KING – CHANGLIX

cw // age-up character, percobaan pembunuhan, deskripsi detail tentang luka, darah, dan cacat fisik, hewan buas, panik, sedikit ajakan melakukan kegiatan seksual secara implisit.

note : 1. Nama panggilan di saeguk ada di gambar. 2. Quotes adalah flashback masa joseon.

***

“Felix-ah, sudah siap ?”

Hyunjin menyandang tas ranselnya sambil menepuk pundak Felix, soloist berusia 27 tahun itu sedikit khawatir melihat raut idol muda didepannya.

“A-ah … ok hyung…”

Felix terbata dan berdiri. Dia tampak menghela nafas beberapa kali, kembali mengundang keheranan Hyunjin.

“Kau..sakit? merasa takut ?”

Seungmin keluar dari kamarnya—mengingat dia dan Felix ada di satu dorm—sambil membawa ransel senada dengan milik Hyunjin.

Pandangan soloist itu terpaku ke ponselnya hingga ia menabrak punggung Hyunjin.

“Seungmin-ah, simpan dulu ponselmu…” oceh Hyunjin sambil mencubit pipi gembil Seungmin. Si soloist muda merengut dan mengantungi ponselnya.

“Fel—OI FELIX !!” Seungmin panic melihat Felix terhuyung dan kembali duduk disofa. Hyunjin segera mencari air putih dan meminumkannya ke Felix.

“Pusing ? Mual ?” Tanya Seungmin ketakutan, dia melonggarkan jaket yang dipakai Felix dan mengipasi sang sahabat dengan kertas yang ia temukan dimeja.

“U-ugh...ak-aku hanya sedikit pusing...” ucap Felix. Dia mencengkeram ponselnya erat—menarik atensi Hyunjin.

Pria itu langsung merampas ponsel Felix dan melihat apa yang anak itu baca sejak tadi.

Layar ponsel pintar itu menampilkan laman postingan sekelompok pembenci Felix.

Hyunjin menahan nafas melihat banyaknya komentar mendukung postingan Stormy—nama klub haters Felix—dan bagaimana ada gambar-gambar menakutkan yang diikut sertakan.

“Felix !!” Seungmin memekik kesal setelah ia juga melihat ponsel Felix.

“SUDAH KUBILANG JANGAN MEMBUKA APAPUN YANG BERKAITAN DENGAN STORMY !!! KENAPA KAU SANGAT BANDEL HAH ?!” Seungmin menendang meja kopi sofa untuk meluapkan kemarahannya. Pemuda itu mengerang dan pergi kedapur sebelum dia semakin marah pada sang sahabat.

Hyunjin menatap kepergian Seungmin sambil menghela nafas, dia lalu berjongkok dihadapan Felix.

“Hey... Felix...”

Hyunjin mengusap peluh pemuda itu, sambil tersenyum menenangkan.

“Tenanglah... semua akan baik-baik saja. Atau...kau mau aku bicara pada Sungwoon dan Daniel-*hyung * untuk membatalkan ini ? Agar hanya aku dan Seungmin yang datang.”

Felix menggeleng cepat.

“tidak hyung tidak aku—tidak perlu hyung...aku aku akan baik-baik saja...aku hanya butuh uhh butuh menenangkan diri..sebentar...”

Ketakutan dan kecemasan jelas terlihat dari Felix, Hyunjin hanya menghela nafas lalu mencari sebuah wadah warna kuning cerah dari tas Felix.

“Nah, makanlah ini dulu. Aku akan melihat keadaan Seungmin.” Hyunjin menyodorkan wadah tadi ke Felix. Berisi banyak gummy bear dan aneka permen—Hyunjin berjanji akan menambah stock agar pemuda itu lebih tenang.

“Oh ya, mulai dari sekarang ponselmu akan hyung bawa. Aku tidak akan membiarkan mu membuka hal-hal bodoh lagi.”

***

Felix tersenyum dan melambaikan tangan ke fans yang menyambutnya di kebun binatang.

“Baiklah, Felix-ssi, Hyunjin-ssi, dan Seungmin-ssi. Kalian akan dibimbing oleh Han Seungyeol-ssi.”

Felix hanya mengangguk sekilas, dia berjalan pelan menuju ke sebuah lorong dengan kaca tebal dikanan-kirinya. Tempat ini digunakan untuk menempatkan hewan yang baru saja diberi vitamin atau imun.

Deg!

Deg!

Felix meringis dan mengusap dadanya yang berdegup keras, dia menoleh kekanan-kirinya yang lumayan sepi. Hanya ada 1 petugas yang mengelap kaca diujung lain lorong.

Langkah tungkai panjangnya terhenti disebuah tikungan lorong, dimana sebuah kaca lebar menampilkan alam luar yang terang dan terlihat tropis—cenderung kering.

Deg!

Felix menoleh dan memicingkan mata karena cahaya yang menyilaukan.

Tap!

Deg!

Felix merasa nafasnya sedikit sesak.

Tap!

Dia menatap hewan buas dibalik kaca itu lekat-lekat.

Tap!

Setiap langkah si hewan mendekati kaca, saat itu pula Felix ikut mendekat. Tangannya terangkat untuk menyentuh kaca kandang.

Tangannya terlihat mungil dibandingkan paw hewan buas itu—Singa itu mengikuti gerakan Felix dengan menempelkan satu kaki depannya ke kaca.

Deg!

Felix menatap ke sepasang mata singa yang berbinar—bening dan ada sedikit hitam kelam disana.

Ngingg!

Felix menundukan badan refleks saat kepalanya pening karena suara desingan nyaring. Seakan suara itu langsung menembus tengkorak kepalanya.

Ngrrhh!

Felix berjongkok memegang kepalanya, dia masih bisa mendengar geraman pelan singa itu meski kaca tebal menjadi pemisah mereka.

Bruk!

Singa itu mendekat ke kaca, mendudukan diri dan terus menempelkan salah satu kaki depannya—seakan ingin meraih Felix.

Ngrrhh!

Geramannya mengeras, Felix meringis sakit saat desingan dikepalanya juga semakin terdengar nyaring, membuat perutnya terasa mual.

“Wangja, Naegeumwijang ingin bertemu dengan anda.”

“Naegeumwijang ?! dia sudah kembali dari perang ?! apa dia—OH ASTAGA ! APA KAU BAIK BAIK SAJA !?!”

“Wangja, tolong tenang. Saya baik-baik—“

Grep!

“A-aku sangat khawatir padamu !”

“Wangja, maafkan saya membuat anda khawatir. Tapi bukankah saya sudah berjanji akan kembali pada anda ? anda sudah membuat saya bersumpah untuk melindungi anda. Saya tidak akan mati semudah itu.”

Roaaarr !!!

Seorang petugas kebersihan yang terkejut mendengar auman si singa segera berlari mendekat dan mendapati Felix yang terbaring dilantai tak sadarkan diri. Ia menghampiri Felix panik, tak tahu apa yang harus dilakukan.

Sampai akhirnya Seungmin berlari mendekat.

“FELIX !!!” Seungmin memekik keras dan menarik atensi Hyunjin serta Seungyeol-ssi.

“Tenang Seungmin-ssi, saya akan memanggil tim kesehatan !”

Hyunjin memberikan tasnya pada Seungmin lalu menggendong Felix, dia bergidik saat sadar jika Singa dibalik kaca itu menatapnya lekat dan terus berjalan menyusuri kaca mengikutinya yang berjalan sepanjang lorong.

Dan saat kandang itu berakhir diujung tikungan, satu erangan keras kembali terdengar. Bahkan terdengar jika Singa itu mencakari kaca dan dinding karena ingin terus mengikuti Hyunjin.

“Hyunjin-hyung...”

“Ya Mong?”

“A-apa singanya tadi ingin memakan Felix ?”

Hyunjin hanya menggelengkan kepala pelan, ia menunduk menatap Felix digendongannya.

“Hwang Sabu-nim...”

“ah! Naegeumwijang! Ada keperluan apa anda menemui saya selarut ini?”

“Saya ingin menitipkan sesuatu untuk ulang tahun Wangja minggu depan.”

“Kenapa ? Bukankah anda dapat memberikannya sendiri pada Wangja? Saya pikir Wangja pasti akan sedih jika anda tak memberikan hadiah secara langsung.”

“Maafkan saya Sabu-nim, saya harus berangkat ke medan perang saat fajar tiba. Saya tidak tahu kapan saya akan kembali......saya bahkan tidak tahu apa saya dapat kembali.”

“Naegeumwijang! Jangan berkata seperti itu! Wangja akan sangat sedih jika anda tidak kembali! Apalagi Wangja sudah akan diangkat menjadi Raja. Dia akan terpuruk jika anda tak lagi bisa melindunginya.”

“Karena itulah Sabu-nim. Wangja akan segera menjadi seorang Raja, sudah tugas saya untuk membersihkan semua musuhnya mulai dari sekarang. Saya tak ingin masa depan Wangja sebagai Raja terancam.”

“Tapi Naegeumwijang, saya mohon. Berjanjilah pada bintang dan bulan jika anda akan kembali...”

“Tentu Sabu-nim. Saya sudah bersumpah dihadapan Dewa. Saya akan melindungi Wangja seumur hidup saya.”

***

Felix terbangun saat merasa telapak kakinya ditempeli sesuatu yang dingin.

“Ah, kau sudah bangun?”

“Chungha Noona...”

Kim Chungha, salah satu manager Felix ikut serta dalam acara Volunteer itu—tugasnya jelas untuk menjaga Felix. Meski memiliki cover wanita cantik jelita yang pemalu, Chungha kuat dan menguasai bidang medis serta beladiri.

“Sudah merasa baikan ?”

Wanita itu membantu Felix bangun dari rebahan dan bersandar ke kepala kasur. Tangan cekatannya mengambil satu gelas air putih, “Minumlah dulu...”

Felix menurut, tenggorokannya terasa perih saat cairan itu meluncur masuk. “Masih mual?” tanya Chungha pelan, Felix menggeleng namun ia meremas perutnya.

“Sakit?”

Felix mengangguk pelan, “Ra-rasanya...perih.”

Chungha menaikan satu alisnya.

“Tadi...perutmu terbentur?”

Felix menggeleng, lalu menyingkap kausnya. Chungha nyaris menjatuhkan gelas yang dibawanya saat melihat goresan bekas luka di sepanjang perut Felix. Terlihat seperti luka baru, masih sedikit basah namun sudah tak berdarah.

Sekilas seperti sabetan pedang.

“Astaga ! I-ini terkena apa Felix ?!” Chungha segera meraih alkohol dan kapas dari tas kesehatannya.

Felix hanya menggeleng pelan, dia juga tak tahu bagaimana ia bisa memiliki bekas luka itu.

Ngiiing!

Desingan itu lagi. Felix mengigit bibir kesakitan sambil menutup kedua telinganya.

Dan tiba-tiba sebuah ingatan melintas.

“Astaga Pyeha! Naegeumwijang, Kemarilah!”

Seorang pria dengan armor dan pedang berkilat berlari memasuki sebuah ruangan berpintu hitam dengan ornamen bunga merah dan hijau.

“Pyeha!!” Orang itu memekik dan berlutut didepan seseorang yang berbaring memegangi perutnya—terbaring diatas sebuah kain-kain kumal.

“N-Naegeumwijang...”

“Hwang Sabu-nim, tolong carikan kain bersih untuk membebat luka Yang Mulia.”

Pria tampan dengan kulit seputih salju itu membungkuk dan segera berlari keluar.

“Pyeha, saya mohon bertahanlah, Para Naegumwi pasti dapat menghabisi semua musuh yang datang,”

Pria yang terbaring tampak menggeleng pelan. Tangannya yang sudah berlumur darah dari perutnya sendiri terangkat, bergetar saat mengusap pipi Prajurit kepercayaannya.

“Naegeumwijang...”

“Ya, Pyeha.”

“Berjanjilah... untuk terus melindungiku.”

Pria berarmor itu tampak terdiam, tangannya menangkup tangan penuh darah yang terdiam dipipinya.

“Pyeha...maafkan kelalaian saya malam ini... Se-seharusnya saya tetap menunggui anda hingga tertidur dan pagi datang.”

“Naegeumwijang, apa kau percaya takdir?”

“Pyeha...”

“Aku percaya, dan aku sangat mengerti jika takdir membawaku ke kematian ini.”

“Pyeha!”

“Naegeumwijang... jagalah dirimu sendiri. Kau—harus menjadi pria yang lebih kuat.”

“Pyeha, saya mohon ! bertahanlah !!”

*Pria berarmor itu merobek sebelah kain pakaiannya, mencoba menutup luka sayatan diperut sang Raja. *

Namun Pemegang kekuasaan tertinggi itu hanya tertawa lirih, dia mengusap pipi pria itu pelan.

“Hyungnim...” panggilnya pelan. Si pria ber armor sontak menoleh,

“Pyeh—“

“Hyungnim...panggil namaku...tolong.”

Seorang Raja tak sepatutnya memohon pada bawahannya.

“Pye—“

“Panggil namaku...”

Tangan berlumuran darah itu semakin dingin, mata indah itu semakin kosong, terkadang memejam lalu terbuka pelan.

Seolah sudah lelah.

“Pye-”

“Hyung...”

“Yo…yongbok...”

Badan berbalut baju kebesaran Raja itu bergetar, bibirnya yang tadi sempat tertawa tiba-tiba terisak. Tangannya mencengkeram lengan sang Prajurit tertinggi,

“hyung, hyung...sa-sakit.”

“Yongbok...Yongbok-ah!”

BRAK!!

Si Jendral besar menoleh, Hwang Sabu-nim yang sudah sekarat dilempar kehadapannya.

“Serahkan Yang Mulia pada kami dan kau akan tetap hidup.”

Kemarahan jelas terlihat dari mata si Prajurit.

“Kalau begitu, aku memilih mati.”

Felix mengerang, kilatan perkelahian penuh darah dan rintihan masih setia tampil dimatanya. Dia mendengar sayup-sayup suara pelan si Raja...

Terdengar jelas ditelinganya.

“Dewa, aku mohon buat dia jadi orang yang kuat. Agar dia dapat hidup tenang dan tak merasakan kehilangan lagi.”

Slap!

Gelap.

Naegeum...wijang-nim ?

Pyeha?

***

Hyunjin mondar-mandir dengan ponsel menempel ditelinga.

“Astaga, sedang apa sebenarnya Sungwoon ini.”

Sret!

“A-ah, maaf Tuan.”

Hyunjin melirik sebal seorang pegawai yang menyenggolnya dan membuat beberapa potong daging segar jatuh ke lantai.

“Ya! Astaga menjijikan...” desis Hyunjin menjauh dari ruang kesehatan dimana Felix masih dirawat.

Pria itu berlalu dan menuju ke koridor lain, menunggu sambungannya diterima Sungwoon.

“Semua ini menyebalkan!”

Hyunjin berbalik untuk kembali ke ruang perawatan Felix, namun tiba-tiba kepalanya pening dan pandangannya mengabur.

Ngiing!!

“Pyeha? Anda memanggil saya ?”

“Sabu-nim, duduklah...”

“Ada masalah apa Pyeha? Ini sudah larut. Anda merasa tidak enak badan ?”

“Bukan...”

“Pyeha?”

“Sabu-nim...a-apa Naegeumwijang menemuimu setelah ia pulang dari perjalanannya?”

“A-ah...soal itu... maaf Pyeha, saya belum bertemu Naegeumwijang selama satu bulan ini.”

“... di-dia..sudah kembalikan ?”

“Tentu saja. Saya mendengar dari para prajurit jika Naegeumwijang sudah kembali. Mungkin beliau masih ingin beristirahat.”

“Sabu-nim. Antarkan aku ke kediaman Naegeumwijang sekarang.”

“Pyeha?! Ini sudah sangat larut ! berbahaya jika anda keluar sekarang.”

“Tapi aku merindukannya!”

Hyunjin menutup mulut saat rasa mual tiba-tiba menekan perutnya.

“Hyunjin-ssi ?! A-anda baik-baik saja ?”

Hyunjin mendongak dan melihat Seungyeol dengan beberapa map ditangan.

“A-ah ya. Saya hanya sedikit mual karena salah makan tadi pagi.”

“Jika anda merasa tidak enak badan, silakan menemui dokter.” Pria itu menepuk pundak Hyunjin, lalu seakan teringat sesuatu.“

Oh ya, ini adalah jadwal berjaga untuk Anda dan Felix-ssi. Seungmin-ssi sudah mulai berada dibagian Mamalia mulai hari ini.”

Hyunjin menerima kertas itu sambil menahan rasa pening.

“Felix.. ada dibagian penangkaran dan rehabilitasi? Tempat untuk hewan setelah mendapat imun itu ?”

“Ya, mengingat keadaan Felix-ssi, kami mengopernya ke bagian yang lebih aman untuk kesehatannya.”

Hyunjin mengangguk, namun dia tak menampik ada rasa janggal dipikirannya.

“Tugas Felix-ssi hanya mengecek tingkah laku hewan setelah makan dan diberi obat. Dia akan didampingi seorang Senior. Tenang saja.”

Hyunjin membungkuk dalam, “Terima kasih atas pengertiannya. Maaf jika kami menyusahkan anda.”

“Tidak tidak ! Kami bahkan bersyukur jika anda ber tiga mau membantu disini. Banyak orang mulai tertarik untuk berkunjung karena anda bertiga.”

Hyunjin mengakhiri basa-basi itu dan segera kembali ke ruang rawat Felix.

Dia menoleh melihat seorang pegawai diujung koridor.

Baju coklat... bukankah itu bagian pemberi makan ? sedang apa disini ?

***

Felix merapikan seragamnya dan segera berlari menuju ke bagian rehabilitasi.

Disana ia melihat Chanyeol—Park Chanyeol , salah satu Senior yang akan terus menemaninya selama dia menjadi volunteer disini.

“Felix-ssi, ini Jihyun. Dia yang akan menemanimu memberi makan hari ini. Dan ini data hewannya. Silakan.”

Felix membungkuk sambil menggumamkan terima kasih.

“Mari Jihyun-ssi.” Ajak Felix ke gadis yang membawa sebuah karung yang terlihat berat.

“Mau.. ku bantu membawanya ?” tanya Felix pelan, Chanyeol tampak sedang mengecek sebuah kandang.

“Tidak perlu Felix-ssi, saya kuat membawanya. Um.. bisa tolong buka kan saja pintu kandangnya ?”

Felix mengangguk dan dengan sigap membuka gembok sebuah pintu besi yang lumayan berat. Dia menahan pintu itu , Jihyun segera masuk dan menghela nafas panjang.

“Felix-ssi, sudah membaca deskripsi hewannya ?”

Felix yang teringat langsung membaca papan dada yang diberikan Chanyeol padanya.

“Kandang A13.” Dia mencari lembar dimana deskripsi untuk hewan kandang A13 dijelaskan.

“9 ekor Buaya air tawar. Mengalami kegilaan—sepertinya sifat alamiah predator mereka kembali dan membuat mereka menyerang satu sama lain. Keadaan terbaru, sudah tenang dan dapat segera dikembalikan ke kandang show-off. Larangan—”

Felix akan membalik lembaran itu saat Jihyun memekik,

“ASTAGA!”

“Jihyun-ssi !!” Felix mendekat dan membantu gadis itu untuk berdiri. Terlihat sebuah bekas lumpur yang membuat gadis itu terpeleset.

“Anda baik-baik saja Jihyun-ssi?”

Gadis itu tersenyum dan membungkuk sopan, “Iya, hanya kaget. Maaf merepotkan.” Gadis itu kembali menarik karung makanan yang ia bawa.

