orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Tidak ada hal lain selain kecanggungan antara dua orang yang seharian ini sama sekali nggak bertatap muka atau mengobrol secara langsung.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan dahaganya yang begitu menganggu

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto yang memotret Taeyong tengah mencium pipi seorang gadis yang menyembunyikan ekspresi malu dibalik tangannya.

Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat tulisan yang jelas terbaca “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Tidak ada hal lain selain kecanggungan antara dua orang yang seharian ini sama sekali nggak bertatap muka atau mengobrol secara langsung.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan dahaganya yang begitu menganggu

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto yang memotret Taeyong tengah mencium pipi seorang gadis yang menyembunyikan ekspresi malu dibalik tangannya.

Bukan hal yang mengejutkan sebenarnya.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat balon yang jelas terbaca tulisan “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Tidak ada hal lain selain kecanggungan antara dua orang yang seharian ini sama sekali nggak bertatap muka atau mengobrol secara langsung.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan dahaganya yang begitu menganggu

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto yang memotret Taeyong tengah mencium pipi seorang gadis yang menyembunyikan ekspresi malu dibalik tangannya.

Bukan hal yang mengejutkan karena itu adalah 'Taeyong'.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat balon yang jelas terbaca tulisan “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Tidak ada hal lain selain kecanggungan antara dua orang yang seharian ini sama sekali nggak bertatap muka atau mengobrol secara langsung.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan dahaganya yang begitu menganggu

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto potret Taeyong yang tengah mencium pipi seorang gadis yang menyembunyikan ekspresi malu dibalik tangannya.

Bukan hal yang mengejutkan karena itu adalah 'Taeyong'.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat balon yang jelas terbaca tulisan “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Tidak ada hal lain selain kecanggungan antara dua orang yang seharian ini sama sekali nggak bertatap muka atau mengobrol secara langsung.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan dahaganya yang begitu menganggu

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto dengan potret Taeyong dan seorang gadis yang tengah menyembunyikan ekspresi malu karena pipinya dicium oleh Taeyong.

Bukan hal yang mengejutkan karena itu adalah 'Taeyong'.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat balon yang jelas terbaca tulisan “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Tidak ada hal lain selain kecanggungan antara dua orang yang seharian ini sama sekali nggak bertatap muka atau mengobrol secara langsung.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan sesuatu yang entah apa namun terasa agak mencekik leher Taeyong hingga suaranya sedikit tercekat.

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto dengan potret Taeyong dan seorang gadis yang tengah menyembunyikan ekspresi malu karena pipinya dicium oleh Taeyong.

Bukan hal yang mengejutkan karena itu adalah 'Taeyong'.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat balon yang jelas terbaca tulisan “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

sweet dreams.

Malam ini ada yang berbeda dari malam-malam biasanya.

Gak ada yang berniat untuk buka suara lebih dulu untuk memulai obrolan.

Gak ada suara lain selain dentingan sendok dan piring dari Taeyong yang tengah memakan sepiring nasi goreng dengan tenang.

Lebih tepatnya mencoba terlihat tenang karena sebenarnya jantung cowok itu daritadi terus-terusan berdegup gak stabil sejak berhadapan dengan Mikaila.

Sedangkan Mikaila hanya diam, sibuk dengan ponselnya sendiri.

“Ekhem” Taeyong berdehem pelan sukses membuat Mikaila melirik padanya.

“Nasi gorengnya enak” katanya kemudian meneguk segelas air, menghilangkan sesuatu yang entah apa namun terasa agak mencekik leher Taeyong hingga suaranya sedikit tercekat.

Mikaila hanya tersenyum tipis hingga akhirnya suasana kembali diam.

Mata Mikaila terus menatap layar ponsel, padahal pikiran gadis itu melayang-layang kesana kemari, mencoba mencari kata yang tepat untuk menanyakan hal yang sejak kemarin menganggu pikirannya.

Sebuah polaroid.

Itu memang cuman sebuah foto biasa saat Mikaila lihat sekilas.

