orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena ia sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuang segelas penuh air putih dan meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena ia sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuang segelas penuh air putih dan meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang terasa menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena ia sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuangkan segelas penuh air putih kemudian meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang terasa menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa ia sadari, ia mencoba mengamati sekitar, dalam hati berharap menemukan sosok Risa masih di sini.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuangkan segelas penuh air putih kemudian meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang terasa menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu haus.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa sadar ia mencoba mengamati sekitar, diam-diam berharap menemukan sosok yang seharusnya ada di sini beberapa jam lalu.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuangkan segelas penuh air putih kemudian meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang terasa menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya memilih untuk membaringkan diri dan kembali tidur, berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu serat.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa sadar ia mencoba mengamati sekitar, diam-diam berharap menemukan sosok yang seharusnya ada di sini beberapa jam lalu.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuangkan segelas penuh air putih kemudian meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang terasa menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

through the night

Jaehyun hanya bisa menghela nafas pelan usai membaca pesan yang dikirim oleh Johnny. Matanya mencoba melirik jam pada dinding kamarnya yang telah menunjukan pukul 8 malam, berartinya telah 10 jam berlalu sejak Johnny mengirim pesan tersebut.

Jaehyun meletakkan handuk kompres yang sedaritadi ia genggam. Awalnya ia sedikit terkejut merasakan sesuatu yang basah melintang pada dahinya, namun rasa penasarannya kini telah terjawab begitu membaca pesan Johnny.

Pasti udah pulang, batin Jaehyun lalu meletakan kembali ponselnya.

Kepala Jaehyun masih terasa sangat pusing, kaos yang ia kenakan bahkan masih meninggalkan jejak sisa keringatnya sendiri karena terlalu lama meringkuk di balik selimut tebal.

Sejujurnya, laki-laki itu merasa sangat lapar. Namun, tubuhnya terasa begitu lemah hingga akhirnya ia memutuskan untuk kembali membaringkan diri kembali tidur dan berharap rasa laparnya hilang dengan sendiri.

Berulang kali Jaehyun membalikan badannya gelisah, mencoba mencari posisi ternyaman agar ia dapat memejamkan matanya yang terasa sangat berat dengan tenang.

Menyerah, desahan frustrasi lolos dari mulut Jaehyun. Dengan langkah gontai yang belum seimbang, ia mencoba berjalan keluar kamar menuju dapur untuk mengambil air minum karena tenggorokannya terasa begitu serat.

Jaehyun menyalakan lampu di ruang tengah, kemudian tanpa sadar ia mencoba mengamati sekitar, diam-diam berharap menemukan sosok yang seharusnya ada di sini beberapa jam lalu.

Sayangnya, Jaehyun tak dapat menemukan siapapun selain dirinya sendiri. Fakta itu membuat Jaehyun nyaris menertawakan dirinya sendiri.

Kenapa juga Risa mau berlama-lama di tempat atasannya yang menyebalkannya hanya karena sakit?

Jaehyun meraih gelas kosong di atas meja kemudian menuangkan segelas penuh air putih kemudian meneguk habis isinya.

Tepat saat laki-laki itu berbalik, kepalanya mendadak terasa begitu pusing. Ada suara nyaring yang terasa menusuk telingnya hingga membuat Jaehyun nyaris oleng jika tak buru-buru menggapai kursi sebagai pegangan.

Sambil memejamkan matanya erat, Jaehyun menggeleng berulang kali. Mencoba menyingkirkan deringan nyaring yang terasa sedikit menyakiti kepalanya.

Jaehyun bahkan tak dapat mendengar apapun selain deringan itu. Sampai tiba-tiba ia merasakan tangan seseorang mengguncang pelan pundaknya.

Jeff? Jeff kenapa? Jeffrey!

Mata Jaehyun mencoba mengenali sosok yang kini ikut meringkuh di depannya ketika laki-laki itu ambruk. Namun, sorot lampu di belakangnya membuat Jaehyun sulit untuk mengenali siapa itu.

Sebelum, sempat mengetahui siapa orangnya, pandangan Jaehyun lebih dulu kabur. Perlahan semua terlihat gelap, sebelum akhirnya ia benar-benar kehilangan kesadarannya.


40°

Risa dengan cepat mengganti handuk kompres pada dahi Jaehyun usai menempelkan termometer pada telinga Jaehyun.

