Handwriting [Light Vers.]

Summary : (Soulmate AU- Dimana apapun(kecuali namamu) yang kau tulis ditanganmu akan muncul ditangan Soulmatemu)

Felix tak pernah mau menulis apapun ditangannya. Dia tak pernah berharap untuk berinteraksi dengan Soulmatenya. Dan sebagai teman yang baik, Jisung melakukan itu untuk Felix. Dimulai dari soal matematika yang sulit, hingga sapaan ringan seperti “Hai, kau sudah berangkat sekolah?” akhirnya membuat Felix mulai menyukai Soulmatenya.

*note : bold adalah tulisan tangan saat berbincang dengan soulmate kita.*


“Baik, cepat berkelompok dan buka halaman 48. Kerjakan soal yang ada disana. Kumpulkan saat jam pelajaran selesai.”

Felix merengut saat guru Matematiknya menulis tugas dipapan tulis dan meninggalkan ruangan kelasnya. Ia menggeser mejanya dan membiarkan dirinya diapit 2 teman bodohnya.

“Oi Jisung, kau tahu tidak Sunbae cantik kelas 3-C ? kudengar dia ketahuan ciuman dengan anak kelas sebelah kemarin”

Felix memejamkan mata saat disisi kirinya, Hyunjin; mulai bergosip. Jisung tolong jangan merespon apapun atau kita tak akan mengerjakan tugas sialan ini.

“Oh !? Aku tahu ! Aku melihat mereka bersama guru Konseling kemarin. Ahaha Sunbae itu memang sedikit bitchy kan ? bukannya kau juga pernah ditarik kegudang dibawah tangga ? Ahaha”

Ya Tuhan…

Felix menghela nafas pelan dan mulai membuka bukunya. Soal pertama segera ia salin dibukunya dan ia kerjakan.

“OUWOOO Minhoku sayang menulis sesuatu ~” Jisung berseru. Felix dan Hyunjin sontak menoleh dan menatap tangan remaja lelaki itu.

Jiji, kau tahu cara membuat kue agar cepat mengembang ?

Wajah datar Hyunjin semakin datar, “Apa Soulmatemu itu tidak tahu google ? Dia tak tahu internet ?”

Jisung menyebir ke Hyunjin dan meledek, “Orang yang tak punya Soulmate sepertimu mana tahu bagaimana bahagianya mendapat tulisan tangan dari belahan jiwa”

Felix menahan Hyunjin yang akan berdiri dan menghantamkan buku diktat 140 halaman mereka ke kepala Jisung, “Hyunjin diam dan abaikan anak itu. Bantu aku mengerjakan...”

Hyunjin yang tersakiti karena ucapan Orang yang tak punya Soulmate akhirnya memihak Felix dan mulai membantu anak itu mengerjakan.

Felix terlihat fokus dan mulai diam mengerjakan, jika saja Hyunjin tak menyikutnya dan berbisik bak Setan penggoda.

“Feli, ku dengar jika ada anggota OSIS yang menemukan Soulmatenya kemarin saat rapat. Rupanya mereka saling kenal.”

Gerakan tangan Felix terhenti, ia melirik Hyunjin yang menatapnya aneh. Anak berparas bak model tampan itu mengigit bibir sambil mengetukan pensil dibukunya pelan.

“Kau tahu, terkadang aku penasaran... siapa Soulmateku dan apa yang terjadi padanya... tapi kau tahu sendirikan apa yang terjadi padaku ?”

Felix merasa iba melihat Hyunjin, ia tahu sendiri tragedi hari valentine tahun lalu. Saat itu Hyunjin memberanikan diri untuk menulis ditangannya, memberi ucapan selamat hari Valentine ke sang Soulmate yang entah dimana tempatnya berada.

Felix melihat jelas dengan matanya sendiri bagaimana tulisan Hyunjin ditangan putih pucat itu terhapus pelan. Hyunjin yang panik mencoba menulis kembali, dan hal itu terulang. Ia menemani Hyunjin dikelas hingga sore hanya untuk terus melihat tulisan Hyunjin terhapus dengan sendirinya.