Hanya sebuah foto dengan potret Taeyong dan seorang gadis yang tengah menyembunyikan ekspresi malu karena pipinya dicium oleh Taeyong.

Bukan hal yang mengejutkan karena itu adalah 'Taeyong'.

Namun, saat Mikaila lihat lebih jelas lagi, pada latar foto mereka berdua terdapat balon yang jelas terbaca tulisan “Happy Anniversary”

Entah kenapa, tiba-tiba hati Mikaila terasa seolah tercubit.

Ada sesuatu yang terasa menyakiti hatinya saat otaknya mulai paham jika gadis di foto ini nggak sama seperti perempuan lain yang hadir di hidup Taeyong.

Perempuan ini... Berbeda.

Dan fakta jika Taeyong masih menyimpan polaroid itu membuat Mikaila tau satu hal,

Hati laki-laki yang kini tengah sibuk memainkan sisa acar di piringnya itu ternyata masih menyimpan nama orang lain.

Marah, kecewa, sedih.

Mikaila bukan nggak tau jika dia telah jatuh hati pada Taeyong. Ia tau, bahkan sangat tau jika ia telah lama jatuh hati. Mungkin sejak awal mereka bertemu seperti apa yang Jonathan bilang.

210919 adalah tanggal tertulis di sudut polaroid yang Mikaila nggak paham apa arti dan maknanya.

Dengan helaan nafas gusar dan hati yang mendadak terasa sakit, Mikaila keluar dari kamar Taeyong, memilih menghindari cowok itu karena sadar mungkin hanya dia sendiri yang jatuh cinta disini, kemudian menangis semalaman di dalam kamar dan memutuskan pergi ke tempat Jonathan paginya agar Taeyong nggak melihat betapa menyeramkannya mata dan wajah bengkak Mikaila hari ini.

“Taeyong” panggil Mikaila pelan, ia membuka suara setelah hening yang lama.

Yang dipanggil mengangkat kepalanya, menatap lurus pada sang gadis.

“Udah sebulan” tukas Mikaila.

Taeyong mengernyit, belum paham dengan maksud dari ucapan Mikaila.

“Apanya yang- oh”

Lalu kembali diam.

Tiba-tiba terdengar terkekeh pelan dari Taeyong sambil tangannya yang sibuk menggumpal-gumpal tissue. “Cepet banget dah sebulan” katanya mendadak membuat suasana sendu.

“Perasan baru kemaren gue masih pake neck belt terus bawa-bawa koper ke sini” sambung cowok itu sambil kembali mengingat pada hari dimana ia dengan sangat nggak ikhlas datang ke tempat ini karena merasa sangat bosan di rumah sendiri dan gak bisa kemana-mana selama masa penyembuhan.

“Beneran udah sebulan nih?” laki-laki itu menatap lurus pada Mikaila yang membalas dengan anggukan kecil.

“Terus gimana?”

Mikaila menautkan alisnya.

“Apanya gimana?”

“Ya gue. Gue harus balik nih ke rumah gue?”

”... emang mau gimana lagi??”

“manatau lo mau nyuruh gue biar tinggal di sini aja” jawabnya asal. Dalam beberapa detik kemudian, Taeyong sibuk merutuki betapa bodoh kata-katanya barusan.

Mikaila nggak akan mau repot-repot nyuruh lo tinggal disini. Untuk apa? Gak mungkin. Kecuali dia suka sama lo! pikir Taeyong.

Laki-laki itu berdiri, memutuskan untuk kembali ke dalam kamarnya. Mungkin malam ini ia harus bergadang untuk mulai merapikan barang-barangnya.

Dengan langkah yang terasa sedikit berat, Taeyong berjalan meninggalkan meja.

“Aku suka sama kamu!”

Taeyong tertawa miris.

Apa dirinya sangat mengharapkan Mikaila bilang seperti itu sampai suara dalam otaknya terdengar begitu nyata.

“Taeyong!”

