Masklepond

koridor

#Koridor A

Senyuman mu, yang indah bagaikan candu. Ingin trus kulihat.

Cuaca yang lumayan mendung ini telah berdiri seorang lelaki menggunakan jas teknik di seberang halte bus menuju kampus utama.

Angkasa. Mahasiswa teknik tahun ketiga yang sangat terpandang di universitas nya. Penyumbang banyak medali dan piala olimpiade akademik dan non akademik. Menjadi ketua semua organisasi kampus, mahasiswa populer adalah julukannya. Menjadi rebutan pada mahasiswa atau mahasiswi pun sudah jadi makanan sehari hari nya. Sialnya, hari ini Angkasa di panggil ke ruang dekan karena mendapat informasi kalau Angkasa sudah melakukan kesalahan.

“Masa mahasiswa sebaik gue? Salah apa gue sih?”

Sadar ruang dekan ada di depannya, dia lekas menyebrang dan menabrak seorang mahasiswa tahun pertama. Bisa dilihat caranya dia berpakaian yang sangat rapi. Dia terlihat panik saat Angkasa menabrak nya dan menjatuhkan berkas berkas di tangannya.

Dia tersenyum.

“M-maaf kak, ga sengaja.” Sapa nya sambil mengambil kertas yang tersisa. Angkasa ikut mengambil kertas tersebut dan tertulis ‘dekan’

“Lo abis dari ruang dekan?” Tanya Angkasa sambil menyerahkan lembaran tersebut.

“Iya kak.”

“Ngapain?”

“Minta dicariin tutor kak.”

Angkasa diam, anak ini terlihat pintar dan rajin. Kenapa minta dicarikan tutor?

“Tutor gimana?”

“Ya, yang bisa ngajarin aku beberapa matkul gitu kak. Tapi secara privat.” “Kata dekan banyak kok mahasiswa taun pertama yang kaya gitu.”

Angkasa hanya ber oh ria.

“Yaudah kak aku duluan.” Katanya sambil melayangkan senyuman pada Angkasa.

“Sialan senyumnya indah banget.”

Sudah sepersekian detik Angkasa berdiri di tengah zebra cross, mengulang rekaman wajah tersenyum yang baru ia dapatkan. Senyuman yang jarang ia liat. Senyuman kali ini seperti sangat candu, dia ingin melihatnya lagi.

Ah, dia tidak tahu namanya.

Sampailah Angkasa di depan dekan nya, pak Jamal yang mempunyai wajah serius tapi sebenarnya kalau sudah bicara perawakannya berubah menjadi pemain ludruk jawa.

“Bapak manggil saya?” “Saya salah apa pak?”

Jamaludin agaknya mau bercandain gue lagi nih. Kata Angkasa dalam hati.

“Engga..”

“Tadi bapak manggil saya tapi.”

“Maksud saya,”

Angkasa memasang telinga nya, sapa tau kali ini pak Jamal serius.

“Iya pak?”

“Kamu salah banget sebagai ketua organisasi kok gatau ada adik tingkat yang butuh tutor?”

“Loh kan itu bukan urusan organisasi pak.”

“Iya juga hmm.”

kan firasat gue bener, bercanda mulu si lo Jamal Jamal, gue bercandain balik aja lah.

“Ya lalu ada apa gerangan paduka Jamal memanggil hamba kesini?”

“Jadi tutor nya adek tingkat ya?”

“Hah kok tiba tiba pak? Adek tingkatnya cewe apa cowo? Baik atau tidak? Good condi apa damage? Otak nya separah apa? Emang saya sepinter apa pak sampe dijadiin tutor gini?”

“Angkasa kamu lagi complain barang online shop apa gimana.” “Cowok, Kasa. Manis kok anaknya, kamu pasti suka. Namanya Anggasta ya, baru aja dia pergi dari sini.”

“Ok pak saya terima, dibayar ga?”

“Tergantung Anggasta nya.” “Sapa tau di bayar pake hati”

“Pak cepak cepak cepak jeder. Ye aja pak.”

AngkasaAngga

Sampailah di hari H untuk bertemu adik tingkat yang dikabarkan manis kok anaknya. Sebelumnya di chat sudah sempat berbincang tapi Angkasa tidak menyimpan nomornya. Sebenernya kepo juga gimana wajahnya, percuma juga kan kalau di simpan tapi ternyata Anggasta ga simpen balik mana bisa liat foto profilnya.

Angkasa berjalan di salah satu koridor perpustakaan, di koridor ini berisi buku yang berawalan dengan huruf A, biasanya koridor ini disebut ‘koridor A’ oleh mahasiswa setempat.

Bertemulah Angkasa dengan satu insan yang terlihat rapi dengan kaos hitam dan celana pendeknya sedang mencari buku. Rasanya tidak asing bagi Angkasa melihat anak ini.

Oh iya ini anak di zebra cross kemarin.

“Eh?” Sapa Angkasa.

“Lah ini kakak yang kemaren nabrak aku kan?”

“Ahahaha iya, kebetulan banget ketemu disini? Lagi ngapain?”

“Cari buku sambil nunggu kakak tingkat.”

“Kakak tingkat siapa?”

“Kakak tingkat aku.”

“Maksudnya siapa namanya?”

“Angkasa.”

Deg. Angkasa terkejut terjungkal terlunglai dan terbata bata. Bisa bisanya ada yang mencari tapi tidak sadar ada di depannya. Seperti yang kalian tau, Angkasa dikenal semua orang. Tapi ternyata ada juga yang tidak mengenal Angkasa.

“Gue Angkasa, lo Anggasta?”

“Lah kok tau?”

“Gue yang dipanggil pak Jamal buat ngetutorin lo, Ngga.”

“Iya tau.”

Emosi Gemas Angkasa dalam hati.

AngkasaAngga

Terhitung sudah 5 bulan Angga di tutor oleh Angkasa. Angga selalu bisa paham semua mata kuliah saat bersama Angkasa, tidak tau kenapa. Mingkin karna Angkasa adalah kakak tingkatnya, jadi pembawaannya tidak terlalu berat.

“Senyam senyum senyam senyum mulu nih si Angga. Fokus ke buku napa sih?” Tegur Angkasa.

“Kak akhir akhir ini cuma aku yang ngerasa apa gimana muka kakak kok tambah ganteng?” Kata Angga sambil mengelus pipi Angkasa.

Hal ini sudah biasa dilakukan oleh dua tokoh tidak tau malu ini. Tidak di dasari status apapun, mereka bahkan sudah jalan jalan kesana kemari berdua, antar jemput kuliah, makan bersama, dan lain sebagiannya. Banyak orang berpikir mereka ini pasangan. Padahal ya sebatas tutor-murid saja.

“Kayanya gara gara rajin ngetutorin Angga tiap hari, jadinya makin ganteng soalnya bahagia.”

“Ga capek?”

“Engga lah kalo itu Angga, aku ga capek.”

“Kakak mah kebiasaan, bikin salting gapernah tanggung jawab.”

“Mau di pertanggung jawabkan?”

“Ya mau lah!”

“Yaudah ayo jadian kalo gitu,” Kata Angkasa spontan yang berhasil membuat Angga tercengang.

“Spontan banget?”

“Katanya minta di pertanggung jawabkan perasaannya? Aku mah kalo sama kamu ga mikir dua kali Angga.”

Beberapa detik lalu, mereka ini bukan apa apa. Lihat? Sekarang mereka sepasang kekasih. Angkasa pun menatap Angga yang masih tersenyum lebar karena aksinya barusan. Angkasa puas, akhir nya senyumnya bisa dia lihat lebih lama lagi. . .. … ….

Senyuman Angga melekat kuat di otak Angkasa. Tidak hilang dan tidak akan pernah hilang sampai kapan pun.

“Gue harus minum obat.” “Ini udah keterlaluan sampe gue nangis.”

Angkasa mengambil sebuah kotak obat di nakas dekat kasurnya. Satu dua obat sudah dia telan. Angkasa mengidap halusinasi berat semenjak Angga pergi ke pelukan semesta.

Semua tentang Angga sejak hari itu adalah halusinasi, pernah singgah dihati dengan ekspetasi perasaan yang tidak akan mati.

Aku terus berandai kamu disini, mengobati rindu ruai. Namun apa yang bisa aku harapkan sekarang? Kamu telah pergi, dan tidak akan kembali.

Sampai bertemu di kehidupan selanjutnya, Anggasta.