Belum pernah ada kejadian seperti ini diorang-orang terdekatnya, bahkan saat Hyunjin memposting masalah itu diinternet tak banyak orang tahu penyebabnya. Hingga akhirnya Hyunjin memberanikan diri bertanya ke salah satu Guru Konseling mereka.

Soulmate* akan mulai terhubung setelah mereka berusia 17 tahun. Saat itu mereka akan dapat berkomunikasi lewat tulisan ditangan mereka. Ada 3 hal yang membuat pesan ditanganmu terhapus otomatis, mungkin Soulmatemu belum mencapai 17 tahun, atau ... dia sudah meninggal.”*

Kenyataannya itu tak hanya menakuti Hyunjin tapi juga Felix.

Selama ini, setelah ulang tahunnya ke 17 ia tak pernah menulis apapun—dan ia juga tak mau. Ia menganut sistem *jika sudah ditakdirkan menjadi Soulmate maka akan tetap menjadi Soulmate tanpa harus mencoret-coret tangan.* Namun setiap hari ia merasa perasaannya memberat dan ia tak bisa menahan keinginan untuk menulis sesuatu ditangannya.

Tapi kenyataan jika Soulmatenya juga tak menuliskan apapun membuatnya berpikir jika Soulmatenya juga tak ingin berinteraksi dengannya. Lagipula, Felix tak ingin meninggalkan Hyunjin sendirian. Anak itu tak bisa berinteraksi dengan Soulmatenya. Dan Felix tak bisa mengikuti jejak Jisung yang dengan tega memamerkan tulisan romantis dilengannya setiap saat.

“Oh ! Felix kau tahu cara menyelesaikan soal nomor 6 ?” suara Hyunjin membuyarkan lamunan panjang Felix. Anak itu menggelengkan kepala dan mencoba kembali fokus, “Mana ? Akan kucoba kerjakan.”

Menit berlalu dan Felix merasa gugup tanpa alasan. Ia menarik nafas panjang dan menghapus hitungannya yang salah untuk yang ke-empat kalinya, kelakuannya ini cukup menarik perhatian Jisung yang sudah mulai mengerjakan.

“Feli, kau baik-baik saja ?”

Felix menoleh sambil tersenyum, “Ya, aku baik-baik saja. Aku hanya sedikit bingung kenapa hitunganku salah sejak tadi...”

Buku diktat yang diabaikan sejak tadi akhirnya dibuka oleh Hyunjin, “Mendekat kemari Feli, ayo ku bantu mengerjakan. Ada 3 contoh dibuku diktat.”

Atensi Felix fokus pada buku diktat yang dipegang Hyunjin, hingga tanpa sadar ia membiarkan tangan kanannya menjadi buku baru untuk Jisung

Halo Soulmate ku, kau tahu aku sedang sangat frustasi karena menghitung Uji Normalisasi di statistika

“JISUNG SIALAN ! ! !”

Jisung mengamankan diri di bangku ketua kelasnya, “Ayolah Felix, aku menuliskan keadaan sebenarnya.”

Felix merasa nafasnya menderu kesal, ia tak bisa memaafkan candaan Jisung yang satu ini. Ia sudah bersumpah pada dirinya sendiri tak akan berinteraksi dengan Soulmatenya. Bagaimana jika Soulmatenya tak suka pada tulisannya, atau yang terparah bagaimana jika Soulmatenya ini merespon dan Felix akan suka padanya lalu ia akan meninggalkan Hyunjin sendirian.

Tidak ! Felix sudah menganggap Hyunjin saudaranya sendiri, ia tak akan meninggalkan Hyunj—

“Oi Felix ... se-sepertinya Soulmatemu membalas...” cicit Hyunjin pelan. Felix mengabaikan Jisung yang langsung berlari kearahnya dan menarik tangannya. Ia menahan nafas saat tulisan tangan yang rapi dan terlihat keren tergambar dilengan kirinya.

Oh hallo juga Soulmateku, salam kenal. Aku bisa membantumu. Matematika adalah salah satu keahlianku

Bahasanya terlihat dewasa dan sopan, Felix merasa ia sedang membaca pesan dari Guru Konselingnya. Astaga kenapa Felix merasa hatinya menjadi ringan, kenapa ... ia merasa bahagia...?