Melihat Taeyong yang tak berniat berhenti melangkah membuat Mikaila dengan tergesa mengejar cowok itu, menahan tangannya hingga membuat Taeyong berbalik dan menatap Mikaila terkejut.

“Eh? Kenapa?” tanya Taeyong.

“Tinggal disini aja”

“hah?”

“Kamu tinggal disini aja?”

“K-kenapa?”

Dan jawaban dari Mikaila selanjutnya bukan seperti apa yang Taeyong bayangkan.

Tubuh Taeyong terasa seperti tersengat listrik. Kaku dan tegang.

“Mik?”

Belum sempat Taeyong menanyakan maksud kecupan singkat pada bibirnya tadi, namun gadis itu lebih dulu berlari kecil masuk ke dalam kamarnya dan menutup pintu dengan sedikit keras.

Taeyong hanya melongo.

Otaknya sama terkejutnya dengan dirinya yang belum bisa mencerna hal apa yang baru saja terjadi tadi.

Tangan Taeyong sibuk meraba bibirnya sendiri. Meyakinkan dirinya bahwa itu bukanlah khayalannya.

Laki-laki itu nggak bisa menahan senyuman yang merekah lebar di bibirnya dan jantungnya yang berpacu cepat, membuat Taeyong meloncat kegirangan tanpa alasan jelas.

Mungkin malam ini ia akan benar-benar mimpi indah.

orentciz

kenapa?

Pukul 3 pagi dan Taeyong masih sibuk menjelajahi dapur.

Perut cowok itu kelewat lapar malam ini dan setelah ribuan kali melawan rasa mager, akhirnya dia memutuskan untuk mencari stock mie instan yang bisa dimasak malam ini.

Berulang kali Taeyong membuka tutup setiap pintu lemari kitchen, namun masih juga gak bisa nemuin apa yang sedang dia cari.

“Jangan-jangan dia gak nyimpen stock indomie lagi?” pikir Taeyong setelah menutup laci terakhir yang dia buka.

Taeyong berjalan ke arah kulkas. Berharap menemukan makanan yang bisa dia masak sekarang juga karena demi apapun, perut cowok itu benar-benar udah bunyi daritadi.

Tangan Taeyong dengan semangat kembali menjelahahi isi kulkas yang banyak dipenuhi dengan aneka jenis buah. Bukan hal yang baru buat Taeyong karena cowok itu tau kalo gadis pemilik apartemen yang tengah ia singgahi sekarang ini benar-benar suka dengan buah-buahan.

Udah gak kaget lagi kalo Taeyong liat Mikaila lagi nonton we bare bars di sofa sambil ngemilin salad buah. Atau malam menjelang pagi saat Mikaila belajar, pasti selalu ada sepiring buah yang di atas meja. Oh, belum lagi kalau sarapan, gadis itu setidaknya selalu mengupas apel untuk mereka berdua makan.

Kening Taeyong mendadak mengernyit heran ketika melihat beberapa sheetmask di dalam sana.

Ngaco banget nih cewek batinnya setengah menggeleng.

“Ngapain?”

Sebuah suara dari belakang membuat Taeyong menghentikan aktivitasnya dan berbalik, disana ia mendapati Mikaila yang masih menunjukkan wajah khas bangun tidur tengah menatapnya bingung.

“Cari apa?” tanya perempuan itu lagi.

“Laper. Mau makan” jawab Taeyong santai.

Mikaila hanya mengangguk, kemudian berjalan mendekati Taeyong membuat cowok itu sedikit bergeser karena Mikaila ingin mengambil air dingin untuk diminum.

“Lo gak punya mi instan?” tanya Taeyong, kemudian dibalas oleh tangan terangkat ke udara oleh Mikaila, mengisyaratkan agar laki-laki itu menunggu sejenak sampai dirinya selesai meneguk air dingin itu.

“Ahhh” lenguhnya lega lalu memasukan kembali botol tadi ke dalam kulkas.

“Kenapa? Mi instan?” tanya Mikaila, mengulang apa yang tadi Taeyong katakan. “Nggak ada. Jarang beli kayak gitu, dari dulu gak pernah dibolehin mama masak mie.” ia menjelaskan.

