write.as

Setelah minjeong pergi, Seungwan segera duduk di samping joohyun. Ada jarak sekitar 50 cm di antara mereka, ya, joohyun menghitung jaraknya. "Kamu sudah makan siang?" Pertanyaan pertama Wan, yang dibalas dengan gelengan kepala oleh joohyun. "Mau makan dulu?" Joohyun menggeleng sekali lagi, ia masih tetap diam. "Yaudah, aku langsung ngomong intinya aja ya. Setelah itu kita makan," ucap Wan sehingga membuat joohyun mengangkat kepalanya. "Kita?" "Iya kita, memang ada siapa lagi disini selain kamu dan aku?" Joohyun menatap Wan dengan tatapan tidak percaya, "Kamu mau makan bareng aku, Wan?" "Iya." "Aku pikir ..." "Kamu pikir aku minta kamu kesini buat mutusin kamu?" Joohyun menundukkan kepalanya sebelum mengangguk pelan. Seungwan menghela nafas panjang. "Sejujurnya, pikiran itu sempat terlintas beberapa kali." Deg! Jantung joohyun serasa mau copot, matanya mulai terasa panas. Tanda-tanda sebentar lagi akan menangis. 'Tahan joohyun, tahan,' ucapnya berkali-kali dalam hati. "Tapi, aku pernah bilang kan? Aku ga mau mengambil keputusan saat marah," jelas Wan, "Selain itu, aku merasa hubungan kita terlalu berharga untuk selesai sampai disini, hanya karena kesalahpahaman." Seungwan menatap joohyun lekat-lekat, "Semarah apa pun, rasa sayangku ga akan berkurang ke kamu, Hyun." Sebulir air mata mengalir di pipi Joohyun setelah ia mendengar hal itu. "Kok nangis?" Tanya Wan pelan sembari menyeka pipi gadis itu dengan punggung tangannya. Yang ditanya, bukannya diam, malah semakin menangis tersedu-sedu. Terpaksa Wan menarik kepala joohyun agar menangis di pundaknya, untuk menghindari tatapan orang-orang yang berlalu-lalang. "Jangan nangis dong, aku kan ga mutusin kamu Hyun," ucap wan lembut sambil sesekali membelai rambut pacarnya itu. "Ma... maafin aku Wan," ucap joohyun dengan lirih disela tangisnya, "Maafin aku karena ga percaya sama kamu." "Iya, aku maafin," balas Wan, namun tangis joohyun malah semakin menjadi-jadi. "Aku ngerasa ga pantas buat kamu Wan, kamu terlalu baik buat aku," ucap joohyun parau, "Aku... aku udah nyakitin perasaan kamu. Kenapa kamu masih sabar menghadapi aku??" "Joohyun, kalau aku merasa kamu ga pantas buat aku, pasti dari dulu aku mutusin kamu. Jangan pernah berpikir seperti itu lagi ya? Itu bikin aku sedih." Yang diajak ngomong, menganggukan kepalanya, "iya, ma... maaf wan." "Joohyun, kamu berhenti nangis dulu ya? Ada hal penting yang mau aku bahas berkaitan dengan hal itu." Joohyun segera mengangkat kepalanya dari pundak Wan dan menyeka wajahnya dengan lengan bajunya. Meskipun masih terisak pelan, tapi air matanya sudah tidak mengalir sebanyak tadi. Mata dan hidungnya sedikit memerah karena terlalu heboh menangis. 