Felix menatap sekeliling saat merasa ada yang memperhatikannya.

Seekor buaya besar—lebih besar dari yang Felix lihat di kandang show-off kemarin—terdiam 10 meter didepannya. Hewan itu tampak sedang menikmati sinar matahari langsung yang memang mengenai kandang itu.

“Ah, makanannya kurang. Saya akan ambilkan dulu. Tadi saya meminta Chanyeol-ssi untuk membawakanya ke pintu.”

Felix hanya mengangguk saat Jihyun berjalan menjauh darinya menuju pintu masuk tadi.

Srak !

Felix menoleh ke arah kiri. Sekitar 15 meter darinya ada sebuah kolam yang digunakan untuk buaya-buaya itu berendam.

Tampak 4 ekor buaya keluar dari sana, langsung berebut tumpukan daging segar yang dibawa Jihyun tadi.

Daging segar.

Felix bergidik melihat lelehan darah yang masih terlihat jelas.

Tunggu!

Felix segera melihat lagi ke papan dada yang ia bawa.

Larangan : Tidak diperbolehkan makan daging segar dan makanan mentah amis lain karena dapat memicu insting alamiah sebagai predator.

Felix menahan nafas.

Srakk!

Dia menoleh dan melihat ada 3 ekor buaya lagi yang muncul.

8 ekor.

“Jihyun-ssi !! kau salah memberi makan !!” teriaknya sambil berjalan mendekati Jihyun yang sudah akan keluar dari pintu.

“Oh ya ? Entahlah... aku tidak perduli.”

“Jihyun-ssi?”

“2 kilogram daging untuk 8 ekor buaya... sepertinya kurang.” Jihyun tampak bersandar santai di sisi pintu. Felix berjalan mendekati Jihyun, jika saja dia tak melihat jika buaya besar yang sejak tadi berjemur juga bergerak ke arahnya.

Kakinya membeku seketika.

“Oh... Felix-ssi, beratmu sekitar 50kg kan ?”

Felix menatap Jihyun tak percaya, “Jihyun—“

“Kupikir mereka akan cukup kenyang dengan 50kg daging mu. Baiklah. Selamat tinggal!”

BRAK!

Felix mundur selangkah dan menatap horor pintu yang tertutup. Belum lagi buaya besar yang sedari tadi menatapnya kini semakin dekat.

Tolong.

Dia bergetar hebat melihat 2 ekor buaya yang berebut daging disamping kolam juga mulai memperhatikannya.

“MENJAUH !!”

Felix berteriak keras, dia meraba celana seragam yang ia pakai—mencoba mencari alat komunikasi agar seseorang dapat menolongnya.

Hrr!

Felix berlari menuju bagian lain kandang itu, hanya mencoba menjauh dan mengulur waktu hingga seseorang datang.

“TOLONG !!!” teriaknya.

“TOLONGG !! AKU TERJEBAK DIKANDANG BUAYA !!!” teriaknya lagi.

Roaarr!!

Felix menegang.

Yang ia harapkan adalah sahutan manusia lain.

Bukan auman... Singa ? Harimau ?

Felix menoleh ke dinding yang tak jauh darinya. Tinggi dinding itu sekitar 3 meter—jika hewan buas besar yang kuat ingin melompat, maka mereka bsia melewati dinding itu.

Roaar!!

Auman itu terdengar semakin dekat dengan dinding. Felix menahan tangisnya.

Cukup buaya-buaya saja yang menakutinya. Ia tak perlu satu predator lagi yanga ntri untuk memakannya.

Dug!

Suara dentuman terdengar.

Hrrr!!

Felix kembali menatap sekelilingnya, ia hampir melupakan buaya-buaya didepannya karena auman hewan di kandang sebelah.

“Tuhan...” rintih Felix.

Ngiiing!!

“>Wangja !!”

“Astaga! Wangja, apa anda baik-baik saja ?”

“hm...”

“Siapa yang mengurung anda disini? Apa Daebi yang melakukannya?”

“Bukan...”

“Wangja...”

“Naegeumwijang...a-aku takut.”

“Tenanglah Wangja. Saya akan selalu menyelamatkan anda, maafkan saya yang terlambat mengetahui ketidak hadiran anda diacara makan malam kemarin. Maafkan saya Wangja.”

“Hmm, bukan salah mu...Ak-aku...”

“Wangja, meskipun bukan tugas saya untuk menjaga anda, tapi ... Yang Mulia sudah memerintahkan saya untuk menjadi Kepala Igwisa bagi anda.”

“Naegeumwijang...”

“Wangja, suatu saat jika anda kembali mendapat keadaan menakutkan seperti ini... panggilah nama saya. Saya akan datang pada anda, dimanapun itu... saya bisa mendengar anda Wangja.”

“Naegeumwi...jang...” bibir Felix berucap pelan.

“Naegeumwijang...”

Felix tidak tahu kenapa tapi dia menangis, dadanya sesak dan kakinya tak mampu menopang tubuhnya. Dia terduduk disalah satu sisi kandang, siap disantap oleh buaya-buaya kelaparan itu.

“Naegeumwijang...”

Dia tak tahu siapa yang ia panggil namun dia berharap jika ada seseorang datang padanya. Menolongnya dan menenangkannya.

KREAAK!!

DAAK!

Felix menoleh.

Singa itu.

Singa yang ia lihat saat hari pertamanya datang ke tempat ini.

Entah bagaimana Felix tahu benar jika itu Singa yang sama—ah... sepasang mata itu.

RROOAAAR!!

Bekas cakaran didinding serta runtuhan dinding karena Singa itu memaksakan diri untuk melompatinya.

Felix merasa terharu melihatnya.

ROAAR!!?

Hewan yang disebut Raja Hutan itu terus-terusan mengaum—entah memanggil kawannannya atau bersorak karena melihat makanan; dimana dalam konteks ini adalah Felix.

“Naegeumwijang...”

ROOAAARR!!

Lagi-lagi hewan itu mengaum. Matanya tak lepas dari sosok Felix yang terduduk lemah.

Felix sendiri merasa gila karena kekhawatirannya tiba-tiba hilang.

Seharusnya dia lebih panik sekarang karena ada 2 predator buas dihadapannya.

“Naegeumwijang...”

Bibirnya pun tak terkontrol terus menerus menyebut nama itu.

BRAK!

Dengan satu gerakan cepat, Singa itu menyerang seekor buaya dan melemparkannya ke sisi lain dinding.

Bekas darah dari buaya itu menetes dari taring-taring tajamnya.

Felix menangis, badannya bergetar—bukan takut... ini bukan perasaan takut.

Entahlah, Felix juga tidak bisa menjelaskannya.

Dia meringsut ke dinding, menghindari pertarungan 2 predator buas itu. Dia mencoba berdiri dan meniti dinding karena kepalanya yang pening.

Ngiiingg!

Ngiiingg !!!

“FELIX-SSI !!!”

Suara dari speaker diatas pintu masuk membuat Felix mendapatkan harapannya lagi.

Suara Seungyeol-ssi.

“FELIX-SSI !! TENANG LAH KAMI AKAN SEGERA MENYELAMATKAN ANDA DARI KANDANG !! TOLONG MENJAUH DARI HEWAN-HEWAN BUAS ITU!! SILAKAN MELEWATI KOLAM DAN MENUJU POHON DISUDUT SELATAN. BUAYANYA TAK AKAN MENANGKAP ANDA JIKA ANDA MEMANJAT POHONNYA!!”

Felix mengedarkan pandangan dan melihat pohon yang dimaksud. Dia tanpa berpikir panjang segera meniti sebuah jembatan kecil yang menjadi jalan untuk melewati kolam dengan lebar sekitar 5 meter itu.

BRAAK !

DAK!

Felix tidak tahu apa yang terjadi, semua terlalu cepat.

Tangan kanannya menghantam sisi lain kolam, dia mengerang dan menoleh untuk melihat apa yang merusak jembatan kecil itu.

Buaya.

9 ekor.

8 ekor.

Felix merasa nafasnya tertahan ditenggorokan saat sadar jika memang seharusnya masih ada 1 buaya lagi.

KRAK !!

“AAAAAA!!! AKKHH!!!! TO—AKHH!!”

Kakinya.

Felix mengais daratan diepannya dengan sebelah tangannya yang lain—karena benturan tadi tangan kanannya mati rasa, dia juga merasakan dagunya berdarah.

“AAKHHH !! KAKII!! AKHH”

ROAARR!!

BRAKK!!

Felix menjerit keras saat merasakan tulangnya remuk ditembus gigi runcing buaya itu, semakin saakit saat buaya itu tetap mengigitnya sementara Singa tadi mengigit si buaya—menariknya menjauh dari Felix.

Sungguh.

Felix lebih memilih mati karena ditusuk pisau daripada seperti ini.

Sakit.

Dan dia belum tentu mati hanya karena gigitan ini.

RROAAAARR !!!

“ASTAGA FELIX-SSI !!!!”

Felix menangis kesakitan, teriakan panik Seungyeol tak lagi ia pedulikan. Dia berusaha menaiki pinggiran kolam itu. Dia tak berani menoleh kebelakangnya. Dia tak ingin tahu bau amis itu dari darah Buaya atau Singa yang bertarung dibelakangnya.

Dia bahkan tak ingin tahu apa yang membuat air kolam berriak keras dan berwarna merah.

Dia juga tak berani melihat kakinya. Dia bahkan sudah tak bisa merasakan kaki kanannya lagi.

Dug!

Sesuatu mendorong pantatnya untuk menaiki pinggiran kolam, Felix merasa satu cakar besar menyentuh punggungnya. Mendorongnya hingga ia berada didaratan.

“hiks—“ dia menggigit bibir, menunduk dalam hingga wajahnya menempel ditanah, malu jika dunia melihatnya menangis.

Puk!

Satu paw besar menyentuh pundaknya.

Felix memberanikan diri mendongak.