Raut wajah sedikit kecewa tergambar jelas pada wajah Taeyong.

Sedikit berjalan lemas, cowok itu duduk di atas meja makan kemudian membuka toples berisi cemilan.

“Laper banget emang?”

Taeyong memberikan jawaban dengan alis yang terangkat.

“Mau delivery aja gak?” tawar Mikaila.

“Delivery apaan jam segini?”

“Phd ada yang 24 jam kok”

Sebenarnya Taeyong nggak begitu suka sama Pizza, tapi daripada dia mati lemas karena kelaparan akhirnya dia mengangguk setuju.

Taeyong mengambil ponsel dari saku celananya, mulai mengabaikan Mikaila yang kini duduk berhadapan dengannya.

“Udah?”

“Apaan?”

“Loh? Katanya mau PHD?”

“Lah? Bukannya lo yang mesen?”

“Aku kira kamu buka hp karena mau mesen!”

“kagak. Lo aja”

Dengusan sebal dari Mikaila membuat Taeyong melirik kembali gadis itu diam-diam. Kemudian dengan cepat Taeyong beralih kembali pada hp nya saat Mikaila ikut menoleh padanya, berpura-pura sibuk padahal cuman geser-geser menu.

“Mamih kamu tadi chat aku” tutur Mikaila tiba-tiba. “Udah kamu telfon balik belum?”

Taeyong diam.

Berusaha mengingat apa dia sudah menelfon mamihnya atau belum.

“Tuhkan, pasti belum!” kesal Mikaila. “Kabarin dulu mamih kamu. Itu hp perasaan gak lepas dari tangan, tapi susah banget bales chat mamih kamu”

Taeyong berdecak, “Iya-iya” ujarnya memilih mengalah.

Sedangkan Mikaila menggeser kursinya pelan kemudian berdiri.

“Kemana lo?” tanya Taeyong saat melihat Mikaila hendak beranjak.

“Ambil hp lah, katanya mau delivery?”

“Oh” jawab Taeyong singkat lalu kembali menatap ponselnya.

Ia membuka aplikasi chattingnya, menuruti kata-kata Mikaila tadi. Sebenarnya Taeyong melihat 40 missed call dan 28 unread messages dari Mamihnya pada notification, namun bukan Taeyong namanya jika rajin membuka chat dari Mamihnya.

Ketika hendak membuka chat dari sang mamih, tangan Taeyong terhenti saat melihat nama Mikaila pada chatsnya.

Taeyong yang sama sekali gak merasa mengirim sesuatu reflek membuka roomchatnya dan hanya bisa melotot membaca deretan pesan yang ia kirim pada gadis itu.

“ANJRIT!” pekik Taeyong panik.

“Kenapa?” tanya Mikaila yang terkejut nendengar teriakan nyaring Taeyong di belakang sana.

Taeyong beralih menatap Mikaila.

Anjir, bego lupa unsent. Mau lo taro mana harga diri lo, nyet???? Laki-laki itu merutuki dirinya sendiri.

“Taeyong?” panggil Mikaila, “Kenapa sih?” tanyanya penasaran melihat ekspresi Taeyong yang seperti itu.

Taeyong menggaruk kepalanya sambil berusaha memikirkan bagaimana cara agar Mikaila tak membaca pesan randomnya itu.

“Emmm-”

“OHHHHH! ! ITU!!” Taeyong tiba-tiba berdiri kemudian menarik Mikaila mengikutinya.

“Eh? Ngapain, sih?” tanya Mikaila kebingungan saat keduanya berhenti di depan kamar Taeyong.

“Mamih nyuruh lo nyari... Itu.. Aduh... Apa ya namanya??” Taeyong nampak sedang berpikir keras, sedangkan Mikaila yang masih gak paham dengan apa yang terjadi hanya diam dengan sebelah alis terangkat menatap Taeyong.

