Turn back time

Part 1

Pernahkah kalian berfikir, apa yang akan kalian lakukan jika bisa mengubah masa lalu?

Aku? Aku saja tidak tau. Memang apa yang harus aku ubah? Maksudku, masa lalu sudah berlalu. Aku rasa itu tidak perlu diubah, biarkanlah apapun yang terjadi di masa lalu, karena kita harus keep moving forward.


Terik siang itu cukup menyengat. Aku menatap lapangan, cukup ramai hari ini mengingat yang bertanding hari ini line up cowok-cowok ganteng di kampus. Jelas siapa sih yang gak mau cuci mata liat cowok ganteng hehehe.

“Dia masih terlihat tampan di mata lo?” Aku sudah hampir mengumpat dan kemudian menengok kesamping, menatap sengit ke arah Lilly yang tertawa melihat reaksiku.

“Ngaco, gue udah move on.”

“Mip in, hah! Na, you can lie to me, to everyone but cant lie to yourself. Ayolah, gue masih sering liat lo diam-diam curi pandang ke arah Nanon ya.”

“Ck.”

Sudah lama sekali aku menyimpan perasaan kepada si bodoh yang tampan itu. Dia baik, sungguh. We used to be close friend saat masih SMA. Kita banyak mengobrol, menghabiskan waktu bersama dan sebaginya. Tapi, aku memilih untuk menjauh dari dia. For a good reason.

“Hey,” Lilly menepuk pelan bahuku.

“Seandainya nih ya, kalo lo bisa kembali ke masa lalu, apa lo bakal ngungkapin perasaan lo?”

Aku terdiam mendengar pertanyaan Lilly.

Mengungkapkan? Apa berani aku melakukannya? Jika aku melakukannya, apakah itu akan mengubah keadaan saat ini?

“Ntahlah,” Jawabku sambil menatap ke arah lapangan.

“Aku tidak seberani itu untuk mengungkapkan semuanya.”

“Hari ini jadi kan ngafe?” Tanya Puim yang baru saja keluar kelas. Aku dan Lilly yang sedang menunggu minuman hanya mengangguk.

“Yuk, nanti kesorean gue males macet jalanan.”

Kami langsung berjalan ke arah parkiran. Kebetulan Puim sedang membawa mobil.

“LILLY, LILLY!!”

Jane berlari ke arah kami dengan tergesa-gesa, kemudian menggenggam tangan Lilly. Aku dan Puim sama-sama melemparkan tatapan bingung.

“Ly, gue tau lo udah gak mau ngelakuin itu lagi tapi gue mohon, sekali ini aja tolong bantu gue. Please please gue gak bisa harus ngeliat dia kayak gitu.” Kata Jane, matanya sudah berkaca-kaca saat ini.

“Jane, lo tau gue_”

“I know i know, tapi gue mohon ly. Gue gak tau harus gimana lagi benerinnya.”

Aku melihat Lilly yang menghela nafas sebentar.

“Oke, gue bakal bantu. Cuma kalo gak berhasil, jalan takdirnya memang seperti itu.”

Jane tersenyum, ia mengusap air matanya. “10 September 2017. Zona A. Pukul 20:30. Gue akan ada di sana, please lo harus cari cara biar gue gak melakukan kesalahan itu.”

Setelah itu, Jane meninggalkan kami.

“Gue gak ikut kalian ya.” Aku dan Puim langsung menengok ke arah Lilly, jelas bisa menebak kenapa Lilly memutuskan tidak ikut.

“Kalo lo mau bantuin Jane, kita bakal ikut.” Kata Puim. Aku mengangguk, menyetujui ucapan Puim.

“Puim, lo tau kan bantuan yang Jane maksud apa? Gue gak mau bahayain_”

“Iya gue tanya, lo bisa ngadepin Jane sendirian? Oh ayolah, gue sama Na kuat kok, bisalah nolong lo.”

“Sebentar,” kataku. “Sebenarnya bantuan apa yang diminta Jane sama lo?”

Lilly menatap sekitar, memastikan sesuatu, sebelum akhirnya menyebutkan 1 kalimat yang memutar balikkan keadaan.

“Jane ingin gue pergi ke masa lalu untuk mengubah keadaan saat ini.”

“SELAMA INI LO BISA PERGI KE MASA LALU? DAN LO GAK CERITA KE GUE?!”

“Ya well ms Na, lo manusia yang paling gak percaya hal-hal di luar nalar kayak gini. Kalo gue cerita ke lo yang ada lo ngirim gue ke psikolog buat diperiksa.” jawabnya. Ya... tidak salah sih karena mendengar Puim mengalahkan 5 cowok saat tanding karate saja gue gak percaya.

Puim menghentikan mobilnya begitu sampai di rumah Lilly.

“So, how it work? Gue kan selama ini cuma dengar dari cerita-cerita lo aja, gak pernah mengalami secara langsung.” Tanya Puim.

