orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Kalau begitu, Saya izin pergi lebih dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik dan panjang bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat apa yang baru saja dilakukan Jaehyun membuatnya menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

Walaupun Jaehyun sedikit merasa bingung dengan apa yang terjadi pada Risa hingga ia mendadak bertingkah sangat aneh, tetapi Jaehyun tetap merasa khawatir karena dalam perjalanan menuju ke hotel Risa sempat kehilangan keseimbangan dan nyaris ambruk.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

Kalau iya, kenapa baru sekarang???

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai kembali terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Kembali tak mendapat respon, membuat Jaehyun akhirnya memilih untuk membiarkan Risa sendiri dulu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tidak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Kalau begitu, Saya izin pergi lebih dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik dan panjang bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat apa yang baru saja dilakukan Jaehyun membuatnya menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

Walaupun Jaehyun sedikit merasa bingung dengan apa yang terjadi pada Risa hingga ia mendadak bertingkah sangat aneh, tetapi Jaehyun tetap merasa khawatir karena dalam perjalanan menuju ke hotel Risa sempat kehilangan keseimbangan dan nyaris ambruk.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

Kalau iya, kenapa baru sekarang???

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai kembali terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Kalau begitu, Saya izin pergi lebih dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik dan panjang bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat apa yang baru saja dilakukan Jaehyun membuatnya menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

Kalau iya, kenapa baru sekarang???

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Kalau begitu, Saya izin pergi lebih dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik dan panjang bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat apa yang baru saja dilakukan Jaehyun membuatnya menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

*Apa??? Cobaan apalagi ini??? *

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Kalau begitu, Saya izin pergi lebih dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik dan panjang bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat itu pria tersebut menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

*Apa??? Cobaan apalagi ini??? *

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun tegas.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Saya permisi dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat itu pria tersebut menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

*Apa??? Cobaan apalagi ini??? *

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

dekap.

Sekujur badan Risa mendadak terasa kaku. Tangannya sedari tadi tak berhenti menggenggam jari jemarinya gelisah.

Perasaannya tak karuan.

Takut, cemas, bingung.

Semua seolah bercampur menjadi satu.

Jika ada yang ingin Risa lakukan, itu sudah pasti menghilang.

Ia ingin menghilang sekarang juga. Detik ini juga. Saat ini juga.

Pria itu mulai mengambil pena. Membuka lembar demi lembar sebelum akhirnya membubuhkan tanda tangan sebagai pertanda jika kerja sama keduanya sudah resmi, kemudian menyodorkannya kembali pada Jaehyun.

Lewat ekor matanya, Risa dapat dengan jelas melihat air muka Jaehyun yang sangat tenang ketika meraih berkas itu. Berbanding terbalik dengan Risa yang bahkan mulai ingin menangis dan berteriak.

“Saya harap kerja sama perusahaan kita bisa membuahkan hasil yang baik” kata Pria itu, menawarkan tangannya untuk dijabat.

Jaehyun hanya tersenyum kecil. Menerima tangan itu, kemudian menganggukan kepalanya.

Risa mengangkat wajahnya, berusaha memberanikan diri menatap kembali pria yang sedang berbalik menatapnya secara kebetulan.

Nyali Risa semakin menciut. Gadis itu diam-diam mengigit bibir bawahnya, melawan segala perasaan tak mengenakan yang sedang menggebu dalam hatinya.

“Sekretaris kamu, ya?” tanya pria itu sambil melirik Risa.

Mendengar itu, Risa hanya bisa membisu. Menggenggam erat bajunya sendiri.

Mata Risa membelalak ketika secara tak terduga Jaehyun meraih tangan Risa. Menyisipkan jarinya pada jari Risa sebelum akhirnya mengenggamnya dengan erat seolah memberitahu Risa untuk tetap tenang.

“Iya sekretaris saya” jawab Jaehyun dengan penuh wibawa.