“OLEH-OLEH! IYA! OLEH-OLEH” Taeyong kembali berteriak antusias, lalu mendorong gadis itu masuk ke kamarnya, “Gue lupa taro dimana oleh-oleh buat Mamih, geledah aja kamar gue biar gue yang pesen phdnya!” ujar Taeyong cepat kemudian menutup pintu dari luar.

Setelah itu, ia buru-buru mengambil ponselnya dan membuka kembali roomchat dengan Mikaila lalu menghapus pesan-pesan yang ia kirim.

“Anjrit, hampir aja ilang wibawa gue” batin cowok itu lalu mengelus dadanya merasa lega.

Taeyong kembali menoleh pada kamarnya, kemudian menggedikan bahunya acuh, membiarkan Mikaila di dalam sana.

Dia tak sepenuhnya berbohong karena memang Taeyong sempat membeli beberapa oleh-oleh untuk Mamihnya.

Taeyong mendaratkan tubuhnya ke atas sofa. Ia membalikan badannya menatap langit-langit lalu tiba-tiba tertawa geli memikirkan apa yang baru saja terjadi.

“Kenapa gue panik dah?” tanyanya heran lalu menggeleng tak mengerti dengan dirinya sendiri.

Taeyong meletakan tangannya pada dadanya, merasakan degup jantungnya yang masih terasa tidak stabil itu.

“Kesurupan apaan gue pas kirim chatnya?” ujarnya masih memikirkan semua kata-kata yang ia kirim pada Mikaila.

Taeyong mendudukan dirinya, menekan nomor delivery salah satu restoran pizza dan mulai memesan walau sebenarnya rasa laparnya udah hilang berkat kejadian tadi.

Perlu waktu sekitar 15 menit sampai akhirnya Mikaila keluar dari kamarnya.

“Ada?” tanya Taeyong

Mikaila menggeleng. “Udah kamu pesen?” tanya gadis itu.

“Udah, 30 menit lagi katanya”

“Oh yaudah. Aku balik ke kamar ya?”

Taeyong menatap Mikaila aneh, “Gak disini aja?” tanya nya yang dibalas gelengan kecil oleh Mikaila sebelum akhirnya ia berlalu darisana.

Taeyong terdiam, menatap punggung Mikaila yang menjauh penuh tanda tanya sebelum sosok itu hilang dibalik pintu.

“Dia kenapa?”

orentciz

pillowtalk

Kinda 🔞, please read on your own risk!!


“Jeff, bisa berhenti?”

“M-maksud saya, pak Jaehyun bisa berhenti minum?” ralat Risa cepat ketika Jaehyun langsung meliriknya tajam saat secara tak sengaja ia menyebut nama lama Jaehyun.

Jaehyun memalingkan wajahnya tak menjawab, namun ia menuruti kata-kata Risa tadi.

Dengan sedikit menghentakan gelas hingga menimbulkan dentingan kencang yang nyaring, Jaehyun menyandarkan badanya yang mulai terasa gerah.

“Pak, saya-”

“Kamu ada urusan apa sama Taeyong?”

Risa mengernyit. Bingung dengan pertanyaan Jaehyun yang sangat tiba-tiba.

Laki-laki itu menoleh pada Risa, menatapnya dengan tatapan sayu.

Efek alkohol membuat mata Jaehyun terasa berat. Mungkin jika pikirannya tidak sedang terganggu dengan chatnya dengan Taeyong tadi, ia sudah lama terbang ke alam mimpi.

“Jawab saya” tegur Jaehyun saat tak kunjung mendapat jawaban dari Risa yang hanya diam menunduk.

Suara serak Jaehyun sedikit membuat Risa merinding.

Rupanya, Jaehyun serius ketika bilang jika kepalanya terasa ingin pecah karena mulai dari ujung kepala sampai ujung kakinya jauh dari kata rapih.

Jaehyun menghela nafas.

Beberapa kali ia mengusap wajahnya kasar, merasa gusar dan juga khawatir secara bersamaan.