Bagaimana tidak pingsan? Suhu tubuh Jaehyun terlalu tinggi dan dia justru bisa-bisanya berdiri ketika harusnya untuk membuka mata saja sulit.

Bibir Jaehyun telihat sangat pucat dan kering.

Padahal biasanya laki-laki itu selalu terlihat menawan dengan bibir plumnya yang nampak begitu sehat.

Risa memangku wajahnya, menatap lamat-lamat setiap inci wajah pria yang kini tengah tertidur dengan deru nafas yang sedikit tak beraturan.

Setelah Risa pikir-pikir lagi, wajah Jaehyun tidak terlalu banyak berubah. Mungkin ia terlihat sangat berbeda karena kecamata, gaya rambut, dan proporsi badannya yang jauh lebih terbentuk dibanding dulu.

Ponsel Risa berdering. Menampilkan satu panggilan masuk dari Johnny.

“Lo serius panasnya jadi 40! ?” suara Johnny di ujung sana terdengar sedikit panik.

“Iya, tadi dia bahkan sempet pingsan”

Risa bisa mendengar helaan nafas milik Johnny.

“Gue telfon dokter aja deh, suruh kesana”

“Iya, dokter aja. Takutnya dia kenapa-napa”

“Btw, lo ngapain masih di sana, Sa? Gak balik?”

Risa melirik ke arah jam di samping tempat tidur milik Jaehyun.

kenapa waktu harus terasa begitu cepat hari ini?


** 02 A.M **

Jaehyun tersenyum kecil. Tangannya mulai terasa sedikit kebas, namun ia masih betah berlama-lama memandangi wajah Risa yang masih terlelap dan enggan mengubah posisinya saat ini.

Sempat terlintas di benaknya jika ia hanya berhalusinasi ketika melihat Risa yang tengah tertidur di sisi kasurnya dengan tangan sebagai tumpuan untuk kepalanya.

Berulang kali Jaehyun mengucek matanya, namun Risa masih tetap ada di sana.

Bukan mimpi ternyata batin Jaehyun tersenyum lega.

Pelan-pelan, Jaehyun merangkak turun. Berusaha tak menimbulkan banyak suara agar tidak membangunkan Risa yang kelihatan letih.

Setelah berhasil membaringkan Risa di atas kasurnya, Jaehyun menyelimuti badan Risa dengan lembut. Tepat ketika laki-laki itu hendak beranjak dari kasur, Risa membalikan badannya sendiri hingga membuat gadis itu nyaris terjatuh dari kasur jika Jaehyun tidak segera merangkup kepalanya.

Jarak wajah keduanya begitu dekat, bahkan Jaehyun dapat merasakan hembusan nafas Risa yang menerpa wajahnya terasa begitu hangat. Rupanya gadis itu benar-benar tertidur sangat pulas.

Boleh tidak waktu berhenti barang sebentar saja? Jaehyun masih ingin berlama-lama bisa memandangi pemilik wajah yang ada di hadapannya ini.

Ia masih ingin bisa merengkuh gadis itu sebelum esok harus kembali menyakiti hatinya.

Ia masih ingin mendengar degup jantung Risa yang terdengar seperti lullaby

Malam ini saja. Jaehyun ingin bisa menunjukkan perasaannya yang sebenarnya, meskipun ia sendiri juga tau jika Risa nggak akan pernah tau betapa ia masih sangat menyayanginya,

Seperti 12 tahun lalu.

orentciz

v a c a t i o n

Imgur

“Udah dibawa semua?” tanya Mikaila ketika Taeyong masuk ke dalam lalu menyalakan mobil, laki-laki itu mengangguk sebagai jawaban.

Sesuai rencana, keduanya tengah dalam perjalan menuju ke bandara untuk berlibur ke tempat yang menjadi favorit Mikaila sejak dulu.

disneyland

Perlu seharian penuh perdebatan sebelum akhirnya mereka berdua sepakat untuk pergi ke Disneyland yang berada di kota Los Angeles.

Awalnya Mikaila sama sekali nggak setuju, karena menurutnya akan lebih worth it jika pergi ke disneyland yang berada di Hong kong, namun Taeyong menolak keras karena terakhir kalinya ia pergi ke Hong Kong, cowok itu hanya bisa makan Mc'd karena sama sekali nggak cocok dengan makanan di sana yang lebih banyak menyajikan seafood.

“Mik” panggil Taeyong yang hanya dibalas dengan deheman pelan oleh gadis yang terlihat sedang fokus dengan ponselnya.

“Mik” panggil Taeyong sekali lagi. Ia sedikit melirik pada Mikaila sebelum akhirnya berdecak sebal karena yang dipanggil nggak juga menoleh ke arahnya.

“Ihh??? Kok diambil?!”

Taeyong menggedikan bahu, kemudian memasukan ponsel Mikaila yang baru saja ia rampas ke dalam saku celananya.

Melihat raut cemberut yang ditunjukan Mikaila membuat Taeyong berusah keras menahan senyumnya karena merasa puas telah berhasil mengambil perhatian perempuan itu.

“Taeyong, balikin dulu dong” rengek Mikaila, tangannya sibuk menepuk-nepuk lengan Taeyong karena nggak digubris oleh laki-laki yang hanya fokus menatap lurus pada jalan. Ia menyetir.

“Taeyong...” panggil Mikaila.

Gadis itu akhirnya menyerah. Ia menyenderkan badanya pada kursi sambil melipat kedua tangan di depan dada mendengus kesal. Padahal ia hanya ingin memberi kabar pada Jonathan jika hari ini ia jadi pergi liburan bersama Taeyong.

Taeyong kembali melirik Mikaila dengan tangan kiri yang masih memegang stir dan tangan kanan yang berhasil menyembunyikan senyum tipisnya.

Kening Mikaila terlipat heran ketika Taeyong melemparkan ponsel miliknya yang mendarat tepat pada pangkuan Mikaila.

“Apa?” tanyanya bingung

“Telfon mamih, passwordnya 2109” ujar Taeyong menjelaskan.

Mikaila menurut, membuka ponsel milik Taeyong tadi kemudian menekan tombol call setelah menemukan kontak mamih Taeyong.

Tak perlu menunggu lama, panggilan itu terjawab.

Di ujung sana, mamih Taeyong tersenyum lebar sambil menatap layar, berkali-kali menyapa keduanya hingga Taeyong merasa jengah.

“Mih, mamih” panggil Taeyong

Mikaila menggeser ponselnya menghadap pada cowok itu, “Apa sayang mamih?”

“Berisikkkk” keluhnya yang kemudian mendapat pukulan kecil dari Mikaila.

“Iya, mika. Marahin aja emang Taeyong itu bandel banget anaknya. Nanti kalo-”

Mikaila terperangah ketika Taeyong menarik ponsel itu dari tangan Mikaila.

“Mamih udah yah, lagi nyetir gak fokus. Bye mamih, love you. Mwahh” kemudian ia mematikan panggilan tersebut.

“Apa!?” dengusnya ketika mendapati Mikaila yang melongo menatap Taeyong.

Gadis itu menggeleng, kemudian berbalik menghadap depan mengikuti arah pandangan Taeyong lalu tersenyum kecil sambil menggeleng gemas.

“Dasar, anak kecil”

orentciz

3 a.m

Taeyong membuka kedua matanya pelan, berusaha menyesuaikan cahaya yang perlahan masuk ke retina nya. Kening Taeyong mengernyit ketika hidungnya mencium wangi yang terasa sedikit familiar, walaupun ia nggak ingat jelas wangi apa yang kini tengah menyeruak ke dalam indra penciumannya. Satu hal yang Taeyong tau, dirinya sekarang nggak sedang berada dalam kamarnya.

Dengan kepala yang masih terasa sangat berat, Taeyong mendudukan dirinya, untuk beberapa saat ia melemparkan pandangan bingung pada sekeliling berusaha mencari tau apa yang sedang terjadi saat ini aau setidaknya ia tau dimana kini ia berada.

Mata Taeyong memicing ketika mendapati sebuah bingkai foto terpajang di atas sebuah meja, saat hendak beranjak untuk melihat lebih dekat, Taeyong dikejutkan dengan ketukan pintu dari luar.

“Taeyong?” panggil seseorang yang suaranya sudah kelewat akrab di telinga Taeyong. “Udah bangun?”

Taeyong diam, nggak menjawab. Mengetahui jika Mikaila yang ada di balik pintu, udah cukup membuat Taeyong tau dimana kini dirinya berada.

Kamar berwarna pink dengan motif kupu-kupu senada yang menghiasi tulisan nama sang pemilik kamar berhasil membuat sudut bibir Taeyong terangkat mengukir senyum kecil.

“Cewek banget sih Mik, kamar lo” batin Taeyong kemudian tertawa.

Taeyong kembali merebahkan dirinya, menyenderkan badannya pada sandaran tempat tidur kemudian memejamkan matanya.

Belum genap 10 detik sejak ia melakukan itu, Taeyong tiba-tiba teringat sesuatu. Dengan panik ia langsung mencari ponselnya kemudian membuka roomchat dengan Mikaila.

“ANJING” pekik Taeyong sambil melotot nggak percaya dengan apa yang saat ini sedang ia lihat.

Taeyong meringis, mengasihani dirinya yang telah berhasil membuat jatuh harga dirinya sendiri pada Mikaila.

Kalo tau akibatnya akan sefatal ini, Taeyong dulu akan dengan senang hati menghapus aplikasi laknat yang waktu itu iseng dia install karena nyaris seluruh kenalannya di fable lebih update di snapchat dibanding instagram.

Jam menunjukan pukul 3 pagi. Setelah semua yang terjadi sama sekali nggak bikin Taeyong bisa kembali tidur dengan damai.

Laki-laki itu berdiri sambil sibuk mondar mandir tepat di depan pintu. Tampak bingung apa ia harus keluar dari sini dan kembali pada kamarnya atau menunggu disini hingga pagi?

Tapi otion terakhir terasa mengganjal di hati Taeyong.

Kalo dia tidur di sini, Mikaila dimana? Kamarnya? Enggak, nggak boleh. Bisa-bisa cewek itu mati sesak karena Taeyong sering ngevape di dalam sana. Terus di mana? Sofa? Wah, Taeyong nggak sebrengsek itu biarin cewek tidur di atas sofa.

Dengan perasaan gelisah dan bingung, Taeyong memutuskan untuk menghitung kancing pada jaket yang sedang kenakan.

keluar

gausah

keluar

gausah

keluar

gausah....

“Fix gausah” seru Taeyong bahagia ketika jarinya berhenti pada kancing terakhir kemudian kembali menjatuhkan dirinya ke atas kasur. “AH ANJING UDAHLAH KELUAR”

Taeyong meneguk ludahnya pelan sebelum meraih knop pintu, dengan sedikit berhati-hati, ia membuka pintu secara perlahan kemudian mengintip.

Mata cowok itu dengan teliti memindahi sekitar, berusaha menemukan keberadaan Mikaila yang hasilnya nihil. Melihat itu, Taeyong semakin mengangguk mantap. Gadis itu mungkin sedang di kamar mandi atau di manapun yang pasti Taeyong bisa pergi sekarang.

Setelah kembali menutup pintu, Taeyong berjalan setengah berjinjit. Berusaha untuk nggak menimbulkan suara sekecil apapun.

“Hei? Ngapain, sih?”

Taeyong menoleh, mendapati Mikaila pada meja dapur tengah melihat ke arahnya kebingungan sambil memegang segelas susu.

Taeyong berdehem, menegapkan kembali badanya berpura-pura sok keren walaupun dalam hatinya, ia menahan malu setengah mampus.

“L-lo ngapain sih di situ gelap-gelap?” tanya Taeyong galak.

“Gelap?” Mikaila menatap ke langit-langit, “Ini lampunya nyala perasan”

Taeyong langsung mengatupkan bibirnya. Rasanya udah nggak ada lagi wibawa pada dirinya.

Memilih untuk nggak menjawab, Taeyong berbelok ke arah kulkas, berusaha terlihat mencari sesuatu yang setidaknya bisa membantunya dari kejadian memalukan tadi.

Cowok itu meneguk habis air dingin berusaha menetralkan pikirannya agar kembali berjalan normal.

Taeyong melirik Mikaila di ujung sana. Gadis itu tengah duduk di atas karpet bersama dengan laptop di atas meja entah melakukan apa.

Setengah penasaran, Taeyong memutuskan berjalan mendekat. Ia duduk di atas sofa tepat di belakang Mikaila.

“Ngapain lo pagi-pagi buta gini?” tanya Taeyong sambil ikut menatap layar laptop.

Mikaila mendongak, sedikit terkejut karena baru sadar jika Taeyong ada di belakang sana entah dari kapan.

“Disuruh papa mulai belajar tentang perusahaan dia biar tahun depan habis aku lulus bisa langsung kerja di sana” jelas Mikaila yang hanya dibalas oleh ohh-ria dari Taeyong.

Kemudian suasana kembali hening. Taeyong hanya duduk, memperhatikan Mikaila yang tampak sangat serius dengan tulisan-tulisan berjejer pada laptopnya yang sama sekali nggak ia pahami sama sekali.

“Kenapa harus jam segini lo belajarnya?” tanya Taeyong

“Enak aja suasananya. Tenang” ucap Mikaila

Alis Taeyong terangkat, diam-diam ia memperhatikan Mikaila yang benar-benar serius saat ini. Sesekali gadis itu melipat keningnya ketika membaca kata-kata asing yang ia nggak pahami kemudian mencari artinya lewat Google.

Taeyong terkekeh pelan, entah bagaimana raut wajah Mikaila terlihat sangat lucu baginya.

“Kenapa?”

Taeyong menggeleng, berusaha menghentikan tawanya. “Kocak aja”

“Kocak? Siapa?”

“Ada. Kepo banget. Udah sana lanjut lagi bacanya. ” Taeyong menggedikan dagunya menunjuk laptop Mikaila.

Mikaila menuruti kata-kata Taeyong barusan dan nggak bertanya lagi. Sejujurnya Mikaila telah merasa sedikit mengantuk, namun ia belum mencapai target halaman yang harus ia selesaikan malam ini juga.

“Nyari apaan?” tanya Taeyong sedikit gerah melihat Mikaila yang sibuk menyibakan buku-buku hingga bantal, bahkan menggeser kaki Taeyong yang sengaja laki-laki itu selonjorkan hingga memenuhi sofa.

“Kunciran” jawab Mikaila.

“Itu tuh” ujar Taeyong sambil menunjuk pada ujung karpet yang kemudian diikuti oleh pandangan Mikaila.

“Itu, mik! Tuh, tuh!” teriak Taeyong sedikit gregetan karena Mikaila nggak juga menemukan maksud yang Taeyong tunjuk.

“Mana sih?” keluh Mikaila sambil menyipitkan matanya.

Taeyong berdecak, kemudian merangkak mengambil kunciran berwarna merah hati yang sedikit nyaru dengan karpet.

“Ini loh!” tunjuk Taeyong tepat di depan wajah Mikaila yang kemudian hanya tersenyum malu. Mata gadis itu benar-benar sudah sangat mengantuk rupanya.

Ketika hendak meraih kunciran dari tangan Taeyong, cowok itu justru memutar badan Mikaila menghadap depan. Setelahnya, Mikaila bisa merasakan tangan besar Taeyong yang mulai menyisir rambutnya dari belakang lalu mencepol rambut sebahunya.

“IH ANEH!” protes Mikaila ketika melihat rambutnya dari kamera ponsel.

“Ck, masterpiece gue!” ujar Taeyong cepat kemudian menepis tangan Mikaila yang hendak membuka ikatan rambutnya.

“Jelek, yong”

“Nggak, bagus udah”

“Bagus apanya? Nih, anak rambut sebelah sini keluar-keluar karena gak kencang kamu iketnya”

Taeyong hanya memutar matanya malas. Mikaila kira Taeyong akan mengulang kuncirannya ketika cowok itu meraih kembali kepalanya. Namun, dugaannya salah.

“Ng-ngapain?”

“Tidur. Mata lo udah sayu begitu”

orentciz

red moon

Taeyong mendorong pintu menuju rooftop. Di ujung sana, Jeffrey telah berdiri menatapnya penuh rasa benci.

Melihat itu Taeyong hanya tertawa sinis. Rasanya sudah lama sekali mantan sahabatnya menatap dirinya seperti itu. Selama ini Jeffrey selalu memberikan tatapan sendu dari balik lensa kacamatanya tiap kali pandangan mereka bertemu.

Dengan langkah santai sambil bersiul nyaring, Taeyong berjalan ke arah Jeffrey.

Salah sudut bibirnya terangkat, seringai sinis ia tunjukan saat langkahnya berhenti beberapa centi dari Jeffrey.

“Lo mau ngomong apa, hm?” tanya Taeyong.

“Daridulu sampai sekarang, kamu masih juga nggak mau berubah. Sibuk menyalahkan orang lain dan akhirnya menyakiti mereka. Manipulatif”

Seringai Taeyong lenyap berganti dengan tatapan tajam ketika mendengar ucapan Jeffrey barusan. Ia mengepalkan kuat jarinya saat tau kemana Jeffrey hendak membawa percakapan ini pergi.

“Saya udah bilang, saya gak ada niat sama sekali buat nusuk kamu dari belakang kayak apa yang kamu pikir, tapi-”

bugh

Jeffrey tersungkur ketika pukulan keras dilayangkan Taeyong pada pipinya secara tiba-tiba.

“Kalo lo gak berniat nusuk gue dari belakang terus apaan? Lo bilang lo sahabat gue, anjing!”

“Karena saya sahabat kamu makanya saya tau itu salah” sanggah jeffrey

Taeyong hanya tertawa geli. Entah kenapa ucapan Jeffrey barusan terasa begitu lucu baginya.

sahabat dia bilang

Flashback “Taeyong” panggilan dari Jeffrey membuat Taeyong yang tengah menatap langit dari balkon kamarnya menoleh. Senyum tipis terukir pada wajah laki-laki itu ketika melihat siapa yang datang

“Barang teman-teman kita yang hilang di sekolah, itu kamu, kan?”

Pertanyaan Jeffrey barusan melunturkan senyum Taeyong. “A-apaandah lo jeff? Maksud lo gue nyuri? Gila apa lo?” elaknya sambil tertawa canggung

Jeffrey menahan Taeyong yang hendak pergi, kemudian merogoh sesuatu dari kantong celana yang ia kenakan

Tangannya terangkat, menunjukan sebuah benda tepat di depan wajah Taeyong yang reflek menegang ketika melihatnya

“ini punya kamu! Ada nama kamu!” Jeffrey setengah berteriak.

Taeyong dengan susah payah meneguk ludahnya, sama sekali nggak bisa mengelak lagi. “Jeff, gue-”

“Taeyong, kamu klepto, Ayah kamu harus tau, yong! Kalo kamu gak bisa bilang sama ayah kamu, biar saya yang bantu kamu bilang”

Jeffrey berbalik, namun dengan cepat ditahan oleh Taeyong. Laki-laki itu tiba-tiba berlutut pada Jeffrey kemudian meraih tangan Jeffrey dan menangis.

“Jeff, please jangan. Lo tau ayah gue bisa ngebunuh gue kalo tau gue begini, Jeff” nada bicara Taeyong bergetar. Ia benar-benar menangis merasakan ketakutan akan bayangan yang mungkin ia terima saat sang ayah tau jika anak tunggalnya mengidap gangguan seperti itu.

“Gue janji itu yang terakhir, jeff” Taeyong mengangguk dengan sungguh-sungguh. Matanya menatap Jeffrey penuh harap.

Jeffrey memejamkan matanya, berusaha menetralkan pikirannya yang terasa sangat memusingkan. Perlahan, ia melepas tangan Taeyong, kemudian berbalik pergi tanpa mengucapkan barang sepatah kata.

Maafin saya Taeyong, ini demi kebaikan kamu. Kleptomania gak bisa sembuh semudah itu. Saya cuman gak mau kamu terjerumus ke dalam masalah yang lebih besar. Flashback end

“Lo tau jeff setelah lo berhasil ngadu ke ayah gue?” Taeyong berjalan ke tepi rooftop. Kemudian menatap langit malam yang hari ini sangat kosong.

Tanpa bulan atau bintang. Tetapi, bulan terlihat sangat merah, seolah malam ini langit tengan berdarah.

“Gue benar-benar nyaris mati, Jeff. Lo pikir gue juga mau punya penyakit ini? Apa waktu itu lo bilang? Psikolog? Lo sendiri tau Ayah gue bakal lebih senang nyebut gue gila karena pergi ke tempat kayak gitu”

“Psikolog bukan tempat orang gila!”

Taeyong tersenyum pahit. “Rasanya bener-bener memalukan saat ada yang tau kalo gue klepto. Gue muak setiap malem mikir apa yang bakal orang bilang kalo tau gue klepto. Dihina? dibully? dijauhin?” dia menggeleng miris.

Taeyong berbalik, menatap balik Jeffrey di belakang sana “Makanya saat tau lo pindah ke sini, gue selangkah lebih maju. Gue gak boleh jadi orang yang diinjak. Gue harus nginjak lo lebih dulu, karena gak ada jaminan lo gak bakal nyebarin aib gue ini. Dengan bikin lo kayak sampah, orang-orang gak akan mau dengerin satupun kata-kata lo”

Jeffrey hanya diam.

Dia sendiri tau kenapa Taeyong memperlakukan dirinya seperti itu selama ini. Alasan kenapa Jeffrey tak sekalipun melawan bukan karena dirinya takut, tapi Taeyong lah yang ketakutan.

Jeffrey paham waktu itu dia telah melakukan pilihan yang salah dan mungkin bagi Taeyong maaf sama sekali nggak ada artinya, maka Jeffrey membiarkan Taeyong melampiaskan semua pada dirinya. Setidaknya itu akan membuat rasa bersalah Jeffrey sedikit berkurang.

“Saya minta kamu sendiri yang jelasin ke Risa tentang masalah kita. Saya gak bisa cerita sama dia karena saya nggak mau penebusan dosa sama ke kamu sia-sia” tukas Jeffrey dengan nada dingin.

Taeyong tertawa keras mendengar ucapan Jeffrey, “Kenapa gue harus jelasin? Biar kalian damai? Justru bikin lo gak punya siapapun sama sekali bikin gue makin puas, Jeff”

“Risa atau siapapun itu namanya, gue udah sering ingatin dia buat gak dekat-dekat sama lo, tapi dia selalu ngebantah. Cewek tolol” Taeyong menjeda ucapannya, pikirannya kembali melayang saat dia beberapa kali mengancam Risa agar menjauhi Jeffrey. Namun, bukannya menuruti kata-kata Taeyong, mereka berdua justru menjadi semakin dekat. Taeyong benci itu.

“cuman anak pungut donatur sekolah aja belagu” Taeyong berdecak miris.

Melihat Jeffrey yang balik menatapnya dingin, Taeyong hanya tersenyum mengejek. “Kenapa? Marah gue bilang dia anak pungut? Emang dia-”

Bugh

“Jaga omongan kamu, Taeyong!”

“Pftt... Dia emang anak pungut-”

Bugh

“Diam!”

Taeyong merasakan sudut bibirnya sobek. Melihat darah yang menggores tanganya ketika ia menyentuh sudut bibirnya membuat Taeyong mengeram kesal. Dengan cepat ia membalik posisi mereka, menindih Jeffrey dibawahnya kemudian balas memberi pukulan bertubi pada Jeffrey.

“Jangan jadi sok jagoan, Jeff. Selamatin diri lo sendiri sebelum ngurusin orang lain!”

Jeffrey mendorong Taeyong dari atasnya, kemudian membawa badan Taeyong hingga terhimpit pada pembatas dinding.

Jeffrey menatap lurus mata Taeyong yang juga menatapnya sengit, “Dia bukan orang lain buat saya, dia berarti!” ucap Jeffrey penuh penekanan.

“Selera lo rendah-”

“Saya bilang diam!” deru nafas Jeffrey memburu. Perasaannya sangat tak karuan menahan emosi saat Taeyong menyebut Risa seperti itu.

Jeffrey menghempas badan Taeyong dengan kasar, kemudian ia berbalik melangkah pergi.

Tepat ketika Jeffrey hendak membuka pintu keluar, ia mendengar suara tawa Taeyong di belakang sana.

Mata Jeffrey membelalak ketika melihat Taeyong yang telah berdiri di ujung.

“KALO LO KESINI, GUE AKAN LONCAT!” ancam Taeyong berhasil menghentikan langkah Jeffrey yang hendak kembali mendekat.

“Taeyong! Jangan gila!” teriak Jeffrey

“Gue emang udah gila! Gue mati juga gak akan ada yang peduli anjing. HAHAHA!”

Jeffrey menggeleng kuat, berusaha memberi tahu jika ucapan Taeyong tadi sama sekali tidak benar. Dengan langkah was was, ia perlahan kembali berjalan mendekati Taeyong yang tengah menunduk menangis.

“Seenggaknya kalo gue mati, gue gak akan pusing ribut sama pikiran jahat gue sendiri” ucapnya, ia kembali mendongak, menatap Jeffrey yang tinggal selangkah lagi. “Selamat tinggal, Jeffrey”

“TAEYONG!!”

Jeffrey hanya bisa menangis kencang ketika dirinya gagal meraih Taeyong. Tanpa menunggu waktu lebih lama, Jeffrey dengan cepat berbalik hendak turun menolong Taeyong yang sudah berdarah-darah di bawah sana. Namun, langkahnya berhenti saat netra menangkap sosok yang mematung menatap Jeffrey ketakutan sambil menutup mulut dengan kedua tangan.

“Risa, Taeyong-”

“Pembunuh!”

orentciz