“Wow....” Jisung menurunkan lengan Felix dan kembali duduk dikursinya, “Baiklah... ini diluar ekspetasiku...” ucap remaja itu. Hyunjin tersenyum kecil, “Selamat Felix, kau memiliki Soulma—“

“SIAPA YANG PEDULI ?!” Felix memekik keras, ia meraih bolpointnya dan akan menuliskan pesan ke si Soulmate saat ada tulisan baru muncul,

Tuliskan soalmu, aku akan menjawabnya.

Dengan kesal Felix membalas, berhenti bicara padaku. Aku tak ingin berinteraksi denganmu

Hyunjin dan Jisung membulat , “Oi Oi Felix !!” pekik Jisung membuat seisi kelas akhirnya memperhatikan mereka. “Kau tak bisa bicara seperti itu pada Soulmatemu. Kau—“

“Felix, minta maaf. Kau bahkan tak tahu ia siapa. Tak sopan bicara seperti itu.”

Felix hanya mengedikan bahu kedua temannya dan mulai mengerjakan, saat itu ada goresan-goresan baru tertulis,

Aku tidak bicara denganmu. Aku menulis padamu. Dan juga... kau yang memulai bukan aku. Dasar Tsundere. Bisa kubayangkan kau memerah malu saat menulis pesan tadi ;)

“DASAR SIALAN ! ! !”

.

.

.

Bisa Felix simpulkan jika Soulmatenya ini sangat jahil. Felix terbangun dipagi hari untuk mendapati pesan dilengannya, ditulis dengan tinta biru dan ditulis bersama emotikon yang berlebihan dimata Felix,

**Selamat pagi Amaterasu, kau tahu jika kau tak segera bangun duniaku akan dalam kegelapan abadi ;) **

Amaterasu sialan ! Felix bukan Dewa Matahari !!

Sehabis sarapan Felix kembali menemukan tulisan baru.

Pastikan kau sarapan yang cukup, jangan lupa hindari makanan manis karena kau sudah sangat manis ;)

Felix menendang kaki meja makannya emosi saat membaca itu. Ia akan melaporkan orang ini ke pihak berwajib jika tetap menuliskan gombalan-gombalan labil padanya.

Tolong coret ucapan Felix kemarin yang bilang tulisan orang ini terlihat dewasa dan sopan. Dasar rubah labil !

Siang nya ditengah pelajaran sejarah, Felix menahan untuk tak memotong tangannya saat ia menyadari tulisan baru dipergelangan tangannya, tulisan singkat yang membuat Felix bingung harus malu atau berteriak kegirangan.

Hey, Love

.

.

.

Sore itu Felix sedang membantu Ibunya untuk memanggang beberapa cookies. Ia tampak menggumamkan lagu ceria sambil mengeluarkan tray cookies dari oven. Goresan yang cukup ia hafal dalam beberapa hari ini kembali muncul,

Sore love, kau tahu ditempatku sedang hujan deras dan petir menyambar-nyambar, sepertinya Zeus marah karena aku menyukai salah satu anak nya ;)

Felix menghela nafas, ia menatap tulisan itu dan membacanya beberapa kali.

“Felix, ibu akan membeli tambahan chocolate chips dan gula. Jaga ovennya!”

Pintu tertutup terdengar, Felix meraih bolpoint disaku celananya dan ia mulai menulis untuk pertama kalinya setelah ia menuliskan tulisan kasar beberapa hari lalu.

Hallo... eum, aku lebih suka jadi putra Ares sebenarnya. Menjadi anak Dewa Perang adalah impian anak lelaki sepertiku.

Felix sengaja menyebutkan gendernya agar Soulmatenya tak berharap banyak padanya. Dari gombalan-gombalan beberapa hari lalu Felix tahu jika Soulmatenya ini mengira Felix seorang gadis.

