seandainya

Sinar mentari menyinari dunia, menyinari Keonhee yang sedang mengendarai motor, melintasi padatnya ibukota.

Dengan seorang cewek memeluknya dari belakang. Rambut panjangnya terkibar walaupun terhalang helm yang dikenakannya. Keonhee menatap dari kaca spion sambil tersenyum.

“Ri, kita udah sampai.” Tak ada suara. Keonhee menengok ke belakang dan hampir saja tertawa. Kori tertidur sambil memeluk Keonhee, membuat cowok jangkung tersebut gemas.

“Ri, bangun.” Katanya sambil mengetuk pelan helm yang dikenakan Kori.

“Heum,”

Keonhee hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan sahabatnya itu. Ia melepas pelukan Kori kemudian menggendong cewek tersebut.

Berteman sejak kecil, mereka bagaikan kembar tak terpisah. Selalu bersama setiap saat. Dari sama-sama anak kecil sampai sudah remaja seperti saat ini.

Namun benar adanya sebuah pepatah kuno,

jika laki-laki dan perempuan bersahabat, pasti salah satunya ada yang jatuh cinta.

Banyak hal yang ingin Keonhee katakan kepada Kori, terlebih lagi perasaannya yang entah sudah berapa lama selalu berdebar setiap berhadapan dengan sahabatnya itu.

Aku suka kamu.

Aku cinta kamu.

Kamu mau jadi pacarku?

Apakah kamu menyukaiku?

Kalimat tersebut terlalu kelu untuk keluar dari mulut Keonhee. Alasan klasik, takut persahabatannya rusak.

Keonhee terlalu takut jika dia mengatakan itu semua, dia akan kehilangan sahabatnya. Padahal, banyak hal yang sebenarnya ingin dia bicarakan.

Seandainya.

Seandainya Keonhee berani mengatakan itu semua. Seandainya dia melawan ragunya. Seandainya dia mengatakan apa yang selalu ingin dia katakan.

Semuanya hanyalah seandainya.

Nyatanya, Keonhee harus menerima kenyataan pahit.

Sebuah buket bunga.

Kori tersenyum sambil memamerkan buket bunga saat kelulusan SMA mereka.

“Sekarang gue udah gak jomblo dong.”

Keonhee, memberikan senyum terbaiknya saat itu. Sambil mengambil foto sahabatnya bersama pacarnya.

“Selamat ya! Gue harus nyusul lo nih.” Kata Keonhee sambil terus tersenyum.

Mana ada yang tahu setelah pulang dari acara perpisahan SMA, Keonhee nangis-nangis sambil makan es krim di kamarnya.

Jika orang patah hati memilih untuk nangis sampai lelah.

Keonhee makan.

Makan makanan manis sambil menangis. Mungkin terkesan aneh? Namun itu caranya untuk mengatasi rasa sakit hati yang semakin buruk.

Banyak hal yang ingin kusampaikan. Namun kelu lidahku.

Banyak hal yang ingin kusampaikan. Namun aku terlalu malu.

Kini, semua terasa terlambat.

Katakan padaku, seandainya aku mengatakan isi hatiku,

Apakah kamu akan menjadi milikku?

Keonhee menghela nafas. Sudah 1 tahun namun semua ini masih terasa berat. Walaupun ia sudah mendeklarasikan dirinya untuk move on dengan update snapgram lagu beautiful goodbye.

Tetap saja, dia masih bingung bagaimana harus memutuskan ini semua.

“Masih galau lo?” Tanya Youngjo. Ia menyondorkan secangkir teh kepada Keonhee. “Minum dulu, biar gak makin kalut isi kepala lo,”

“Makasih kak.”

Keduanya sama-sama diam menikmati keheningan. Tidak hening juga sebenarnya karena di kosan depan anak band lagi latihan, di dalam kosan mereka Seoho sama Geonhak lagi ribut seperti biasanya.

“Keon, ada orang yang bilang cara kita move on yaitu mengatakan segala hal yang mengganjal di hati kita,”

Keonhee menaikkan sebelah alisnya, bingung dengan kata-kata Youngjo.

“Mungkin lo harus mengatakan segala hal yang sebenarnya ganjal. Perasaan lo sama dia.”

“Tapi kak kalo gue ngomong soal perasaan gue_”

“Maka lo lega untuk meninggalkan semuanya.”

Adegan berikutnya adalah Keonhee segera mengambil jaket, helm dan kunci motor. Meninggalkan Youngjo yang menatap kepergiannya dengan doa agar adiknya dapat bangkit dari kegundahan hatinya.

Tidak ada kata nanti. Mengatakan semuanya sekarang atau tidak sama sekali.

Kalimat tersebut mengiang di kepala Keonhee, bahkan sampai dia sudah berada di depan pintu rumah Kori.

“Keonhee?” Kori heran melihat Keonhee yang muncul tiba-tiba.

“Lo ngapain_” kata-kata tersebut terhenti karena Keonhee langsung memeluk Kori.

Tidak ada yang mengeluarkan suara. Hanya cuitan burung yang terdengar saat itu.

Kori yang bingung dengan apa yang terjadi, sementara Keonhee yang menikmati momen yang terjadi.

“Gue suka sama lo.” Kata Keonhee, tanpa melepaskan pelukannya.

“Apa?” Kori langsung melepas pelukan tersebut dan menatap Keonhee kaget.

“Gue suka sama lo. Maaf, gue terlalu pengecut untuk mengatakan itu semua.”

Wajah Kori masih menunjukkan keterkejutan. Benar-benar tidak tahu harus berkata apa. “Tapi kenapa lo bilang sekarang?”

Keonhee menghela nafas, menahan air mata yang sudah hampir keluar.

“Karena gue mau melepas semuanya. Termasuk perasaan gue ke lo,”

Keonhee mengusap pelan kepala Kori. Keonhee menatap wajah Kori yang selalu ia katakan, cantik, manis, indah, dan sempurna. Terlalu sempurna untuk menjadi miliknya. Kemudian ia tersenyum.

“Selamat tinggal.”

Kori terdiam. Dia tidak mengejar Keonhee yang sudah keluar pagar. Waktu seakan berhenti di mana Keonhee mengucapkan kata selamat tinggal.

Hujan turun membasahi ibukota, membasahi Keonhee yang masih dalam perjalanan pulang.

Apakah langit tau aku sedang bersedih?

Tidak.

Aku tidak bersedih.

Ada banyak hal yang ingin aku ucapkan. Aku sudah mewakili itu semua melalui satu kalimat.

Bahwa aku mencintainya.

Walaupun aku memutuskan untuk tidak ada di sisimu lagi, aku akan tetap menyimpan kenangan indah bersamamu.

Goodbye my love.

End.