write.as

First meet.

-

Kamu sedang dalam perjalanan pulang setelah mendapati kabar bahwa kelas jam 1 siang yang seharusnya hari ini akan dialihkan jadwal besok jam 8 pagi. Mendengus kesal sambil menyusuri lorong Fakultas MIPA, kamu berniat berbelok turun ke tangga ketika tiba-tiba seseorang menghentikan jalanmu.

“Kak (name)?” sapanya.

Kamu melirik ke sebelah kiri, dimana suara berasal.

Kini pandanganmu tanpa sadar mengamati pemuda di depanmu. Tinggi, dengan kulit tan eksotis, rambut blonde, dan mata tegas dan tajam layaknya kucing.

“Siapa dan ada perlu apa, ya?” tanyamu, polos.

Sang pemuda merekahkan senyum, menunduk seolah menahan tawa.

“Kakak seriusan gak inget?”

Mengernyitkan dahi, kamu memandangnya tak mengerti. Siangmu tak menyenangkan karena harus merelakan jam istirahat demi kelas yang diganti hari, dan kini harus menghadapi mahluk entah darimana yang tersenyum bagai kemasukan.

“Bilang aja, ada apa?”

Setelah menenangkan diri, pemuda itu maju satu langkah mendekat padamu. Kamu spontan mematung tak bergerak ketika dia berbisik, “Kakak yakin mau aku omongin disini?”

“Iya, gapapa. Ngomong aja.” kamu makin curiga orang ini mengajakmu ke tempat lain dengan maksud tertentu.

Membalas permintaanmu, pemuda itu mendekatkan wajahnya pada wajahmu.

Kemudian ia berkata, “Kak, aku tahu lho kakak jadi stripteaser di bar.”

Deg.

Jantungmu serasa dilolosi dari tempatnya. Darahmu berdesir cepat dari jantung ke setiap pembuluh darah. Ingatanmu berkeliaran ke memori tadi malam.

Dimana? Dia orang di sebelah mana?

Kamu kebingungan dalam pikir, lalu beralih menatap mata pemuda yang masih tersenyum lebar tanpa menampakkan giginya itu. Semakin membuatmu merinding.

“Lo.. Lo anak mana?” merubah panggilannya dengan sebutan informal, kamu menahan suaramu agar tidak bergetar.

“Fakultas Teknik, angkatan 18, Kak. Kakak kalo goyang asik banget. Tapi pas di kampus alim gini, ya.” Shidou memperhatikan baju turtleneck hitam lengan panjang, dan rok span hingga bawah lutut yang kau kenakan.

Tanganmu mengepal, ingin sekali menonjok atau menampar pemuda dengan mulut lemas di depanmu itu.

“Nama lo siapa?” “Shidou, kak. Kenapa? Mau nyogok aku biar tutup mulut? Mau minta rekeningku?”

Kamu menggigit bibir bawahmu sedikit. Kesal sekali.

Padahal kamu tidak pernah menjadi perhatian siapapun selama di kampus. Kamu sengaja memilih klub malam yang jauh dari tempat tinggal dan kampus, agar tidak bertemu orang-orang yang mengenalmu. Kalau bukan karena tawaran gaji 1 juta per- jam, kamu tidak akan menerima pekerjaan yang telah kamu geluti diam-diam selama 3 bulan itu.

Dan, apakah semuanya akan musnah hanya karena anak bau kencur yang baru kau temui 3 menit lalu?

Menelan ludah, kamu mencoba berpikir dingin. Mencari keputusan untuk mencapai kesepakatan.

“Lo maunya apa?” tanyamu.

Sang pemuda menghela nafas, menatap langit-langit, lalu menyedekapkan tangan. Kamu sekilas salah fokus pada kedua bisep lengannya yang atletis dan nampak kokoh.

Jantungmu berdebar, menantikan apa yang akan pria itu sebutkan sebagai syarat tutup mulut. Sebelum kemudian kau melihat satu alis mata sang pemuda terangkat, dan sambil menelengkan kepala ia berkata, “Mau jadi pacar kakak aja, boleh?”

Debaran jantungmu bertambah kecepatan berkali lipat ketika dia berujar demikian, apalagi dengan nada suara yang seolah mengiming-iming.

'Hayo, rahasiamu terjaga. Tapi kamu jadi pacarku.' Seolah seperti itulah raut wajah Shidou sekarang berbicara.

Mencoba menenangkan hati yang gugup dan kepala yang pusing tiba-tiba, kamu mengerjap beberapa saat, kemudian mengangguk dengan sangat pelan- dengan harapan Shidou tak terlalu memperhatikannya. Lalu segera mengalihkan pembicaraan.

“Nomer lu mana?” katamu cepat-cepat. “006xxx77.” balas Shidou, menghafal nomer akunnya di luar kepala. “Kalo kakak manis nomernya berapa?”

Buru-buru mengetik dan menyimpannya, kamu balas mendikte nomermu pada sang pemuda. Sudah tak pikir panjang lagi, kamu hanya ingin menuruti keinginan si pemuda aneh ini, lalu segera pergi meninggalkan lokasi.

“Oke, udah, ya. Aku ada urusan.” kamu membenahi totebagmu dan menoleh ke arah tangga.

Shidou bergerak mengikutimu, satu kaki jenjangnya menghalangimu. “Hayo mau kemana? Ada job lagikah nanti malem, cantik?”

Wajahmu memerah dan lantai lorong kini lebih menarik dari apapun untuk ditatap. “Sorry, serius. Gue ada urusan. Besok lagi, ya. Bye.”

Lalu kamu bergegas pergi meninggalkan sang pemuda, cepat-cepat menuruni tangga tanpa menoleh ke belakang.

“Hati-hati, cantik!”

Kamu bisa mendengar Shidou berteriak dari belakang. Kedua matamu terpejam, malu. Bagaimana bisa dia bersuara sekeras itu di lorong Fakultas MIPA yang sibuk?