berlari mengejar orang yang menyenggol Hwanwoong.

Hwanwoong berdiri dan memperhatikan kedua orang yang berlarian di koridor tersebut. Dia menyengit dahinya, mengingat tidak pernah melihat kedua orang tersebut di sekolah.

Mungkin kakak kelas, batinnya kemudian melanjutkan perjalanannya ke UKS, bolos karena sudah tidak mood untuk mengikuti mata pelajaran.


“Satu dua tiga, satu dua tiga, satu dua tiga empat lima!” Hwanwoong dengan cepat mengikuti koreo yang ia liat di youtube.

Sejak dulu cowok bermarga Yeo tersebut memang menaruh ketertarikan kepada tari. Di tengah semua kesibukannya, ia selalu menyempatkan diri untuk menari. Menari menghilangkan sakit kepalanya, dan juga membuat dia lupa akan dirinya yang sampai saat ini tidak mengetahui potensinya.

Sempat terlintas di kepalanya bahwa potensinya adalah menari. Ia menceritakan hal tersebut kepada kedua orang tuanya dan reaksi mereka?

“Menari? Mana ada potensi seperti itu? Potensi merupakan hal yang berguna untukmu, apa menari berguna?”

Sejak saat itu Hwanwoong memilih untuk diam-diam ketika menari, seperti saat ini. Ketika kedua orangtuanya sibuk bekerja dan meninggalkan dirinya seorang diri di rumah.

“Berikutnya, melangkah ke kanan, kemudian belakang dan berputar.” Monolognya sambil mengikuti tarian secara perlahan sesuai di video.

TIN TIN!

Hwanwoong mematikan laptopnya, kemudian ke bawah menyambut kedatangan kedua orang tuanya dengan senyum dan alibi bahwa ia baru saja mengerjakan soal matematika yang sulit.

manusia itu unik.

berputar sesuai iramanya, Hwanwoong.

manusia diciptakan memiliki potensi.

kanan kiri kanan kiri

manusia telah berevolusi.

ZIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGGG

“AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!”

Hwanwoong langsung terbangun sambil menutup telinganya, berteriak kencang karena denging dan kata-kata yang saling bertumpuk satu sama lain.

“HWANWOONG!” Ayahnya langsung mendobrak pintu kamarnya, Hwanwoong dapat merasakan ibunya menggoncang tubuhnya, namaun seluruh pikirannya terfokus pada denging mengerikan tersebut.

Kemudian segalanya menggelap.


“Hwanwoong, saya masih tidak menyangka anda berbuat curang saat itu.” Hwanwoong tidak menatap balik sang guru, ia memilih menatap kedua sepatunya.

“Saya akan melaporkan hal ini kepada kedua orangtuamu.” Hwanwoong langsung melotot.

“Maaf pak, apa harus langsung melaporkan hal ini kepada kedua orangtua saya? Saya hanya berusaha membantu teman saya yang kesulitan.”

“Kamu tau peraturannya Hwanwoong. Memberikan contekan termasuk ke dalam daftar hitam sekolah ini. Walaupun niatmu hanya membantu teman, tetap tidak bisa di tolerir.”

Hwanwoong menghela nafas pasrah, tau setelah ini semuanya akan semakin buruk.

“AYAH MENYEKOLAHKANMU UNTUK JADI YANG TERBAIK! BUKAN BERBUAT CURANG SAAT UJIAN!”

“AKU CUMA BERUSAHA MEMBANTU TEMANKU!”

“NYATANYA APA? SEKARANG KAMI MENERIMA SURAT PANGGILAN DARI SEKOLAH!”

“ibu kecewa sama kamu.”

PRAK!

Hwanwoong melempar hpnya sendiri ke cermin. Napasnya memburu. Marah, lelah, rasanya semua hal tersebut meledak di kepalanya.

Ia menyalakan stereo, bodo amatlah jika ibunya dapat mendengar. Ia butuh mengeluarkan segala stress dari kepalanya.

Hwanwoong menari mengikuti irama, tubuhnya terlena akan musik tersebut. Sampai saat akan melakukan gerakan terakhir, segalanya berubah.

Ketika kakinya akan menginjak lantai, Hwanwoong terjatuh seketika.

pusing.

Ia memegang kepalanya, kemudian tersadar bahwa saat ini ia sudah tidak berada di kamarnya.

ini, koridor sekolah kan?

apa? bagaimana bisa?

Hwanwoong berusaha berdiri namun kembali terjatuh, kepala terasa berputar.

“Hey, lo gapapa?” Seseorang membantunya berdiri, Hwanwoong melihat ke arahnya. Cowok, cukup tinggi dan sekali lagi, Hwanwoong tidak familiar dengan mukanya.

“Gue gapapa.” Kata Hwanwoong sambil memegangi kepalanya. Sakitnya sudah cukup berkurang.

“Mau gue antar pulang? Kebetulan gue bawa mobil.” Hwanwoong memperhatikan cowok tersebut dari atas sampai bawah, sebelum akhirnya mengiyakan ajakannya.

Keduanya berjalan perlahan-lahan menyusuri koridor.

“Gue ngasih saran aja sih,” kata cowok tersebut.

“Nanti lo sampai rumah, minum teh atau air hangat. Terus langsung mandi dan istirahat. Soalnya keliatannya potensi lo menguras tenaga banget.”

Hwanwoong langsung menghentikan langkahnya dan menatap cowok tersebut.

“Potensi?”

“Iya potensi. Gue sebenernya lagi perjalan ke parkiran terus tiba-tiba lo secara tiba-tiba muncul di koridor kek ting tada~ terus lo langsung jatuh.”

potensi? jadi kejadian tadi itu karena gue gak sengaja aktifin potensi?

Cowok tersebut memandang Hwanwoong bingung, “Jangan bilang itu pertama kalinya lo gunain potensi lo ya?”

Hal berikutnya yang terjadi ialah Hwanwoong berlari.

“EH TUNGGU!”

potensi? sekarang gue punya potensi??

Hwanwoong berlari tanpa arah, rasa takut, lega dan panik menghantuinya sekarang.

gue mau balik ke rumah.

gue mohon, gue mau ada di kamar sekarang.

kamar kamar kamar.

Hwanwoong menutup matanya dan kemudian ia menabrak sesuatu dan badannya langsung terjatuh ke permukaan yang empuk.


“Ini hasil tes lab nya.” Yongsun menyerahkan berkas tersebut.

“Selamat Yeo Hwanwoong. Sore ini kamu sudah bisa mengikuti program pelatihan di kelas 6, jangan sampai terlambat.”

Hwanwoong hanya mengangguk kaku sambil mengucapkan terima kasih. Ia berjalan pelan keluar ruangan kepala sekolah dan kemudian membaca hasil lab.

takut.

Hwanwoong menghela nafas sejenak. Sudah hampir 10 menit ia berdiri di depan pintu dengan tanda nomor 6. Mengumpulkan semua keberanian dan mengesampingkan overthinkingnya, ia membuka pintu ruangan tersebut.

Cowok yang tempo hari menolongnya, dua cowok yang berlari-lari di koridor, cowok yang tinggi dan cowok yang mukanya terlihat muda sekali.

mereka semua, punya potensi?

Kalian tau? terkadang sebuah kejadian di masa lampau dapat menuntun kita kepada takdir yang tidak pernah kita bayangkan.

—To Be Continue