Kau lebih cocok jadi putra Aphrodite ;) Cantik, anggun dan menggoda ;)

Felix merasa pipinya memanas,

Sudah kubilang aku anak lelaki. Aku tidak cantik

Oh benarkah ? aku tak percaya, melihat tulisanmu... aku berani bertaruh tangan mu lentik dan cantik ;)

Kau lelaki penggombal...

Felix menyahut singkat lalu kembali mengecek cookies nya. Ia tersenyum kecil saat tulisan baru muncul,

Oh come on love, jangan marah. Aku hanya berani menggombalimu seumur hidupku ;)

Berhenti berbohong... berapa wanita yang sudah kau tiduri ?

Oh god, i swear dear. Im still virgin, dan aku berencana menyerahkan kevirginanku untukmu

MESUM ! ! !

Ha ?! Hey, aku mengatakan yang sebenarnya... jangan bilang... kau juga virgin... wow...

Kenapa aku merasa jika kau meledekku ?

Tidak sweetie, aku tidak meledekmu

Aku bisa merasakan jika kau menertawaiku ditulisanmu !

Awww baby, kau sangat perhatian ;) aku semakin menyukaimu

Jangan mengalihkan pembicaraan ! Kau menertawaiku karena aku virgin ! ! aku baru kelas 3 SMA wajar jika aku virgin ! dasar mesum ! ! !

... kau ... SMA ? KAU MURID SMA ?! Yatuhan....

Ya aku SMA... kenapa ?

... ini pasti mimpi...

Ha ?? mimpi ?

Aku...

OII ! ! KAU ... APA-APA AN ?! KAU... LEBIH TUA DARIKU ?!?! BERAPA TAHUN ?!?!

Akhirnya sore Felix yang indah dan damai rusak karena obrolan itu.

.

.

.

Sudah 3 minggu dan pria itu—ya Felix sepakat dengan dirinya sendiri jika ia akan memanggil si Soulmatenya itu dengan sebutan Pria—tak menulis apapun.

Apa pria itu kecewa karena Soulmatenya adalah anak kecil ?

Apa dia tak suka jika Felix menjadi Soulmatenya ?

Felix menenggelamkan kepalanya disela-sela tangan saat Pelajaran ke-empat dimulai. Dia berharap guru matematika mereka ijin dan tak mengajar. Felix sedang tak ingin mendengar celotehan soal rumus-rumus tak berguna itu.

Sret !

Suara pintu terbuka cukup membuat Felix mengerang karena doanya tak terkabul. Ia mengangkat kepalanya, mengabaikan poninya yang berantakan.

Yang ia dapati didepan kelas bukan guru matematika berkacamata yang biasa mengajar kelasnya. Tapi pria berusia 33 tahunan dengan gaya rambut kekinian dan kemeja yang terlipat hingga kesiku.

Tunggu, ini kelas matematika... bukan kelas Sex Education dimana dibutuhkan satu DILF untuk mengaja—sialan KEMEJANYA MENCETAK BENTUK BISEPNYA DENGAN JELAS SIALAN FELIX TAHAN DIRIMU AGAR TIDAK BERLIUR.

“Selamat Siang semua, Aku pengajar sementara disini, kalian dengar soal minggu-bimbingan kan ? Aku Dosen dari Universitas A khusus untuk mengajar kalian selama 3 minggu kedepan.” Guru itu tersenyum dan berbalik untuk menuliskan namanya dipapan,

Goresan itu terlihat familiar dan Felix mulai berfikir ada berapa banyak orang didunia ini yang memiliki tulisan tangan sama.

“Namaku Seo Changbin. Salam kenal kelas 3-A”

.

.

.

Hyunjin mengernyit saat Felix memakan jatah makan siangnya brutal. Sepertinya 4 hari pertama minggu-bimbingan membuat teman mungilnya itu kelaparan.

“Maaf, apa kau Lee Felix dari Kelas 3-A ?”

Hyunjin menoleh ke Ketua kelas 3-B, ia menyikut Felix yang mengacungkan tangan.

“Felix-ssi, Seo-sonsae menitipkan soal untuk tugas kelasmu. Dia minta kau mengumpulkan hasil pengerjaan kelas mu ke kantor langsung.”

