Masklepond

wishing

#Wishing

Kursi kayu dibawah pohon rimbun pinggir taman kampus adalah tempat pilihan Angga untuk berteduh siang ini. Dia sedang menunggu temannya, Raka yang tadi ijin membeli cemilan di kantin kampus.

Dilihatnya sepasang kekasih yang sedang berlarian kesana kemari di depannya, cukup membuat Angga iri setengah mati. Kalau saja ada Angkasa sekarang, dia mungkin sudah melakukan hal yang sama.

“Enak ya punya pacar deket, gue jauh banget. Mana beda benua.” Gumamnya.

“Angga.” Suara yang tak asing itu mengalihkan perhatian Angga yang tadinya melamun, sekarang menoleh ke belakang. Wajahnya samar samar karena dia tidak memakai kacamata ditambah orang itu berdiri agak jauh.

“Siapa? Raka? Kaya nya bukan deh. Suara Raka ga gini. Orang iseng kali ya?”

“Iseng apa sih? Ini aku loh?”

“Hah? KAK ANGKASA?”

“Hi sweet pie.” Kata Angkasa sambil menghampiri Angga.

Angga masih syok, tiba tiba sekali Angkasa ada disini padahal baru saja Angga memikirkan Angkasa. Rasanya seperti dejavu saja.

“Loh kakak kapan sampenya?

“Tadi pagi.”

“Kok ga ngabarin aku?”

Angkasa hanya tersenyum sambil mengeluarkan makanan dari tas plastik yang dia bawa tadi, Angkasa memberikan makanan kepada Angga.

Angkasa sudah bertemu Raka sebelumnya, jadi Raka memberikan makanan nya kepada Angkasa untuk dibawa ke Angga.

Angga menatap Angkasa sambil makan snack yang ada di tangannya. Ini wajah yang sudah tidak dia liat beberapa bulan terakhir, Angkasa masih tetap sama, tampan seperti biasanya.

Pacarnya ini sedang beasiswa ke Stanford, dia disini sendiri ditemani Raka selaku teman baiknya. Angkasa juga sudah menitipkan Angga kepada Raka dari awal.

Angga masih menatap dalam wajah kekasih nya itu seperti tidak ada hari esok. Angkasa yang menyadarinya hanya bisa terkekeh pelan.

“Angga kenapa sih?”

“Gapapa kak, aku rindu berat sama muka kakak.” “Pengen ngeliatin terus.”

“Yakan di condo nanti bisa Angga.”

“Aku maunya sekarang.”

Angkasa terkekeh lagi, dia juga sudah lama tidak mendengar suara manja Angga. Walaupun sering berbicara lewat telfon tapi rasanya beda.

“Angga mau jalan jalan sama aku ga?”

“Mau banget lah.”

“Ayo.”

Angkasa mengenggam tangan Angga erat dan mengajaknya keliling kampus, walaupun sebenarnya mereka sudah menelusuri berbagai sudut kampus sebelumnya. Tapi kali ini rasanya berbeda, mungkin efek lama tidak bertemu.

Angga mengecilkan langkahnya guna memperlambat laju mereka dan berkata sangat halus kepada Angkasa.

“Kak, aku pengen jadi punya kakak selamanya.”

“Angga gausah bilang kaya gitu juga, kamu punya aku sepenuhnya dan selamanya.”

Menurut Angga, Angkasa unik. Dia belum menemukan orang yang seperti Angkasa. Yang membuat Angga jatuh sekali kepada Angkasa adalah senyumannya. Bagi Angga senyuman Angkasa adalah obat terbaik sepanjang masa. Efek senyum Angkasa seperti narkoba, candu sekali.

“Senyuman kak Kasa cuma punya Angga ya!!”

“Ga senyuman aku doang dong, semuanya nih punya Angga ahahaha.”

“Iya juga ya, jangan pergi tiba tiba ya kak?”

“Engga Angga, aku disini kok.”

Keduanya tersenyum. . .. …

“Angga? Ngga? WOY NGGA?!?” Bentak Raka.

“Lo ngapain deh? Ngelamun dari tadi? Gue manggil lo keknya 10 menitan.”

“Mikirin Angkasa. Bikin skenario sebahagia mungkin di otak gue.”

“Aduh Angga. Lo ngapain sih masih mikirin Angkasa segala.”

“Gamon”

“Cowo brengsek kaya dia apasih yang bisa diharepin? Ya lo bayangin aja sekarang lo lagi mikirin dia, dia lagi asik asikan selingkuh.” “Ayo dong pake logika nya, Ngga.”

“Ya lo pikir gampang? Gue masih berharap dia bisa sadar terus minta maaf. Balik deh dia ke gue.”

“Ga bakal Angga percaya deh sama gue. Angkasa itu udah kelewat setan, gamungkin juga dia balik sama lo.”

“Bisa pasti bisa, gue bisa jadi punya Angkasa lagi.”

“Tau deh gue capek ngasi saran ke lo.”

Angga masih berharap Angkasa sadar bahwa dia masih sangat mencintainya disini. Tidak jarang Angga membuat skenario skenario yang melibatkan Angkasa di dalamnya. Hal ini dilakukan untuk meredakan rasa rindunya pada Angkasa.

Tidak peduli seberapa keras Angkasa menyakitinya, dia akan selalu sayang pada Angkasa.

xxpastelline