write.as

PRIVATE ROOM

——

Do you want to use the room in private? Then lower these blinds.

Dan ia benar-benar lakukan. Minho telah turunkan tirai itu ketika waktu break tiba. Senyum lebar terkembang pada bibirnya kala ia berjalan pelan menuju lelaki yang tengah duduk di atas kursi santai itu.

Tubuh mungilnya segera duduk di atas pangkuannya, sedang sang muda itu hanya terkekeh kecil sembari ia letakkan kedua tangannya pada pinggang sang surai coklat itu.

“I think! My statement was right. We need to kiss to find out the clue on that radio tape.” begitu, ujarnya dengan nada ceria; kedua tangannya melingkar pada leher sang muda yang masih menatapnya penuh kasih.

“Oh yeah? Bukannya jawabannya Kiss The Radio?”

“You believed that?”

“Of course, hyung. Kan clue-cluenya semua berhubungan sama kita berdua. We did the radio before, remember?”

“Hmm. Iya sih. BUT! The instructions I saw behind the blinds said if we need to use the room in private, lower these blinds. Yang artinya?! They are giving us some room, to kiss. You know.”

Sang muda itu kembali tertawa kecil, tangannya membawa sang surai coklat itu agar lebih mendekat padanya.

“Hyung pengen ciuman banget, ya?”

Mata sang surai coklat itu memicing, bibirnya mengerucut untuk membentuk pout yang jelas. Bagi Kim Seungmin, hal itu sudah cukup untuknya agar segera memadukan bibirnya pada Lee Minho; namun, ia tetap bertahan ditempat ia duduk. Menunggu sang surai coklat itu untuk bergerak duluan.

“No?! Kan ngikutin instruksi? I think ya, I THINK! Kalo kita beneran kiss, ntar dapet kunci.”

“Sure hyung, sure.”

“Seungmin, you don't believe me?!”

“Go try it then.”

“Okay?!?!?!”

“Okay.”

“OKAY!!!”

Kemudian bibir keduanya berpagut. Tak ada lagi suara ocehan yang terdengar, hanya bibir yang menyatu dalam manisnya ciuman. Tak peduli jika masih ada kemungkinan kamera yang menyala, keduanya sudah terbiasa memadu kasih bahkan saat sedang syuting sekalipun.

Decapan kini terdengar, bibir keduanya bergantian menyesap satu sama lain; tak ada yang ingin mengalah. Satu tangan Minho bergerak menuju belakang kepala Seungmin, jemari mungilnya meremas rambut yang telah di tata rapi itu sembari ia lesakkan lidahnya ke dalam rongga hangat milik sang muda.

Lenguhan serta desah nafas beratpun ikut terdengar dengan decapan bibir keduanya.

Wajah Minho memanas, dan telinganya merah padam.

Ciuman itu berlangsung hingga beberapa menit; hingga saat keduanya merasa oksigen telah berkurang dan bibir itu terpaksa harus terpisah, Seungmin dapat melihat dengan jelas wajah sang surai coklat itu yang telah terlukis rona merah. Pada telinga mungilnya, kedua pipinya, dan bibirnya yang membengkak.

“Hyung—”

Suara Seungmin terdengar berat di antara deru nafasnya; jemarinya telah berdansa pada ujung baju yang Minho kenakan. Hanya satu gerakan saja, tangan besar itu pasti sudah bisa melesak masuk ke dalam bajunya; untuk menyentuh kulit mulus Minho.

“S- Seungmin—”

“Hyung...”

“Seung—”

“KIM SEUNGMIN!!! LEE MINHO!!!”

Mata keduanya membulat, sontak mereka segera menatap ke arah tirai yang telah diturunkan oleh Minho sebelumnya. Suara frustasi sang leader kembali terdengar sembari ia mengetuk jeruji besi yang telah diciptakan oleh staff untuk memenjarakan Minho dan Seungmin.

“GET OUT. IT'S FUCKING LUNCH BREAK AND WE ARE ON SET, GODDAMN IT.”

Begitu, teriakan itu justru membuat Minho dan Seungmin tertawa kecil. Sang surai coklat itu segera berdiri; dengan langkah kecilnya ia naikkan kembali tirai yang semula menutup akses seluruh staff dari pemandangan panas yang telah terjadi antara Minho dan Seungmin.

Sang leader tentu saja tak bisa melewatkan pandangannya dari betapa bengkaknya bibir Minho dan berantakannya rambut Seungmin. Dengan begitu, ia menghela nafas keras sembari berkacak pinggang.

“I also in the same room with my boyfriend, tapi tau tempatlah!!! Cepet keluar. God. You guys are crazy.”

“Iri ya, hyung?”

“GROSS.”

Dan seolah tidak terjadi apa-apa, Minho dan Seungmin bergabung dengan membernya. Berbaur dengan para staffnya, bercanda seperti biasanya seolah kejadian sebelumnya tak pernah terjadi.