Pria itu hanya membalas dengan senyuman. Matanya kembali mengamati Risa yang terasa sangat familiar untuknya.

Ia tak bisa langsung mengenali begitu saja karena gadis itu sejak awal hanya menunduk, enggan menatapnya ataupun menyapanya.

“Saya rasa pertemuan kita cukup sampai sini” Jaehyun berdiri, tangannya masih setia menggenggam milik Risa, tak berniat untuk melepaskan. “Saya permisi dulu”

Jaehyun membawa Risa, pergi meninggalkan ruangan yang terasa sangat mencekik bagi Risa padahal baru berjalan 30 menit.

“Jaehyun” panggil pria itu dari belakang sana.

Yang dipanggil sempat menghela nafas gusar sebelum membalikan badannya.

Wajahnya tak lagi memberikan senyuman, hanya ada tatapan tajam yang ia tujukan ketika pria itu melangkah mendekat.

Pria itu kembali melirik pada Risa, membuat Jaehyun dengan cepat menyembunyikan Risa di balik badannya.

Melihat itu pria tersebut menyunggingkan senyum setengah menyeringai.

“Ada apa, taeyong?”


“Risa? Tolong buka pintunya”

Tak ada jawaban.

“Risa, seenggaknya kalau gamau buka, tolong angkat telfon saya”

Masih tak ada jawaban.

Jaehyun menghela nafas. Ia tak bisa membiarkan Risa sendirian begitu saja saat ia tau jika gadis itu tengah menangis di dalam sana. Bukannya Jaehyun tidak sadar jika sejak awal gadis itu terus-terusan bertingkah tidak nyaman dengan adanya sosok Taeyong, namun Jaehyun hanya mencoba untuk profesional karena seburuk apapun masa lalu mereka, posisi Taeyong saat ini adalah rekan bisnis yang sangat penting dan jelas Jaehyun tidak bisa melibatkan masalah pribadinya ketika Taeyong sendiri terlihat sangat santai.

“Risa...” panggil Jaehyun lagi, “Saya juga nggak tau kalau kita akan ketemu sama Taeyong. Saya pun sama terkejutnya seperti kamu. ” jelas Jaehyun berharap agar ucapannya dapat di dengar oleh Risa.

Sedangkan di dalam, Risa hanya terduduk di balik pintu.

Mendekap kakinya yang terasa lemas sejak keluar dari ruangan tadi.

Kenapa harus Taeyong?

Apa cowok itu benar-benar menepati kata-katanya waktu itu?

*Apa??? Cobaan apalagi ini??? *

Pikiran Risa kacau.

Rasa takutnya semakin membesar saat kata-kata Taeyong hari itu kembali terngiang dalam kepalanya.

flashback

“Apa yang lo dengar kemarin?!” nafas Taeyong menggebu tak beraturan. Ada kilatan rasa takut dalam matanya ketika menatap Risa dengan tatapan tajamnya.

Risa mengepalkan tangannya. Dengan berani ia balik menatap Taeyong penuh kebencian.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat Jaehyun harus repot pergi ke psikolog.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah yang membuat hubungan Risa dan Jaehyun hancur.

Benci dengan fakta jika Taeyong lah penjahat di sini.

Dan yang paling Risa benci adalah fakta jika dirinya lebih memilih percaya pada Taeyong. Bahkan saat Jeffrey memintanya untuk mempercayai Jeffrey.

“Lo kleptomania” tukas Risa dengan nada menantang.

Taeyong mengeraskan rahangnya. Matanya menatap lurus pada Risa.

“Lo kleptomania dan lo brengsek! Lo yang brengsek, bukan Jeffrey! Lo yang- AKKKHH”

Risa berteriak nyaring sebelum akhirnya meringis ketika Taeyong tiba-tiba menariknya lalu menghempas kan ke tembok.

Tangan Taeyong mencengkram kuat rahang Risa dan berhasil membuat gadis itu bergetar ketakutan.