“Simple sih. Tapi gue jelasin aturan-aturannya dulu termasuk apa yang harus kita lakukan saat disana.” Kami memutuskan duduk di lantai membentuk lingkaran.

“Kalian kenal P'Gun?”

“Kating kan?”

“Ya. Kating. Dulu dia dan Jane sempat pacaran. Tapi mereka putus dan...” kalimat Lilly gantung. Lanjutannya sudah aku dan Puim pahami.

“Yang terjadi dengan P'Gun sekarang, adalah akibat dari kandasnya hubungan mereka?” Tanyaku yang mendapat anggukan dari Lilly.

“Tugas kita menghentikan kejadian itu. Gue juga gak tau apa yang Jane ucapkan ataupun lakukan sampai mengakibatkan apa yang terjadi saat ini. Jane juga gak pernah cerita, dia cuma minta untuk menghentikan ucapannya saat itu.”

Puim mengangkat tangannya, “gue mau nanya. Apa kita bakal ketemu diri kita dari masa lalu juga kayak di film-film?”

Lilly tertawa mendengar pertanyaan Puim, “gak kok, kita akan jadi kita.”

“HAH?” Ucapku dan Puim hampir bersamaan.

“Dengar, begitu kita sampai kita bakal berada di diri kita saat kejadian itu terjadi. Ntah Puim bisa saja sedang tidur ataupun Na sedang menonton televisi. Yang pasti, kita akan terpisah saat sampai. Makanya gue mohon, begitu sampai kalian langsung pergi ke tempat yang Jane bilang, Zona A pukul 20:30 oke?”

Aku dan Puim sama-sama melempar tatapan, sebelum akhirnya mengangguk setuju.

“Sekarang, pegang tangan gue.” Pinta Lilly. Aku dan Puim mengenggam tangan Lilly.

“Tutup mata kalian. Gue bakal hitung dari satu sampai 3. Ini akan terasa aneh namun tenang aja ya.”

Aku menutup mata.

“Satu,”

Takut.

“Dua,”

Genggaman tanganku ke Lilly dan Puim mengencang.

“Gue mulai mikir ini ide yang buruk.”

“Tiga.”

Rasanya tubuhku terlempar kebelakang, dan genggaman tanganku ke Lilly terlepas.

“LILLY!”

Aku menutup mata rapat-rapat. Tubuhku rasanya terjatuh namun tidak sampai-sampai.

Please, aku belum mau mati.

“Si dodol ngapain sih nyuruh gue kesini, lagian ya mana gue ngerti juga apa yang bakal mereka omongin.”

Sebentar, kenapa kepalaku terasa sakit?

Daratan?

Aku membuka kedua mataku. Posisiku sekarang jongkok di sebuah lorong sambil memegang kepalaku. Aku menatap kedua tanganku, kemudian meraba mukaku. Aku langsung berdiri dan melihat pantulan diriku di kaca.

Baju ini... bukannya sudah aku sumbangkan? Aku langsung mengambil hp dan menyalakannya.

10 September, pukul 19:30

“Gue beneran di tahun 2017?” Aku menatap sekelilingku. Pintu bertulisan ruang 18 terpampang jelas beserta lorong dengan cahaya dim.

Tunggu, apakah ini game center? Berarti aku sudah ada di zona saat kejadian itu? Sebentar, kenapa aku di game center?

“SHIT!” Aku langsung menjauh dari ruang 18. Jelas sekali aku ke sini karena...

krek

“Na?” Langkah kakiku terhenti. Takut-takut aku menengok ke belakang, dan cukup lega mendapati Chimon yang muncul dari balik pintu ruang 18.

“Nyariin Nanon ya? Dia lagi keluar sebentar cari minum. Mau nunggu di dalam? Ada gue sama Ohm sih, tapi manusianya lagi heboh main game.”

“Gak usah deh, gue nyari Nanon aja siapa tau ketemu diluar. Gak enak juga sama kalian,” Jawabku. Jelas, tujuanku kesini kan membantu Lilly, bukan malah bertemu Nanon.

“Oke, hati-hati Na.”

“Thanks Mon.”

Aku langsung berjalan keluar game center. Posisiku sekarang di Zona E, jadi aku harus berjalan lagi keluar untuk pindah ke Zona A. Aku menatap kanan-kiri, jaga-jaga saja. Setelah merasa aman, aku langsung keluar Zona E.

“ANJIR.” Aku langsung bersembunyi di balik pilar. Bisa-bisanya tadi ada Nanon ke arah sini. Aku diam cukup lama di balik pilar kemudian mengintip takut-takut.

“Hhh, aman.”

“Lo kenapa kayak maling deh?”

“AAAAAAAAAAA,”

Aku langsung melompat, kaget karena tiba-tiba saja Nanon sudah ada di sebelahku.

“Baru sampai ya lo?”

“Eu...”

Dan notif hp ku menyala, menampilkan pesan masuk dari Lilly.

-To Be Continue