— fool
Februari, 2014
“ah shit! fuck! angghhh”
“tee.. angghh”
Kedua insan yang baru saja menyelesaikan 'urusan ranjang' mereka kini masih saling berdekapan. si dominan saat ini sedang menyandarkan punggung nya ke headboard ranjang sebari menyesap sebatang rokok yang ada di sela jari nya, sedangkan sosok yang di dominasi memilih mendaratkan kepalanya di dada si dominan, sembari melukis pola abstrak menggunakan jari nya di perut lelaki nya tersebut.
Yap, mereka adalah sepasang kekasih yang sedang merayakan kesuksesan kelulusan mereka dari masa putih abu. Merayakan kelulusan dengan seks? ah seperti nya sudah hal yang lumrah di jaman sekarang.
“Tee..” lelaki yang masih saja melukis pola abstrak bersuara.
“Umm..“jawab Tay si lelaki dominan sambil tangan kiri nya mengelus kepala New lelaki yang berada di dada nya.
“Kamu kan mau kuliah, abis kuliah ada rencana mau ngapain?” Tanya New.
“Hmm, ngapain yak? cari kerja? atau paling aku lanjutin perusahaan ayah, itu pasti sih kayanya. masih jauh hin belum kefikiran juga” Jawab Tay sebari membuang puntung rokoknya di sebuah asbak.
New memposisikan diri nya duduk dan menatap kekasih nya
“Kalo tiba-tiba kamu punya anak gimana?”
Mendengar pertanyaan dari New tiba-tiba Tay tersedak padahal ia tidak sedang meminum apa-apa, saking kaget nya? mungkin.
“Gimana kalo aku tiba-tiba ngandung anak kamu?” Tanya New lagi terdengar ada kekhawatiran didalam nada suaranya.
“Hah? maksudnya? hin kita selalu pake pengaman gak mungkin kelolosaan, gak mungkin lah. lagian presentase kemungkinan lelaki hamil kan cuman 30% jarang banget. gak laaaah gak mungkin ck” Decih Tay.
New menundukan kepala nya, seolah ada beban yang sangat berat sehingga mengangkat kepalanya pun tak sanggup. Melihat gelagat aneh kekasih nya, Tay mengangkat wajah New untuk kembali menatap matanya.
“New, kamu gak hamil kan?” Suara Tay sedikit bergetar.
New diam tak menjawab, hanya air mata yang keluar dari kedua mata nya.
“Gak New, gak mungkin kan? New? Hin? jangan bercanda ya?” Tay menggoyang kan bahu New meminta jawaban, tapi bukan nya jawaban yang di dapat hanya isakan tangis New yang semakin pecah.
Tay langsung berdiri, mundar-mandir dihadapan New.
“New, please jawab.. gak kan?? gak mungkin kan?”
“Kita selalu pake pengaman, gak gamungkin sampe jadi ahahaha, becanda kan kamu?”
Mendengar tawa Tay, New mengangkat wajahnya, menatap mata sang kekasih.
“Kita pernah beberapa kali gak pake Tay, abis kita balik kehujanan itu kamu gak pake Tay. aku udah bilang jangan, aku mohon-mohon jangan sampe didalem kamu bilang gapapa, kemungkinan nya kecil ini.” Jawab New sedikit bergetar.
“Sekecil-kecil nya kemungkinan tetep ada kan?”
“Aku udah testpack kemaren berkali-kali, i got 2 lines” Lirih New.
“Gak mungkin New! gak! gilaaak, aku baru mau masuk kuliah New! aku gak bisa punya anak dulu!” ucap Tay panik.
“Ya kamu fikir aku juga gak mau masuk kuliah hah?!!” teriak New.
“kamu bukan gak bisa Tay! kamu gak mau!!”
Tay mengusak wajahnya dengan kasar, tak pernah terfikirkan bahwa ia akan mengalami hal seperti ini. Tay tidak siap, bagaimana respon keluarga nya jika tahu ia akan punya anak sedangkan di mata keluarga nya ia masih seperti anak-anak? gilak. Benar kata New Tay tidak mau bukan tidak bisa.
“New.. itu serius anak aku? kamu gak ada main sama yang lain? serius itu anak aku?” pertanyaan Tay bagai petir di siang bolong yang menghantam tubuh New, bagaimana bisa ia berfikiran itu bukan anaknya? New hanya menyerahkan tubuhnya pada Tawan tidak pernah ada yang lain.
“Tay Tawan!”
“Kamu gak percaya sama aku? ini anak kamu! aku gak pernah di sentuh sama yang lain! cuman kamu!” Histeris New.
Tay yang masih dengan agenda mondar-mandir sebari mengigit jari nya, kalut sungguh kalut.
“New, gak bisa New.. kita gak bisa! jalan kita masih panjang New! kita masih terlalu muda, gak bisa?!”
Tawan akhirnya diam menatap New
“kamu gak ngejebak aku kan? kamu gak ngejebak aku biar aku nikahin kamu dengan alasan kamu hamil kan New?”
Ternyata petir di siang bolong tidak hanya sekali menghampiri New, Tay melempar petir yang menghantam hati New sekali lagi.
“Tawan! kamu gila hah?! aku emang bukan orang kaya, bukan dari keluarga terpandang, bahkan aku cuman yatim piatu! tapi gak pernah sekalipun aku berfikiran kotor seperti itu Tay! hiks..” Air mata New semakin tumpah, sesuatu dalam dada nya berdenyit nyeri sangat nyeri sehingga ia kesulitan menangkap udara yang akan ia hirup, sesak.
“New, aku gak bisa. aku ga sanggup. aku masih mau kuliah New”
“Ya kamu fikir aku sanggup hah?! kamu fikir aku gamau kuliah?! hiks, aku harus gimana?!hiks..” lirih New.
Tay duduk dan mensejajarkan diri nya dengan New, di tatap nya wajah kekasih nya tersebut dengan yakin Tay berucap
“Gugurin”
Apa hanya itu solusinya? Tidak, New tidak bisa. Bagaimana ia tega membunuh hasil cinta nya? Tidak bisa, tidak mau, tidak boleh! New mengeratkan pelukan ke perutnya.
“Gak!” Tegas New.
“New please jangan egois! ini buat kebaikan kita semua! buat kebaikan aku, kamu dan dia” jawab Tay sembari menunjuk perut New.
“Apa?! egois? siapa disini yang egois hah?! Tay! sadar! dia gak salah apa-apa! dia punya hak buat hidup! belajar tanggung jawab sama apa yang udah kita perbuat! jangan lari dan ngorbanin 'dia' yang gak salah! nikahin aku!” Tangis sedih New sudah berubah menjadi luapan emosi yang menggebu-gebu.
Tay yang masih kalut bergegas memakai pakaian nya dan mengumpulkan barang-barangnya kedalam tas nya.
“Tay! Tay Tawan! tanggung jawab! nikahin gue! gue gak mau bunuh anak kita!” Teriak New.
“Gak! gak bisa! itu bukan anak aku! New masa depan aku masih panjang! aku gak bisa lepasin gitu aja! gak bisa!”
Tay berjalan menuju pintu keluar condo New, akan tetapi tangan nya di tahan oleh New.
“Kamu fikir masa depan aku gimana hah?! aku gak bisa bunuh dia Tay! please Tay.. Aku mohoon..hiks” pegangan tangan New di tangan Tay melemah, refleks tubuhnya membawa ia beringsut jatuh sehingga terduduk lemah di bawah kaki Tay
“Tay aku mohon..please jangan paksa aku jadi pembunuh anak kita..hiks” suara New melemah.
New menangis merupakan kelemahan seorang Tay Tawan tapi entah mengapa hari ini ketika New menangis bahkan memohon kepadanya Tay tidak menghiraukan nya, ia tidak bisa memenuhi permintaan hin nya.
“Terserah kamu kalo kamu mau pertahanin dia, tapi aku gakbisa. kamu harus milih New, kamu pertahanin dia berarti akhir dari kita” ucap Tay sebari meninggalkan condo New.
Mendegar ucapan terakhir dari sang kekasih New hanya bisa menangis, apa yang harus ia pilih? Hidupnya tanpa Tay Tawan? atau berubah menjadi pembunuh darah daging nya sendiri?
Oh Tuhan, jika hidup adalah pilihan bolehkah aku memilih untuk tak hidup? Lirih New