'Aihh, gemes banget,' batin Wan sambil menahan senyumnya, 'No! fokus Wan, fokus!' "Kamu mau bahas apa Wan?" "Aku sempat curhat ke ka fany tentang masalah over jealous & insecure kamu karena jujur aku ngerasa hal itu bisa jadi masalah yang berulang kalau ga segera kita bahas. Menurut ka fany, mungkin kamu pernah disakiti di hubungan sebelumnya, tapi aku kan pacar pertama kamu." Joohyun mengangguk sambil menatap Wan. "Lalu ka fany menyarankan untuk nanya ke ayah kamu, apa kamu ada trauma masa kecil?" Mata joohyun melebar mendengar hal itu. "Aku dan ayah kamu sering ngobrol tentang berbagai hal lewat chat, beberapa hari yang lalu aku beranikan diri buat ngobrolin tentang masalah kita," ucap wan, "Maaf kalau kamu ngerasa aku lancang, ngobrolin hal ini tanpa persetujuan dari kamu, tapi aku mau tahu penyebab masalah kamu supaya bisa memperbaiki hubungan kita." "Iya Wan, aku... paham maksud kamu," ucap joohyun pelan, "Aku sendiri baru sadar kalau aku terlalu insecure, akibatnya aku susah percaya sama kamu." Seungwan mengusap pipinya sambil tersenyum bangga, "Good job. Aku seneng kamu juga refleksi diri, memang itu tujuan aku untuk berjauhan sementara waktu." Mendengar pujian dari Wan, senyum kecil merekah di bibirnya. "Mau ga mau, aku harus refleksi diri sendiri. Biar bagaimana pun, kita begini karena salah aku." Seungwan mengangguk, "Terus kira-kira kamu tahu penyebab kenapa kamu susah percaya sama aku?" Joohyun mengernyitkan keningnya, berpikir keras sebelum matanya mulai berkaca-kaca lagi, "Aku ga tahu." "Menurut om Jae, itu karena Alm. Eyang kakung pernah ingkar janji. Waktu kecil kamu selalu berusaha buat bikin eyang bangga kan? Tapi nyatanya buat eyang, kamu selalu jadi nomor dua dibandingkan sepupu kamu, tidak peduli seberapa keras pun kamu berusaha." Joohyun terdiam membisu. "Akibatnya kamu jadi merasa rendah diri dan selalu dibayangi ketakutan kalau suatu hari nanti, perhatian orang yang kamu sayangi direbut orang lain yang lebih segalanya dari kamu," tambah Wan, "Dalam hal ini, kamu takut aku bakal ninggalin kamu karena ada yang lebih baik. Kamu susah percaya sama aku karena dulu Alm. Pernah mengecewakan kamu meskipun beliau sudah janji." Seungwan memperhatikan pacarnya yang masih terdiam dan menatap air mancur di taman dengan tatapan kosong. "Hyun?" Panggil wan yang mulai cemas, apakah hal ini terlalu mengejutkan pacarnya? "Joohyun!" Panggil wan sekali lagi. "Huh?" Tersadar dari lamunannya, joohyun langsung melihat Wan dengan tatapan sedih dan menyesal. "Apa ini artinya aku ga bakal pernah bisa percaya sama kamu Wan?" Tanyanya dengan pelan. Seungwan menghela nafasnya. "Aku ngga bisa jawab, Hyun. Aku bukan psikolog, yang bisa aku lakukan sekarang adalah membantu menumbuhkan rasa percaya kamu ke aku." Joohyun terdiam sejenak, mencerna perkataan orang yang ia sayangi. "Aku tahu untuk menyembuhkan trauma butuh waktu dan mungkin perlu bantuan profesional, tapi kamu mau coba pelan-pelan dengan aku dulu?" Gadis muda itu menundukkan kepalanya. "Aku ga mau jadi beban buat kamu." "Hei," seungwan menaruh kedua tangannya di pundak Joohyun, "Kamu bukan beban buat aku, malah aku ingin membantu kamu melewatinya. Tapi balik lagi ke kamu, apa kamu mau menghadapi masalah ini dengan aku?" Seungwan menunggu jawaban pacarnya yang tidak kunjung tiba. Pelan-pelan dia melepaskan tangannya dari pundak Joohyun. "Aku tahu ini bukan hal yang mudah, ditambah lagi kita sedang menjalani hubungan yang bisa dibilang, cukup berkaitan dengan trauma kamu." "Kalau kamu perlu waktu buat memikirkan ini semua, aku bakal kasih waktu selama yang kamu mau, Hyun," ucap Wan "Dan seandainya kamu merasa lebih baik menghadapinya sendiri, aku terima keputusan kamu." "Maksud kamu, Wan?" Tanya joohyun cepat. Seungwan mengalihkan pandangannya, "Kalau hubungan kita justru menjadi triger untuk trauma kamu, atau malah menghambat kamu untuk mengatasinya, aku bakal membantu kamu sebagai teman, bukan pacar." "Teman?" Bibir joohyun bergetar. "Iya, dengan begitu kamu ga akan terbebani dengan pikiran-pikiran negatif seperti kamu ga pantes buat aku atau hanya jadi beban buat aku," ucap seungwan, "Suatu hari nanti kalau kamu sudah siap menjalani hubungan lagi, dan kalau kamu masih sayang sama aku, kita bisa mulai lagi dari awal." "Aku ga mau egois untuk nahan kamu dalam hubungan yang justru membuat trauma kamu semakin menjadi-jadi," jelas Wan, "Aku menyerahkan keputusannya di tangan kamu karena aku mau yang terbaik buat kamu dan aku." Seungwan menggosok hidungnya untuk menahan diri karena dia merasa suaranya mulai bergetar. "Wan, ngga, aku ngga mau kalau kita ..." "Kamu pikirin dulu ya joohyun," pinta Wan, "Aku mau kamu yakin dengan keputusan kamu. Aku siap kalau kamu siap melewati ini denganku." "Jangan khawatir, aku ga akan menjauh, kita tetap berkomunikasi seperti biasa. Nanti setelah kamu tahu apa yang kamu mau, segera bilang ke aku, oke? Setelah ini kamu langsung makan ya," ucap Wan sembari menarik tasnya. Kalau dia berlama-lama disini, dia pasti akan berubah pikiran dan memohon supaya joohyun mau mempertahankan hubungan mereka. Semalaman dia memikirkan kata-kata yang tepat dan meyakinkan dirinya untuk mengatakan ini di depan Joohyun. "Wan!" Joohyun memegang lengan baju pacarnya, mencegah dia pergi, "Mau kemana? Tunggu dulu!" Seungwan sejenak ragu, namun ia menaruh kembali tasnya dan menatap Joohyun. "Hari ini, kamu balik ke kosan kan?" Wan menggaruk pipinya, "Aku mau kamu fokus berpikir Hyun, setidaknya selama beberapa hari kedepan. Rencananya aku akan tinggal di kosan Dahyun sampai akhir bulan." "Aku ga bisa fokus kalau kamu ga disisi aku Wan," ucap joohyun "Aku juga ga mau balik jadi teman lagi! Aku ga mau wan!" Seungwan tampak bingung sebelum menghela nafas, "Oke, aku akan balik ke kosan setelah pulang dari surabaya." "Su... Surabaya?" "Iya, 2 hari lagi aku berangkat ke Surabaya untuk menghadiri rapat dengan investor, aku disana selama 3 hari." Joohyun terdiam. "Hyun?" "Aku mau kamu balik kosan sekarang." "Tapi... " "Aku janji akan memikirkan semua ini dengan baik, sesuai permintaan kamu. Tapi please, balik ke kosan hari ini, Wan. Aku mohon." Tidak tega untuk menolak, Seungwan pun akhirnya mengangguk. Melihat persetujuan Wan, Joohyun pun langsung melingkarkan tangannya di leher pacarnya dan memeluknya erat. "Makasi wan, aku tahu yang aku mau tapi sesuai permintaan kamu, aku akan memikirkan semuanya dengan baik. Aku mau sembuh, aku mau belajar percaya sepenuhnya sama kamu. Aku sayang kamu, Wan." Seungwan tersenyum lega sebelum membenamkan hidungnya di rambut Joohyun. "Iya, aku juga sayang kamu, Hyun." ***