Farel
“Ji, udah?” tanya Farel yang sudah siap untuk pulang.
“Kalian mau kemana? Parah banget, gue ga diajak,” ujar Astrid
“Mau ke toko kakak gue, naruh tas terus muter muter naik motor. Lu mau duduk di ban, Trid?” jawab Farel.
“Jahaaat,” rengek Astrid.
Jingga hanya tertawa melihat kelakuan mereka berdua. Dimas hanya melewati Jingga sembari berpamitan kepada mereka bertiga, “Duluan ya, Ji, Rel, Trid.”
“Iya, hati-hati.”
“Eh, Ji,” Dimas membalikkan badannya lagi.
“Jangan lupa nanti hari Sabtu.”
“MAU KEMANA LU BERDUA? PACARAN YA? ANJAAAY. Eh lah? Ji? Bukannya lu suka sama Ko-” belum selesai bicara, mulut Farel sudah dibungkam Jingga.
“Dah ayo ah, lama lu.”
“Ada yang salting, Trid,” ejek Farel.
“Iya nih, ada yang salting,” tambah Astrid.
“Bisa diam tidak?”
⸝⸝⸝⸝⸝⸝
Sore itu, Jingga dan Farel benar-benar menghabiskan waktu keliling kota.
“Kapan-kapan kita makan di situ yuk,” ajak Farel melewati cafe yang biasa menjadi tongkrongan anak-anak kampus.
“Kuy aja. Oh iya, Rel, lu mau cerita apa?”
“Oh ituu, gue kan matkul pancasila sekelas sama kating. Lu mah ga ada pancasila kan semester ini, nah gue sekelas tuh sama si Bara.”
“DEMI APAA? Eh dia orangnya gimana?”
“Ga jelas, anjir. Masa gue sekelompok sama dia, terus dia nunjuk gue jadi ketua kelompok, fak. Apa banget.”
“Hahaha. Ya udah sih, emang kenapaa? Tapi rel, dia anaknya kayak pas osjur ga? Diem gitu.. mana tatapannya dingin banget.”
“NGGA ANJIR. Ga jelas ege dia, kok lu bisa suka sama dia, Ji?”
“Siapa yang suka?” pertanyaan Jingga seakan membantah Farel, Jingga yakin ia masih suka sama Jevan. Meskipun belum ada kelanjutan dari mereka.
“Halah.”
“Ga bole gitu ege, Rel. Lu baru sekali masa udah ngejudge.”
“Hahaha, canda.”
“Rel, sebelah kanan ini apa?” tanya Jingga melihat bangunan berbentuk setengah lingkaran yang dilapisi kaca.
“Itu gereja gue, Ji. Gue kalo ibadah di sana, temen sekelas lu jg ada yg gereja di situ bareng gue,” jawab Farel.
“Lah itu gereja? Bagus banget, gak kayak gereja, gue kira mall.”
“Ji, gue mau ngebut.”
“Ga usah ngadi-ngadi lo-” terlambat, Farel mengendarai sepeda motornya cukup cepat.
Farel hanya tertawa. “Ji, lo suka sama siapa?”
“Maksudnya?”
“Lo tadi bilang, lo gak suka sama Ko Bara. Sama Dimas?”
“Kenapa lu nanya gini?” bukannya menjawab, Jingga melemparkan pertanyaan lagi pada Farel.
“Ya gapapa, keliatannya lo suka sama seseorang.”
“Ya... Ada sih, ntar gue ceritain kapan kapan. Hehehe.”
“Gue inget utang lo, Ji.”