write.as

Suara Hati Hari

Hari duduk dihadapan Tara. Ia melihat sahabatnya yang sedang bermimpi. Suasana hening menyelimuti ruangan ICU tempat Tara tertidur. Sangat terdengar sangat jelas suara Elektrokardiograf yang menandakan bahwa Tara masih berjuang.

“Tara.. gue Dateng. Liat gue bawa apa? Cupang gue Tar. Kata Lo dia ga puber puber. Sekarang ekornya udah ganteng Tar. Lo gamau liat apa?”

Hari sudah terbiasa dengan ruangan tempat Tara berjuang. Namun ketika melihat lelaki itu, ia membayangkan Tara menahan rasa sakitnya. Hari menjadi saksi bisu antara Tara dan penyakitnya.

“Tar, inget ga waktu itu gue numpang dirumah Lo? Gue berasa punya kakak Tar. Masih banyak yang pengen gue bayar ke Lo karena Lo udah terlalu baik ke gue. Gue takut Kalau gue belum bisa bayar, semua itu akan jadi rasa penyesalan gue.” Setetes air mata jatuh ke tangan Tara. Sudah kesekian kali air mata Hari keluar ketika melihat keadaan Tara.

“Lo selalu ngeluh ke gue tentang rasa sakit Lo. Tapi Lo tetap mau bertahan. Capek ya Tara? Maaf kalau gue egois tentang kesembuhan Lo dan nyuruh Lo untuk bertahan. Maaf tar, maaf.” Hari tidak mampu menahan rasa sakit di dadanya, ia hanya menundukkan kepala saat berusaha membicarakan isi hatinya kepada Meghantara.