Felix mengucap terima kasih dan melirik sekilas soal yang ada dikertas, lumayan sulit untuk ukuran anak SMA sepertinya.

“Oh ya Felix, bagaimana kabarmu dan Soulmatemu ?” Hyunjin menyenggol pundaknya pelan, Felix hanya tersenyum kecil.

“Dia tak menulis apapun sejak 3 minggu lalu.... setelah aku berkata jika aku anak SMA.”

Hyunjin menyingkirkan tray kosongnya lalu menatap Felix, “Dan kau merindukannya.”

“Tidak..”

Hyunjin menjulurkan lidah, “Aku memberitahumu... itu terlihat diwajah menyedihkanmu Felix...” Felix mencibir Hyunjin, lalu menjetikan jari seolah mengingat sesuatu.

“Oh ya, aku sempat berpikir kemarin.... kenapa kau tak mencoba menulis lagi ?” ucap Felix ke Hyunjin. Anak berkulit pucat itu menampakan raut datar , baru saja ia akan menjawab Felix namun mata tajamnya melihat siluet sang guru sedang mencari tempat duduk untuk mencerna makan siangnya.

“Oh... itu Seo-sonsae...”gumam Hyunjin. Felix menoleh menatap sang guru, merasa ditatapi oleh Hyunjin dan Felix akhirnya Seo-sonsae mendekati mereka dengan senyum lebar,

“Aku bisa bergabung dimeja kalian ?”

Hyunjin mengangguk saja, Felix hanya tersenyum kecil sebelum kembali fokus pada makan siangnya.

“Kau tampak sangat lapar Felix, apa pelajaranku tadi begitu menguras tenagamu ?” tanya sang guru sambil tertawa kecil. Felix menggembungkan pipinya yang terisi makanan, sekilas membuatnya seperti tupai.

Hyunjin membuang muka menahan tawa, namun Seo-sonsae tak demikian. Ia dengan tenang melepaskan tawa melihat pipi Felix. Ia bahkan menambahkan 3 potong nuggetnya ke tray Felix.

“Makanlah dengan baik...”

Blush !

Hyunjin bersumpah melihat temannya itu merona hebat.

.

.

.

Sore itu hujan deras dan petir menyambar-nyambar. Felix bergelung diruang tengah sambil meminum satu susu hangat. Ayahnya sedang ada diruang kerja sementara sang ibu sedang memasak. Felix meletakan mug yang berisi separuh dimeja, lalu berbaring dikarpet.

Apa yang sedang pria itu lakukan sekarang ?

Felix berguling kekanan-dan kekiri seperti anak kecil. Selimutnya menutupi hingga kehidung, dan dengan penampilan seperti ini Felix pasti akan ditertawakan Hyunjin dan Jisung.

Lepas dari jerat kemalasan, Felix bangun dan meraih bolpoint yang ada dilaci TV. Ia memainkan benda itu seakan ragu untuk menulis.

Hallo... apa kabar....Mr. Soulmate....

Felix menenggelamkan wajahnya malu ke bantalan sofa. Sejenak ia melirik tangannya yang sudah dihias tulisan baru.

Oh hello kiddo, bagaimana kabarmu ?

Felix tersenyum lega saat mendapati balasan dari si pria, setidaknya Felix tahu jika pria itu tak membencinya.

Aku baik-baik saja...eum, aku kira... kau marah padaku...

Marah ? Kenapa aku harus marah ? Aku tak bisa marah pada malaikat kecil sepertimu.

Felix merasa pipinya menghangat. Ia meringkuk disofa sambil tersenyum kecil, ia menulis lagi,

Jangan mulai menggombaliku !

Oh aku bertaruh kau sedang merona sekarang:* uwu

Jangan gunakan emotikon seperti itu ! sadar umur !

Baiklah.

Ada satu rasa bersalah menyelinap kehati Felix. Ia mulai merasa jika ia harus menjaga perasaan Soulmatenya.

Maaf, aku tidak bermaksud membentak ...

;) dont worry sweet heart i know ;)

...

Eh ? Kenapa ?

Aku tidak tahu harus bicara apa...