“Tutup mulut lo. Sekali aja lo buka mulut, gue gak akan pernah ngelepas lo sampai kapanpun!”

Kemudian ia meninggalkan Risa yang terduduk lemas.

Risa diam-diam menatap Taeyong yang perlahan mulai melangkah menjauh lalu hilang dari padangannya.

Sorot mata penuh kebencian kembali terpancar dari kedua mata Risa. Gadis itu bangkit berdiri, tak peduli dengan penampilannya yang sudah berantakan.

Tujuannya saat ini hanya satu.

aula sekolah

flashback off

Risa kembali mendekam wajahnya di sela lututnya.

Isakan tangisnya mulai terdengar.

Ia sangat takut.

Ia tau Taeyong bukan orang yang suka bermain-main dengan ucapannya sendiri.

Risa benar-benar ingin menghilang saat ini juga.

Ketukan pintu kembali terdengar dari luar sana. Disusul oleh suara Jaehyun yang kembali menyebut namanya meminta untuk dibukakan pintu.

Risa juga bingung dengan dirinya. Harusnya yang merasa seperti ini adalah jaehyun karena laki-laki itu adalah korban yang paling dirugikan di sini. Namun, pada kenyataannya Jaehyun bahkan tak gentar sedikitpun.

Risa menghapus air matanya, ia mendirikan tubuhnya kemudian menempelkan telinganya pada permukaan pintu.

“Risa, kalau kamu udah merasa lebih baik tolong hubungi saya atau kamu bisa datang ke kamar saya. Jangan buat saya bingung, Risa”

Risa terdiam.

Benarkah dirinya membingungkan?

Ah, tentu saja.

Jaehyun sama sekali tidak tahu menahu dengan kejadian itu karena dia sudah pergi waktu itu.

Jaehyun memastikan sekali lagi jika Risa tak akan membuka pintu. Setelah merasa yakin, laki-laki itu berbalik hendak masuk ke dalam kamar miliknya.

Tepat ketika tangannya hendak meraih gagang pintu kamarnya, pergerakannya terhenti.

Ia berbalik.

Dilihatnya Risa yang menampakkan diri dari balik pintu dengan mata basah yang jelas menunjukkan jika ia baru saja menangis.

Tanpa perlu berpikir panjang lagi, Jaehyun dengan segera menghampiri gadis itu, mendorong pintu yang menghalangi kemudian menarik Risa ke dalam dekapannya.

orentciz

one of these nights

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena ia sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuang segelas penuh air putih dan meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba untuk mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakang tubuh orang itu semakin menyilaukan mata Jaehyun, hingga ia sulit untuk mengenali siapa itu.

Belum sempat mengetahui siapa orangnya, kepala Jaehyun terasa begitu berputar. Perlahan semua terlihat kabur, sebelum akhirnya padangannya mulai menggelap lalu akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres di dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

Tiba-tiba ia merasa sedikit sedih.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


02 A.M

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang terlelap begitu pulas dan membuat Jaehyun enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika ia membuka mata dan melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengusap matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby karena terdengar begitu teratur.

Untuk malam ini saja... Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika mungkin sampai kapanpun Risa tak akan pernah tau jika ia tidak sekalipun membenci dirinya, jika ia sangat merindukan gadis itu, dan jika ia juga masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena ia sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuang segelas penuh air putih dan meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba untuk mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakang tubuh orang itu semakin menyilaukan mata Jaehyun, hingga ia sulit untuk mengenali siapa itu.

Belum sempat mengetahui siapa orangnya, kepala Jaehyun terasa begitu berputar. Perlahan semua terlihat kabur, sebelum akhirnya padangannya mulai menggelap lalu akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena ia sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuang segelas penuh air putih dan meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba untuk mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakang tubuh orang itu semakin menyilaukan mata Jaehyun, hingga ia sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz