Gone not around any longer.

Demigod! HyunJeong

special for my princess, Alira.

loosely : percy jackson au. semua setting tempt dan istilah diambil semirip cerita percy.

CW // memory loss, manipultive character, drama.

-

Hyunjin : Apollo's son.

Jeongin : Aphrodite's son.

Yeji, Jaemin : Aphrodite's son and daughter.

Eunbin : Demeter's daughter.

Haechan, Felix : Apollo's son.

-

“Hai Jeongin”

“Hmm”

“Kenapa kemari? Kau sakit?”

Felix mengurungkan kegiatannya menata stock obat saat melihat Jeongin memasuki Infirmary.

“Tidak. Hanya main saja.”

Jeongin masuk tanpa permisi dan menjelajahi tempat perawatan itu. Senyumnya mengembang saat melihat seorang pemuda yang berperan menjadi dokter ditempat itu. Sebuah kacamata yang membingkai iris gelap membuat sosok si dokter muda jadi semakin tampan di mata Jeongin

“Hyunjin Hyunjin” Jeongin memanggilnya dengan nada manja lalu duduk disamping si putra Apollo.

“Selamat pagi Jeongin , ada urusan apa kemari ?”

“Aku sakit perut uhh—”

Hyunjin meletakan laporan stock obat yang harusnya ia periksa sebelum diberikan pada Jae selaku kepala Infirmary. Pemuda manis disampingnya harus diurus terlebih dahulu.

“Sakit bagaimana hm?” Hyunjin meraih sebuah botol minyak kayu putih dari salah satu saku celana panjangnya.

Jeongin merengut , “ tidak tahu rasany perih dan berbunyi kruk kruk seperti ayam.”

Hyunjin hanya tersenyum kecil, ia melihat Jeongin mengangkat hoodie tosca yang si mungil pakai hingga memperlihatkan tummy lucunya.

“Sudah sarapan?” tanya Hyunjin sembari membiarkan Jeongin berpindah posisi untuk bersandar ke dadanya. Dokter muda itu sudah terbiasa dengan tingkah manja Jeongin.

Masih dengan tummy terekspos dia bergelung seperti bayi dipelukan Hyunjin, membuat si Dokter kesulitan mengoleskan Minyak Kayu Putih yang sudah ia siapkan sejak tadi.

“Shht, Je sayang, bangun dulu. Aku susah mengoleskan minyaknya.” ujarnya lembut.

Jeongin segera menurut dan mendudukan diri. Tangan nya setia memegangi hoodie untuk mengekspose tummy nya pada Hyunjin. Rasa hangat dari minyak membuat Jeongin menguap—matanya sayu.

Hyunjin tertawa kecil, ia segera menarik turun hoodie Jeongin setelah selesai. Badan mungil itu refleks kembali masuk ke pelukannya.

“Jangan tidur. Ayo sarapan dulu...” Hyunjin mengusapi perut Jeongin dari luar Hoodie pelan. Jeongin hanya menggeleng dan menyamankan diri untuk memeluk badan berisi Hyunjin.

Hyunjin mengalah dan membiarkan Jeongin tertidur dipelukannya. Ia melambaikan tangan untuk memanggil Haechan mendekat.

“Tolong ambilkan tasku dan masukan laporanya kesana. Aku akan mengeceknya di Kabin.”

Haechan membuat gerakan mulut mengisyaratkan “Jeongin lagi Jeongin lagi”

Hyunjin hanya tersenyum. Ia meraih jaket nya dan memakaikannnya ke punggung Jeongin. Rasa hangat dan aroma Hyunjin jelas membuat si mungil semakin terlelap. Hyunjin berdiri pelan, membenarkan gendongannya pada Jeongin. Haechan membantunya memakaikan tas slempangnya dibahu.

“aku akan kembali setelah makan siang. Tolong handle Infirmary untuk sementara Haechan. Terima kasih.”

Hyunjin menepuk lengan si teman dan berlalu keluar dari Infirmary. Dia berjalan santai ke kantin lebih dulu. Beberapa anak hanya menggelengkan kepala melihat pemandangan Hyunjin menggendong Jeongin seperti koala.

“Yo pagi! Sepertinya kucingmu pulas sekali.” Yeji yang ada di meja Aphrodite bersama Jaemin menyapa Hyunjin lebih dulu.

“Selamat pagi Yeji. Bisakah aku minta tolong kau bungkuskan beberapa makanan untukku dan Jeongin sarapan?”

Yeji mengernyit, Jaemin tertawa kecil.

“Kenapa?” Hyunjin kebingungan.

“Jeongin sudah menghabiskan 2 mangkuk sereal sebelum mengeluh sakit perut dan berlari mencarimu.” Yeji memasang wajah kesal namun tetap berdiri untuk mengambilkan Hyunjin sarapan.

“Dia sakit perut karena makan terburu-buru. Dia bilang ingin mengajakmu memanen bunga di bukit barat.” Jaemin berucap sambil menahan tawa.

“Astaga.” Hyunjin memijat pelipisnya.

“Dia bilang infirmary itu penjara karena kau susah keluar dari sana. Semalam saja dia bersikeras tidak mau makan malam karena menunggumu. Untung Eunbin berhasil membujuknya dengan membuatkan pie dan berjanji membuat bunga untuknya.”