Kalau begitu kau bisa abaikan pesanku. Tak masalah

Tidak...

Felix menggigit bibir gugup, tangan menulis pelan sambil bergetar.

Aku ingin bicara denganmu ...

Hingga beberapa menit kemudian tak ada balasan apapun. Tulisan Felix masih terlihat, pertanda jika si Soulmate belum merespon apapun. Felix merasa ia baru saja salah bicara, ia memeluk lututnya sambil menggigit bibir gelisah.

Tak lama ia melihat tulisan baru muncul,

Oh.... tentu saja, kau bisa menulis kapanpun dan tak perlu sungkan ;) iam all yours ;)

Ugh...

Maaf, aku lupa kau melarang menggunakan emoticon...

Tak masalah... aku hanya...

Hanya ?

Hanya tak tahu harus merespon apa saat kau bicara seperti itu...

Felix memekik pelan dibantalan sofa. Ia tersenyum lebar. Tak percaya sekaligus malu pada apa yang baru saja ia tuliskan.

Ahahaha maaf jika aku membuatmu terus merona.

Dasar...

Tapi kuminta jangan menggembungkan pipi, aku merasa ingin menggigitmu jika seperti itu

Kau bahkan belum pernah bertemu denganku , dasar penggombal

Kita memang belum pernah bertemu, tapi aku merasa... aku bisa membayangkanmu

Jangan terlalu banyak membayangkan , bisa saja kenyataan jauh dari itu

Tidak, aku tahu jika tak jauh dari bayanganku ;)

Apa yang membuatmu yakin ?

Karena aku adalah Soulmatemu dan kita punya ikatan batin

.

.

.

Hari itu cuaca mendung, Felix sempat tergoda untuk membolos namun Hyunjin sudah sampai dirumahnya dan menyeretnya kesekolah. Tapi sayangnya, Hyunjin sebagai teman yang baik melupakan Felix yang tak membawa payung dan pulang lebih dulu.

Dasar teman sialan !

Disinilah Felix berakhir, duduk diam didalam kelas sambil menatap keluar jendela. Hujan mengguyur cukup lebat dan hawa dingin mulai menembus pintu kelasnya.

Felix merapatkan jaketnya dan menyembunyikan kepala ditangan. Beberapa saat ia hampir terlelap jika saja ia tak merasa ada yang aneh dengan tangannya. Felix mengangkat kepalanya dan melihat satu tulisan panjang dilengannya.

Hey, apa salah jika aku ingin bertemu denganmu ?

Felix merasa jantungnya berhenti berdetak, semua terdengar sunyi—ia bahkan tak bisa mendengar suara hujan. Tangannya gemetar, ia merasa tak bisa mengambil nafas.

Bertemu ?

Soulmatenya ingin bertemu ? !

Tidak !

Felix belum siap !

Tidak mau !

Felix mengeluarkan bolpointnya tergesa.

Prank !

Ia menjatuhkan ponselnya dengan bunyi nyaring.

Sret !

“Eh, Felix ? Apa yang barusan terjatuh ? Apa kau baik-baik saja ?” Changbin melongokan kepalanya dari luar, rautnya kaget dan khawatir. Felix memaksa bibirnya melengkung kecil.

“Y-ya...” suaranya jelas bergetar. Changbin masuk kekelas Felix pelan,

“Felix ? Kau ... pucat sekali ... kau sakit ? Aku bisa antarkan kau pulang...” tawar Changbin sambil melepaskan jas nya. Ia menyelimuti tubuh Felix dengan kain mahal itu.

“B-bolpoint... aku pinjam bolpoint...” ucapnya pelan, ia meremas lengan sang guru pelan. Changbin menyerahkan pena disakunya ke Felix. Anak itu langsung menuliskan sederet kalimat dilengan bergetarnya.

Tidak... aku tidak mau .... aku belum bisa bertemu denganmu

Bahu Changbin menegang, ia jelas bisa membaca apa yang Felix tulis karena ia berdiri disisi pemuda itu. Ia hanya takut akan sebuah rasa familiar ditangannya.

