morkmins

semenjak sesi make out mereka di kamar kost jaemin malam itu, mark jadi lebih physical setiap kali mereka punya kesempatan bertemu.

ia jadi lebih sering mengelus kepala jaemin, merangkul pundak atau pinggangnya, mencubit gemas pipi jaemin, menaruh telapak tangannya in the small of jaemin's back ketika mereka sedang berjalan.

saat mereka sedang tidak berada di publik, mark akan membawa jaemin ke pangkuannya, mencium jaemin hingga mereka berdua kehabisan pasokan udara.

tak jarang juga ciuman mereka berlanjut ke sesuatu yang lebih; mark mark menjilat dan menggigiti telinga dan leher jaemin, mark menggerayangi tubuh jaemin dari dalam pakaiannya, mengusap pinggang atau bermain dengan kedua puting jaemin. pernah juga ia meremas bokong jaemin cukup kuat sembari masih menginvasi mulut jaemin, membuat pemuda itu tak bisa menahan desahannya.

most of the time, mark doesn't ask for jaemin's permissions verbally before doing that anymore. itu pun karena suatu malam beberapa hari setelah making out pertama mereka, jaemin yang sudah tidak sabar merasakan bibir mark di bibirnya berkata setengah sebal; “kak, mulai sekarang... kakak nggak perlu minta izin setiap saat untuk sentuh saya ya? kalau memang momennya tepat, kayak sekarang, i think it's pretty clear that i do want to do it with you.”

saat itu mark hanya tersenyum dan berbisik “okay, baby” sebelum akhirnya membawa jaemin ke dalam sebuah ciuman yang basah dan hangat.

meski begitu, mark masih seringkali meminta izin lewat matanya setiap kali ingin menyentuh jaemin. tapi sungguh, jaemin tidak pernah punya respon lain selain menganggukkan kepala.

sugar me up! © morkmins, 2021.

this time, it is not just a peck. mark memagut bibir jaemin dengan lembut, satu tangannya memegang rahang jaemin dengan ibu jarinya di pipi yang lebih muda. ketika tangannya yang lain mark letakkan di pinggang ramping jaemin, jaemin memberanikan diri untuk mendekat dan mengalungkan kedua tangannya pada leher mark.

masih ada sedikit rasa pahit tersisa dari wine yang mereka minum tadi di bibir mark, membuat jaemin merasa semakin melayang.

open your mouth for me, baby.” bisik mark di tengah-tengah ciuman mereka, bibirnya masih menempel pada bibir jaemin. the pet name and his deep voice send shivers down jaemin's spine.

this mark is new, and he likes it.

jaemin menurut, membuka mulutnya untuk mark. detik berikutnya ia merasakan lidah mark melesak masuk, menjelajahi goa hangat jaemin, bermain dengan lidah yang lebih muda.

semakin terbawa suasana, jaemin pindah dari posisinya untuk duduk di atas pangkuan mark tanpa sedetik pun melepaskan pagutan mereka. mark menggeram rendah, kedua tangannya kini memegang erat pinggang jaemin.

they kiss and kiss and kiss for what feels like hours.

ketika tangan mark mulai bermain-main dengan tubuhnya dari luar kemeja yang ia kenakan, jaemin tiba-tiba tersadar akan sesuatu.

ia melepaskan bibirnya dari pagutan mark, “k-kak, saya lupa.. saya nggak punya kondom...”

mark tidak langsung menjawab, hanya menatap jaemin sambil masih berusaha menormalkan kembali napasnya.

“m-maaf ya, kak. aduh. saya bodoh banget. padahal saya yang minta kak mark mampir. atau saya beli dulu ya di minimarket depan? kayaknya mereka masih bu—” jaemin sudah bersiap untuk bangun dari pangkuan mark, tapi tangan lelaki itu menahannya.

“jaemin. hey, it's okay.”

“—ka.. hah...?”

it's okay. we don't have to do it tonighti— it wasn't on my plan, anyways.”

“oh...”

no, no. don't get me wrong! saya bukannya nggak mau sama sekali... rencana saya malam ini memang awalnya cuma mau dinner dan catching up sama kamu, tapi karena ciuman kita di mobil tadi, saya nggak cukup kuat nolak ajakan kamu.”

don't worry about it, jaemin,” lanjut mark. “we've got time.” tangan mark kemudian terangkat, ia menyapukan ibu jarinya di atas bibir bawah jaemin yang masih basah. “for now, let me have more of this, ya?”

okay.”

when mark presses his lips back to jaemin's, jaemin tricks himself into believing that they do have all time in the world, and that the man under him is much more than a mere sugar daddy.

sugar me up! © morkmins, 2021.

Read more...

“seriously, jaem, what's so hard to believe about mark liking you?”

jaemin stares at renjun, not liking the way his tone sounds. like jaemin has done something very stupid. “why are you so determined to make me believe in that?”

renjun sighs, deep and long. jaemin thinks he's very dramatic.

“because it frustrates me seeing you two clearly liking each other and yet still not doing anything about it. i feel like gouging my eyes out every time i see the way he looks at you.”

see? dramatic.

“have you seen the way he looks at you?” renjun adds before jaemin could say anything. he shakes his head in response to the question. “it's like what people say, you know, honey dripping out of his eyes, or something.”

jaemin chuckles lightly. “jun, he looks at everyone like that. he's just... an affectionate person.”

“yeah, sure. he looks at people around him like they put the stars in the sky. but he looks at you like he'd go to hell and back to put the stars in the sky for you himself.”

jaemin hates the way he loses his breath for a second over renjun's words. how dare renjun say that to him, as if it's the surest thing he knows?

mark doesn't look at him like that. he doesn't like jaemin like that. jaemin knows because he looks at mark all the time, and mark never looks at his direction.

dari sekian banyak hal memalukan yang pernah terjadi pada jaemin, rasanya momen ini pantas berada di urutan nomor satu. ia tidak punya apapun atau siapapun untuk disalahkan saat ini, not even the universe. terpeleset di depan ketua himpunan jurusan yang juga merangkap sebagai orang yang kamu taksir adalah 100% kesalahannya sendiri.

“astaga jaemin, lo gapapa?!”

mark berteriak sepersekian detik setelah melihat dengan mata kepalanya momen pertemuan bokong jaemin dan lantai ruang sekre. pemuda itu bangkit dari tempatnya duduk dan berlari kecil ke arah jaemin yang masih berada di posisi terjatuhnya tepat di depan pintu.

“coba bangun pelan-pelan.” ujar mark sembari mengulurkan kedua tangannya. jaemin meraih uluran tangan tersebut, kepalanya tertunduk demi menghindari kontak mata dengan mark.

jaemin yakin bokongnya akan terasa sakit dalam beberapa menit, tapi saat ini, satu-satunya yang dapat ia rasakan adalah wajahnya yang memanas.

mark menuntun jaemin untuk duduk di sofa di salah satu sudut ruangan, satu tangannya masih menggenggam tangan jaemin.

“thanks, kak.” ujar jaemin, akhirnya memberanikan diri menatap mark.

“sakit nggak? bunyinya lumayan kenceng tadi...”

“belum terlalu sih. tapi sekarang gue malu banget...”

mark terkekeh kecil. “kenapa malu?”

“lo ngelihat detik-detik gue jatoh, anjir. malu banget.”

“yaelah, sama gue doang. tenang, nggak akan gue ceritain ke yang lain.”

justru karena elo yang lihat gue malu banget, batin jaemin.

“gue agak ngeri deh, takut tulang ekor lo kenapa-napa. gue coba cari balsem atau minyak apa gitu ya? biar nggak makin parah sakitnya.”

“eh, nggak usah, kak. ngerepotin.”

“santai aja.” mark berjalan menuju pintu, tapi sebelum keluar dari ruang sekre ia membalikkan badan.

“jaem?”

“ya?”

“lain kali hati-hati. kalau mau jatuh, jatuh cinta ke gue aja.”

sebelum jaemin sempat mencerna dan menjawab kalimat mark, pemuda itu telah menghilang di balik pintu, meninggalkan jaemin dengan bokong yang mulai nyeri dan mulut menganga.

apa katanya tadi?