Hyunjin mendengar penuturan Jaemin seksama. Dia merasa bersalah setelahnya. Ia memang tak pulang dan menginap di infirmary karena salah satu Demi-god sakit. Jeongin bisa saja menemuinya, tapi saat malam pasti tak ada yang mengijinkan pemuda itu keluar Kabin karena alasan berbahaya.

“Ini.” Yeji mletakan satu kantung kertas besar berbau sedap. “Aku tetap mintakan 2 porsi karena Jeongin pasti akan mengeluh lapar saat bangun tidur.”

Hyunjin tertawa dan mengambil kantung kertas itu. “Terima kasih banyak.” Hyunjin tersenyum pada Jaemin dan Yeji.

“Tak masalah Hyunnie, kami juga minta maaf karena Jeongin pasti sangat menyusahkanmu.”

Hyunjin hanya tersenyum dan melambaikan tangan. Ia membenarkan posisi Jeongin digendongannya. Pikirannya sekali lagi melayang ke ucapan Jaemin tadi. Jeongin jarang melewatkan makan karena anak itu sangat suka makan.

Tapi mendengar dia tak mau makan jelas membuat Hyunjin tahu jika ada sesuatu yang disimpan si mungil.

Langkah Hyunjin terhenti di depan sebuah pagar pendek. Tangannya membuka pagar pelan dan segera memasuki rumah kecil itu.

Dia tak tinggal di Kabin karena sudah menikah.

Maksudnya pernah menikah.

Pasangannya meninggal 2 tahun pasca pernikahan mudanya.

Di usia 21 Hyunjin sudah disebut Duda. Lucu memang.

Hyunjin merasa aneh saat ia tak merasa sedih dan kehilangan. Tangannya tetap hangat , pikirannya tetap fokus. Bahkan Hyunjin tak menangis.

Dia bahkan lupa alasan kenapa dulu ia menikah.

Yang ia ingat dengan jelas adalah bagaimana Jeongin mendatanginya untuk pertama kali.

Dengan celana short biru muda dan kaus putih.

“Kau dokter kan ? Bisa tolong operasi kucingku ?”

Kalimat lugu itu membuat Hyunjin tertawa setiap kali mengingatnya. Jeongin berbeda dari anak Aphrodite lain yang sangat posesif dan agresif. Jeongin sangat manis, polos, dan menggemaskan.

Hyunjin menyukainya.

Pemuda itu mengaku pernah mencuri satu ciuman dari Jeongin saat anak itu tertidur setelah belajar membalut luka.

Saat itu bahkan Hyunjin masih berstatus sebagai suami seseorang.

Kurang ajar memang.

Tapi entah kenapa Hyunjin tak merasa bersalah.

Seolah bersama Jeongin adalah benar.

Bersama Jeongin adalah hal yang seharusnya terjadi.

Harusnya dia bersama Jeongin sejak awal. Bukannya menikahi orang lain yang bahkan Hyunjin sudah lupakan wajahnya.

Seharusnya memang dia bersama Jeongin.

***

Jaemin memilah sebuah kain bersih untuk membuat sebuah buket bunga bersama Eunbin. Suasana hening namun tak lama Yeji datang bersama Haechan.

“Hm…” Jaemin berdeham pelan. Paham jika mereka telah berkumpul maka topic yang akan dibahas adalah Jeongin.

“Aku tidak bermaksud menyinggung anak Aphrodite. Tapi… tidak kah kalian berfikir Jeongin keterlaluan?” Haechan memulai pelan.

Sebagai teman dekat Hyunjin, jelas dia bisa mengamati tentang Hyunjin dan Jeongin lebih jelas daripada orang lain. Terlebih mantan suami Hyunjin dulu juga temannya.

“Aku sendiri tidak tahu apa yang Jeongin lakukan ke Hyunjin…” Yeji menyahut lirih. “Jika aku tahu, sudah sejak dulu ku hentikan Channie… bagaimanapun memanipulasi perasaan orang lain itu tidak benar meski kami anak Aphrodite bisa melakukannya.”

“Ini bukan seperti Jeongin memberi Hyunjin ramuan aneh, tapi… lebih ke segala ucapan dan tingkah lakunya yang membuat Hyunjin buta dan kelamaan melupakan sekeliling. Seolah pusat hidupnya bergeser.” Eunbin menjelaskan sembari menghela nafas.

“Jeongin berbahaya. Tak seperti anak Aphrodite lain yang cenderung terang-terangan, Jeongin sebaliknya. Dia diam dan membalikan setiap fakta yang ada demi tujuannya.” Jaemin menyahut pelan. Kini pandangannya terbang jauh ke tanah lapang dimana para anak Ares berolahraga.

“Hyunjin terlalu menyayanginya. Bahkan dengan sedikit saja rasa simpati , Jeongin bisa mengubahnya menjadi cinta buta.”

Yeji menatap Jaemin khawatir.

“Jaemin…”

“Dulu renjun … ah sudahlah.” Jaemin menambahkan tawa kering diujung ucapan sebelum undur diri dengan alasan lelah.

Haechan menghela nafas.

“Semoga kali ini tak ada korban. Renjun yang kukuh mencintai Jaemin hingga akhir nafasnya cukup jadi bukti jika Jeongin benar-benar tidak suka di remehkan.”

Yeji dan Eunbin hanya bisa mengangguk pelan.

“Aku tidak pernah mengerti bagaimana Jeongin bisa bersikap biasa pada Jaemin setelah membuat kekasih Jaemin meninggal karena menolaknya.”

.

.

.

End.