“Tuhan...” rintihnya lagi. Dia merasa hatinya serti diiris melihat keadaan Singa itu sekarang.

Kemarin, dia melihat si Raja Hutan itu menunjukan ketegapannya. Postur hewan itu bagus dan besar. Bulu dilehernya tampak tebal dan coklat bersih. Badan besar dan ekor menjuntai indah. Menunjukan kharisma tersendiri dari penguasa Hutan itu.

Namun sekarang.

Bekas gigitan dan luka sobek memenuhi badan besar itu. Felix tak melewatkan daging merah mengucurkan darah di sisi kaki belakang Singa itu. Sebelah telinganya sobek, dan sebelah mata indah itu tertutup—mengucurkan darah segar.

Felix menangis keras, membiarkan suara tangisannya mengisi keheningan kandang itu. Dia mengulurkan tangan berusaha meraih wajah singa itu.

Bruk!

Singa itu mendudukan diri, merebahkan diri penuh didepan Felix yang sama berbaringnya ditanah agar pemuda itu bisa menyentuh lukanya.

Nghrr!

Felix meraung keras saat mendengar geram kesakitan sang Raja Hutan. Tangannya basah karena darah segar dari luka dipipi singa itu. Si idol muda berusaha mendudukan diri, melepaskan kausnya dan menutupkannya ke mata si Singa.

Nggrr!

Geraman kesakitan terdengar jelas bersahutan dengan jeritan Felix yang tak tega melihat keadaan Singa yang berbaik hati menyelamatkannya.

Puk!

Felix meraung keras merasakan paw hewan itu menepuk pahanya, sangat pelan seakan takut jika cakarnya bisa melukai Felix. Hal itu membuat Felix semakin menangis keras.

Bagaimana bisa hewan buas memperlakukannya selembut ini sementara seorang manusia tega mengurungnya dikandang Buaya kelaparan ?

“Terima kasih.”

“Terima kasih.”

Singa itu seakan paham dan meletakan kepalanya dipangkuan Felix, mengusapkan sebelah bagian kepalanya yang tak terluka ke badan Felix—seperti anjing yang manja pada Tuannya; hanya saja Singa besar dan penuh darah tak bisa disamakan dengan anjing manis rumahan.

“Terima kasih.”

“Terima kasih.”

Felix mengatakan dirinya sendiri sudah gila sekarang. Dia tak tahu kenapa tapi dia terus menciumi kepala Singa itu, mengusapnya sambil terus menggumamkan terima kasih.

Padahal dia—mungkin—kehilangan kaki kanannya, tapi keberadaan Singa ini membuatnya melupakan semua rasa sakit.

Pyeha... apa anda merasa lebih baik ?

Ya Naegeumwijang, aku sudah meminum obatku hari ini.

Syukurlah. Silakan beristirahat. Maaf saya mengganggu anda.

Kau sudah akan kembali ? kau jauh-jauh mendatangi kamar ku hanya untuk bertanya seperti itu?

Pyeha, maaf kan kelancangan saya.

Aku tahu kau punya maksud lain...

Pyeha...

Naegeumwijang, kemarilah. Buka tirai ranjangku. Ranjang ini cukup luas untuk kita berdua.

Felix memeluk kepala besar itu, dia menggumamkan doa pada Tuhan yang berbaik hati padanya.

Ngiing!!

Bruk.

Felix ambruk kebelakang.

Dia mengerjap pelan, matanya mulai tak fokus—tapi dia tahu Singa tadi mendudukan diri dan melihatnya dengan panik.

Nghrrr!

Nghrrr!

“FELIX-SSI !! SIAPKAN BIUS!! TEMBAKAN KE SINGANYA !!”

Felix tersengal dia mulai panik dan ingin menahan orang-orang keamanan yang ingin membius Singa itu. Dia tak ingin mereka memperlakukan Singa baik itu dengan kasar.

Singa itu... penyelamatnya.

Pyeha?

Naegeumwijang?

Suara itu terdengar nyata ditelinga Felix. Pemuda itu merasa seseorang mengangkat badannya. Dia masih berusaha membuka mata, melihat keadaan Singa itu.

Mana?

Dimana Singa tadi ?

Dia mengulurkan tangan kearah dimana Singa tadi terduduk.

“Felix-ssi ! Felix-ssi !? Anda bisa mendengar saya ?” Felix mengabaikan suara seseorang berbaju putih yang mulai memakaikan sesuatu pada tubuhnya.

Entahlah, mungkin alat kesehatan.

Felix mengerang kesal saat matanya semakin berat dan memburam.

“Felix-ssi, saya sudah membius anda. Anda akan segera dilarikan ke rumah sak—”

Felix tak bisa mendengar apapun lagi.

Pyeha...anda harus kuat.

Anda harus sembuh.

Felix berusaha membuka mata lagi, dia melihat seorang pria tampan berdiri ditempat dimana Singa tadi berada.

Jaraknya sudah semakin jauh, namun Felix masih bisa melihatnya—itu sosok manusia.

Bukan Singa.

Felix tak melihat Singa dimanapun.

“Ukh...” Dia merintih. Menggerakan tangannya pelan kearah perutnya.

Naegeumwijang ?

***

3 months later

***

Chungha dan Jeongin menata sofa dengan sedemikian rupa. Jisung menutup tirai dan menjauhkan segala perabotan tak berguna yang memenuhi ruang tengah.

“Jeongin. Siapkan mejanya. Felix akan tiba 5 menit lagi.”

“Baik Chungha-nuna.”

“Jisung?”

“Ya nuna?”

“Apa Leon sudah...diberi makan ? Apa dia merusuh?”

Jisung meletakan sebuah guci yang tadi diangkatnya.

“Terakhir saya melihatnya setengah jam lalu, dia sedang duduk didepan perapian yang dibuatkan Hyunjin-ssi. Saya tidak paham kenapa seekor Singa menyukai perapian seperti manusia.”

Chungha mengangguk, dia akan bicara sebelum suara seorang pemuda menggema.

“CHUNGHA-NUNAAA, JEONGIN, JISUNG !!! FELIX DATAAANGG !!!”

Chungha segera berlari kearah ruang tamu, dia melihat Seungmin menenteng sebuah tas hitam besar dan koper berhias stiker ditarik dibelakangnya.

“Felix...”

Chungha menahan tangisnya, dia berjongkok dihadapan pemuda yang sudah ia anggap adiknya sendiri.

Pemuda yang membanggakan diri sebagai dancer sejak muda itu kini hanya tersenyum lemah diatas kursi roda. Sebuah selimut menutupi kakinya.

“Felix, kau ... baik-baik saja? Apa kau menurut pada Doktermu?”

Felix mengangguk pelan, dia meraih tangan Chungha.

“Nuna apa kabar ?”

Chungha menggeleng, “Buruk! Sangat buruk!” pekik Chungha lalu memeluk Felix. Dia menangis sambil terus menciumi dahi Felix.

“Aku bersumpah Felix, aku dan agensi melakukan apapun agar iblis wanita itu dihukum berat. Jika perlu aku sendiri akan mengumpankannya ke hiu—“

“Nuna...sudah..aku baik-baik saja.”

Chungha menyembunyikan wajah dipangkuan Felix, dia meraba kaki kanan Felix. Tangannya bergetar dan berhenti dilutut pemuda itu.

Karena sudah tak ada lagi yang bisa ia pegang dibawah sana.

Kaki kanan Felix diamputasi, dan anak itu harus mendapat perawatan medis ketat selama 3 bulan di Amerika.

Chungha yakin, yang paling terluka bukan fisik Felix melainkan mental anak itu.

“Nuna, aku dengar... kalian mengadopsi...Singa itu...?”

Chungha mendengar nada ceria terselip diucapan Felix barusan. Wanita itu segera berdiri dan mengangguk, ia mengusap wajahnya kasar lalu memaksakan satu senyuman.

“Ya! Dia sedang berada dikandangnya!!”

Hyunjin yang sejak tadi diam dibalik pegangan kursi roda Felix mulai bicara.

“Ingin melihatnya?”

Felix mendongak menatap Hyunjin yang tersenyum padanya.

“Baiklah. Ayo kesana.”

***

Hewan itu memejamkan mata menikmati rasa hangat dari perapian, namun dia segera berdiri membaui aroma khas yang ia ingat.

“Oh! Lihatlah ! Dia tahu jika kau datang!” Seungmin bertepuk tangan heboh melihat Singa itu mendekati pintu kandang.

Felix merasa hatinya sesak.

Singa itu memakai sebuah penutup mata dimata kirinya. Apa pertarungan itu membuatnya kehilangan salah satu penglihatannya?

“Hyunjin-hyung. Tinggalkan aku berdua dengannya.”

“Felix jangan bodoh!” Chungha memekik, namun Felix sudah berdiri dan meraih sebuah tongkat yang dibawa Seungmin untuknya. Dia terpincang mendekati hewan besar itu.

Seakan paham, Singa itu segera mendudukan diri kembali. Mengarahkan Felix agar bersandar diperutnya.

Ngrr!

Felix tertawa kecil, tangannya mengusap sebelah mata Singa yang tertutup.

“Hai...”

Felix merasa bodoh setelah kata sapaan itu keluar dari mulutnya.

Namun Singa itu paham, dia menggerakan salah satu kaki depannya untuk menyentuh kaki Felix yang masih utuh.

Lalu suara dengkingan terdengar. Felix mengusap telinga Singa itu.

“Aku baik-baik saja. Jangan khawatir.”

Singa itu menatap Felix, moncongnya mendekati bahu Felix—mengendus disana beberapa kali hingga Felix kegelian.

“Terima kasih...” ucap Felix pelan.

Bibirnya mengecup sisi mata Singa yang tak terluka. Ia merasakan rasa hangat menyelimutinya—entah itu dari perapian atau dari badan si hewan besar.

Tapi Felix menyukainya.

Ia suka rasa hangat itu.

END.