Dengan pelan ia mengangkat lengannya, Felix menoleh ke sang guru,

“terima kasih atas bolpoint—“

Felix kembali menahan nafas. Ia membulatkan mata melihat apa yang ada dilengan sang guru.

“T-tunggu ... Felix ... kau ...” Changbin mengambil satu langkah kebelakang, ia menatap Felix dan tulisan dilengannya bergantian.

Tidak... aku tidak mau .... aku belum bisa bertemu denganmu

Felix menutup mulut tak percaya, “Pa-pasti ada kesalahan di si—“

Hug !

Changbin merengkuh Felix. Ia memeluk erat pemuda itu. Menciumi ujung kepala anak itu,

“God ... kau tak tahu betapa bersyukurnya aku saat tahu jika itu kau Felix ...” bisik Changbin.

Felix masih dalam keterkejutannya, ia meraih lengan sang guru dan membaca tulisan itu berkali-kali,

“I-ini ... ini benar-benar tulisanku...” ucapnya. Changbin tertawa pelan dan menangkup pipi itu.

“Ya... itu tulisanmu malaikat kecilku”

Blush !

Mendengar langsung kalimat pujian itu membuat Felix merona hebat. Changbin mengecup ujung hidung yang memerah itu, membuat sepasang pipi gembul itu semakin hangat.

“Cukup ! ini disekolah !” ucap Felix mendorong Changbin menjauh. Ia membuang muka kearah jendela.

Ah ! Hujan sudah reda... ia bahkan tak sadar...

“Aku bersyukur...” suara Changbin kembali terdengar, kali ini sarat akan perasaan lega yang ketara. Surai gelapnya bergerak seiring si pemilik yang mendekat untuk kembali memeluk Felix.

“Aku benar-benar bersyukur kau adalah belahan jiwaku Felix. Aku tak bisa membayangkan jika aku harus bersama orang lain ... saat hatiku benar-benar menjadi milikmu sesaat setelah aku memasuki kelas ini”

Felix menenggelamkan wajah meronanya kedada Changbin, “Berhenti menggombal...” ucapnya teredam fabric yang membalut dada bidang si guru.

“Sungguh, alasanku ingin bertemu dengan Soulmate ku adalah untuk memberitahunya jika aku menyukai orang lain ... tapi ternyata Tuhan sangat baik padaku. Dia memberikanku Soulmate orang yang kucintai.”

Chu !

Kecupan itu menghujani wajah memerah Felix. Pemuda itu berbalik menangkup wajah sang guru, dan perlahan mendekatkan wajahnya.

Bibirnya mengusap ringan diatas bibir Changbin.

Mencoba memberitahukan jika dia sama bersyukurnya.

Memberitahu Changbin jika perasaannya tak bertepuk sebelah tangan.

“Aku mencintaimu Felix...”

“Aku juga binnie...”

Fin

Omake

Hyunjin menguap bosan didepan cappucino-nya yang sudah dingin, Jisung sedang berbincang dengan Minho via tangan , sedangkan Felix sedang eye-fucking dengan Changbin. Rasanya ia diabaikan.

Sungguh Hyunjin tak pernah menyangka jika dari sekian juta manusia, Felix ditakdirkan dengan Changbin. Ini sudah 4 tahun sejak mereka lulus dan Hyunjin beserta 3 teman sialannya itu sudah bekerja.

Yang menyedihkan adalah bahkan tangan Hyunjin tak juga menampilkan satu-dua karakter tulisan. Hyunjin menghela nafas dan akan beranjak untuk memesan minuman lagi saat ia melihat sekelebat goresan hitam dilengan pucatnya.

Hallo Soulmateku, apa kau menunggu ku ? Maaf aku baru berusia 17 tahun kemarin ;)

Oh tidak ...

Hyunjin menatap Felix dan Jisung, “T-Teman-teman .... ini masalah...”

Changbin ikut mengernyit bingung, ia menatap lengan Hyunjin yang dijulurkan kearahnya dan Felix.

“Oh ...age-gap yang lumayan jauh...” Jisung berkomentar singkat sebelum raungan frustasi Hyunjin meramaikan cafe.

Omake FIN