#Butterfly cafe
Pond as Aruna Phuwin as Dirgantara
Terlihat seorang pemuda yang menggunakan apron putih itu sedang sibuk menyeduh kopi yang sudah dipesan pelanggan sebelumnya. Cafe yang berada di ujung jalan kota ini terlihat sangat sibuk dipenuhi pengunjung, katanya kopi di cafe itu adalah yang terbaik di kota.
Selain itu mereka juga berkunjung sekedar melihat seorang barista yang terkenal ketampanan dan racikannya, Aruna. Biasa dipanggil Runa atau mas Aruna. Aruna sudah berkecimpung di dunia meracik kopi sejak SMA, jatuh cinta dengan biji kpi sehingga menjadikannya dia barista. Banyak yang bilang kalau racikan Aruna lebih indah rasanya daripada starvuak dan brand bran terkenal lain.
“Vanilla latte atas nama sayang?” Dicafe seperti biasanya akan dipanggil sesuai nama yang tertera, asiknya lagi bisa request tergantung pelanggan. Dan jangan heran jika banyak nama yang aneh dan lucu dipanggil oleh barista.
Tak lama kemudian setelah Aruna memanggil pemilik kopi atas nama “sayang” pun datang.
“Sayang?” Tanya Aruna pada pemuda itu.
“Hah?” Raut wajah pemuda itu heran, “Gue?” Tanyanya sambil menunjuk dirinya sendiri.
“Iya, Sayang.” “Kan?” Lanjut Aruna agak canggung dan memiringkan kepala.
Pemuda tadi hanya berdiri mematung dan berdebat dalam hati apa yang sedang dilakukan barista di hadapannya ini sungguh aneh dan lucu. Wajahnya tanpa dosa memanggil “sayang” padahal dia baru saja masuk kedalam cafe dan hendak memesan segelas iced americano triple shot eh si barista tiba tiba menyapanya begitu. Benar benar menahan tawanya.
“SAYANG DISINI MAS!!!” Teriak salah seorang pemuda lainnya menggunakan baju super imut bercelana pendek.
“Sayang kamu lama banget.” Aruna mengatakannya enteng membuat pemuda barusan memerah. Memang kebiasaan Aruna menggoda orang orang, tidak pandang fisik, gender, dan umur.
“AAAA MAS ARUNAAA.” Teriaknya tiba tiba.
“Apaan sih.” Sahut sinis pemuda yang tadi salah dipanggil sayang tadi.
“Maaf ya, tadi salah panggil. Jadi mau pesen apa?”
“Iced americano triple shot nya dua, sama hazelnut latte nya satu. Udah” Katanya sambil mengeluarkan dompet.
“Atas nama?”
“Dirgantara.” Aruna yang sudah siap menulis nama di gelas berhenti untuk mengejek pemuda 'Dirgantara' itu.
“Ga kurang panjang?” Kata Aruna yang dibalas tatapan agak sinis. Bukan agak tapi sangat sinis.
“Aruna Dirgantara Wisesa Putra.” Aruna terdiam. “Bisa lo tulis sepanjang itu gak? Aruna?” Tanya Dirga dengan satu alis yang diangkat.
Aruna tetap menulis nama panjang si Dirgantara di depannya ini. Auranya menjadi canggung sekarang. Lalu Aruna menyuruh Dirga duduk di kursi menunggu pesanan nya selesai.
“Iced americano triple shot and hazelnut latte atas nama Aruna Dirgantara Wisesa Putra!!” Nama yang amat panjang itu pun dibicarakan oleh orang orang.
“Buset dia pesen kopi apa bikin akte kelahiran.” “Namanaya panjang bgt woy.”
“Lo, beneran nulis nama gue?” Sambil diangkat gelas berisi iced americano itu dan melihat namanya, ternyata benar benar ditulis sepanjang itu.
Aruna menatapnya dengan smirk. Jika dilihat dengan lekat, pemuda di depannya ini sungguh tampan menggunakan kemeja yang dilinting se siku dan celana hitam panjang, ditembah matanya yang berkilauan seperti embun pagi hari. Lamunan Aruna bubar ketika Dirgantara menepuk pundaknya.
“Dirgantara, panggil aja Dirga. Nih kopi buat lo, keliatannya capek banget. Gue balik, makasih kopi nya.” Kata Dirga samnil menjauh pergi. Aruna? Diam terpaku dengan hazelnut latte di genggamannya. Masih memproses apa yang barusan terjadi.
“Kok bisa dia tetep keren walaupun barusan norak banget perilakunya. Dan kok bisa juga dia tau kopi kesukaan gue? Takut ah.” Gerutu Aruna yang dihadiahi tamparan pipi oleh rekan kerjanya.
Keesokan harinya, Aruna duduk di dekat jendela cafe sedang sok galau karena lagu yang diputar di cafe. Aruna mengamati orang orang yang melintas di depan cafe, ternyata banyak orang yang sedang bermadu kasih bergandengan tangan di depannya, membuatnya kesal dan dia beranjak dari duduknya.
Saat membalikkan tubuhnya, tidak sengaja ada yang menabrak dada nya.
“ANJ- Dirga?!?!?!” “Lo ngapain woy.” Protesnya sebab Dirga berdiri mematung.
“Kopi.” Jawabnya singkat dan padat.
Aruna bergegas menuju ke meja bar dan segera membuat pesanan Dirga tanpa bertanya, mungkin Dirga pesan yang sama.
“Nih.” Aruna memberikan segelas iced americano di depan Dirga lalu duduk di depannya.
“Lo kemaren kenapa gituin gue, Ga?” Tanya Aruna tanpa basa basi.
Yang ditanya tidak menjawab, malah menyeruput kopinya santai dan menaikkan ails sambil menggidikan pundak tanda tak acuh. Aruna tetap duduk dan menatap dalam mata Dirga. Tidak ada yang dia temukan disana. Hanya kekosongan.
Tapi tunggulah beberapa saat Arun, dia yang akan terpilih untuk mengisi kekosongan hidupmu selama ini. Lelaki yang dia cari, yang dia inginkan dan dia damba ada di depannya.
Hari telah berganti, tanggal mulai bertambah tua, dan bulan kian semakin membundar seorang Dirgantara masih datang ke cafe milik Aruna. Saking sering nya Dirga datang kesana, dengan hanya berdiri di depan cafe, Aruna langsung menggiling kopi dan membuat ice americano.
Hari ini untuk pertama kalinya Dirgantara mengajak Aruna bicara dan menyuruhnya melepas apron. Awalnya Dirga tidak mengatakan sepatah kata pun, hanya menatap Aruna dengan penuh kekesalan entah mengapa.
“Kalo lo natap gue terus, entar lo suka sama gue. Jadinya mau ngomong apaan Dirga?” Tanya Aruna halus.
“Emang udah suka.” Kata Dirga sambil membuang muka dan mengisap kopinya.
Aruna mengernyitkan alisnya, heran.
“Cafe lo bagus. Apalagi diluar banyak taneman. Jadi banyak kupu kupu, indah.” Sambungnya lagi.
“Iya makanya namanya butterfly cafe.” Kata Aruna yang dibalas anggukan oleh Dirga.
Aruna masih duduk terpaku di depan Dirga yang begitu manisnya tersenyum tiba tiba melihat kupu kupu di depan cafe.
“Jadi lo kesini tiap hari tuh gara gara suka sama gue?” Tanya Aruna lagi, Dirga hanya menggeleng ria lalu dia menegakkan duduknya dan menatap Aruna lekat.
“Lo kenapa ga pernah pulang, Aruna?” “Awalnya gue gapernah setuju mau dijodohin sama orang yang bahkan gue gakenal. Tapi setelah gue cari tau yang mana orangnya, gue pikir lagi ga buruk kalo gue dijodohin sama lo.” Jelasnya singkat.
“LO ANAKNYA ARGANTARA?” Teriak Aruna yang sukses membuat seisi cafe dan rekan kerjanya menoleh kearahnya.
Setelah membuat kekacauan barusan, dengan santainya Dirga mengulurkan tangan dan berkata, “Dan lo anaknya Arunika.”
Aruna bukan kaget di jodohkan, tapi karena kaget ternyata perjodohan itu masih berlangsung. Aruna tau dia telah dijodohkan sejak dia baru lahir di dunia oleh orang tuanya. Hubungan orang tua mereka adalah teman dekat yang sangat dekat sekali, bahkan nama mereka mengandung kata “Aruna” karena dilahirkan pada pagi hari saat sang fajar baru saja bersinar.
Hari Aruna dijodohkan, dia kabur. Tidak sempat melihat calon tunangannya dulu, dan disinilah dia kabur ke cafe yang dia dan teman kerjanya bangun.
Dirga tersenyum manis melihat Aruna yang sudah lumayan tenang di kursinya. Dirga berusaha menenangkan Aruna dan mengajaknya pulang kerumah untuk bertemu ayah ibu nya dan mertuanya. Dirga juga menjelaskan kalau Aruna tetap tidak mau ikut dia pulang, maka perjodohan ini akan di batalkan, dan Dirga tidak apa apa.
“Kalo kamu gamau ikut aku pulang gapapa kok Aruna.” Sifat dingin Dirga yang selama ini dia tunjukkan entah hilang kemana. Dengan lembut Dirga mengusap surai kecoklatan milik Aruna. Lalu beranjak dari duduknya yang lalu tangannya ditahan Aruna.
“Kalo aku coba belajar cinta sama kamu, apa kamu mau, Dirga?” Percakapan barusan adalah hal yang termanis yang pernah Aruna katakan. Apalagi mengubah panggilan menjadi aku kamu.
Dirga mengangguk mengiyakan, Dirga memutuskan untuk menghubungi ayahnya di rumah kalau dia sudah menemukan Aruna dan dia tidak akan pulang hingga Aruna mau pulang kerumah.
Hari sudah gelap dan ini waktunya cafe tutup, Aruna melihat Dirga terlelap di kursi pojok dengan tangan yang disilang di depan dada. Mau membangunkan tap Aruna meng eman pemandangan manis di depannya.
“Run gue pulang ya, jangan lupa kunci cafe nya.” Kata rekan kerja nya, Aruna hanya mengangguk.
Diangkatnya Dirga ke kasur di belakang cafe tempat dia tinggal selama ini. Dirga tidur dengan nyenyaknya di kasur tipis, Aruna hanya memandangi nya daritadi. Masih tidak percaya orang yang beberapa tahun lalu dijodohkan dengannya sekarang ada tepat di depannya.
“Aku coba sebisa ku ya, Dirgantara.”
Aruna mengecup kening Dirga, tak sadar Dirga terbangun dan tersenyum kepada Aruna yang sekarang sedang tersipu malu ketahuan mengecup keningnya.
“Kalo mau cium bilang aja Aruna.” Kata Dirga tersenyum mengejek.
“Dah ah Dirga. Tidur lagi sana.” Aruna membalas lembut sambil mengusap kepala Dirga.
Jujur saja Aruna juga sudah menaruh hati pada Dirga yang selalu datang ke cafenya. Siapa yang bisa menolak keindahan seorang Dirgantara, wajah yang terlihat sangat polos dengan baju yang simple sudah meembuat jantung Aruna berdegup kencang. Jadi tak butuh waktu lama untuk jatuh cinta kepada Dirga.
Tanpa diminta pun Aruna sudah jatuh.
Aruna duduk di depan cafe dengan sepucuk surat di tangannya yang belum ia baca sejak sebulan lalu, hari ini dia mencoba menguatkan hati untuk membaca surat itu dibawah hujan bulan Februari dan tepat di depan Butterfly cafe miliknya.
Halo Aruna,
Maaf sempet ga pernah cerita ya? Aku ini lemah, beberapa bulan lalu di diagnosis komplikasi dan ga punya waktu lama.
Aku bener bener bersikeras buat nyari seorang Aruna yang dibilang hebat sama mama. Aku pengen ngabulin impiannya mama, punya menantu.
Sampe akhirnya aku ketemu kamu di butterfly cafe.
Surat ini aku tulis just in case kalo kamu gabisa ketemu aku lagi waktu kamu udah jatuh cinta sama aku, Aruna. Kalo surat ini nyampe ke kamu, maaf ya aku harus ninggain kamu Aruna.
Kita ga terlambat ketemu, cuma kita emang gabisa sama sama mungkin?
Aku salah Aruna, aku salah milih cari kamu dulu daripada sembuh dulu.
Aruna makasih ya? Udah mau belajar cinta sama aku yang ga sempurna ini.
Kita udah berusaha cari kebahagiaan bersama kan Run? Kamu harus tau kalau aku disini bahagia, dan Aruna juga harus cari bahagia Aruna disana ya?
Tapi percaya Dirga deh, Run. Dirga bakal ada di pantai luas dimana Aruna melepas segala penat, ada di langit ngeliat Aruna dari jendela atap. Dan jadi salah satu kupu kupu yang bertengger di depan cafe Aruna. Jadi Aruna jangan ngerasa sendiri ya?
Makasih buat semuanya ya Aruna.
Aruna sesak dan terisak membacanya. Sudah sebulan sejak kepergian Dirga tapi Aruna masih bisa merasakan kehadirannya di kursi cafe dimana mereka sering bercanda gurau. Senyumnya seindah matahari yang terbit pun masih terlintas setiap harinya. Aruna susah melupakan Dirgantara.
Harusnya Aruna tidak pergi hari itu.
xxpastelline