Awalnya Jaehyun benar-benar hanya ingin meminta Risa menemaninya untuk mengobrol perihal alasan kenapa tadi siang ia menangis, namun ketika mempersilahkan Risa masuk, Jaehyun tak bisa menahan dirinya untuk tidak mengambil minum

Rasanya hari ini ia dan Risa terlalu banyak berinteraksi.

Sarapan berdua

Pelukan dramatis tadi siang.

Lalu sekarang?

Berada dalam satu kamar dengan Jaehyun yang akhirnya hanya mabuk tanpa melakukan tujuan awalnya.

Ia hanya sedikit takut jika Taeyong benar-benar akan kembali untuk melukai Risa karena Jaehyun benar-benar clueless apa yang sudah terjadi diantara kedua orang ini.

Baik dirinya maupun Risa sebenarnya sama-sama sedang merasa kebingungan.

Kehadiran Taeyong yang terlalu tiba-tiba membuat mereka berdua merasa tidak nyaman dengan alasan masing-masing.

Risa dengan ketakutannya karena waktu itu ia nekat mengumumkan jika Taeyong mengidap kleptomania di aula sekolah.

Dan Jaehyun yang sibuk menerka.

“Saya mau tidur” lirih Jaehyun mulai tak tahan dengan panas yang perlahan menjalar di tubuhnya.

Ia berdiri, berjalan setengah gontai berusaha sekuat sisa tenaganya agar tidak terjatuh meski sudah beberapa kali bahkan menendang sofa dan kursi yang tak bersalah.

Melihat Jaehyun berjalan tertatih kesulitan seperti itu, Risa buru-buru membantu memapah Jaehyun yang sepertinya mulai setengah sadar.

Dengan sangat berhati-hati, Risa membawa Jaehyun mendekat pada kasur agar bisa membaringkannya.

Sayangnya, badan Jaehyun yang jauh lebih besar dan berat dari Risa membuat gadis itu justru ikut oleng karena Jaehyun sangat tidak seimbang dan akhirnya ia nyaris menindih Risa yang lebih dahulu mendarat di atas kasur.

Mata Risa terpejam lekat, tangannya berusaha menahan agar badan Jaehyun tidak benar-benar langsung menimpanya.

“Risa” panggil Jaehyun dengan suara beratnya.

Risa membuka kedua matanya pelan. Gadis itu tertegun ketika netranya menangkap wajah Jaehyun sedekat ini.

Matanya.

Alisnya.

Hidungnya.

Bibirnya.

Bahkan surai tipis dari anak rambutnya yang jatuh mengenai wajah Risa, semua terlihat sangat indah.

Jaehyun itu... Apa benar-benar manusia?

Entah bagaimana atau siapa yang lebih dahulu mulainya, namun yang jelas sisa hari yang terasa menyesakan itu dihabiskan keduanya untuk menunjukkan perasaan masing-masing yang telah lama terpendam.

“Saya sayang kamu” adalah kalimat penutup sebelum Jaehyun kembali memberi kecupan singat pada bibir Risa.

Ia menarik gadis yang terlihat sangat kelelahan itu kedalam pelukannya lalu ikut memejamkan mata dan tersenyum, berharap hari esok tidak sedang terburu-buru untuk tiba.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Kalau begitu, Saya izin pergi lebih dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik dan panjang bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat apa yang baru saja dilakukan Jaehyun membuatnya menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

Walaupun Jaehyun sedikit merasa bingung dengan apa yang terjadi pada Risa hingga ia mendadak bertingkah sangat aneh, tetapi Jaehyun tetap merasa khawatir karena dalam perjalanan menuju ke hotel Risa sempat kehilangan keseimbangan dan nyaris ambruk.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

Kalau iya, kenapa baru sekarang???

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai kembali terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Kembali tak mendapat respon, membuat Jaehyun akhirnya memilih untuk membiarkan Risa sendiri dulu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tidak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangan Jaehyun meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti saat ia mendengar suara kunci yang tiba-tiba terbuka.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah dan hidung merah jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz