— KADO UNTUK OWEN

Jakarta, 15.00—

“Udah sampe belum?”

“Belum.”

“Sekarang udah sampe?”

“Belum.”

“Kok lama banget sih Mas, ini belum sampe juga?”

“Belum.”

“Kalo sekarang udah sam—”

“Kamu nanya lagi mulutnya aku lakban ya Wen.” Ujar Narendra yang akhirnya membuat sang suami terkekeh lalu diam ditempatnya. Sekarang matanya sedang ditutupi kain hitam yang membuat dirinya tidak bisa melihat apapun. Pikirannya sudah berfantasi liar tentang kemungkinan kejutan yang akan diberikan oleh sang kekasih. Tebakannya sih Narendra bakalan bawa Owen ke restaurant kesukaanya lalu makan bareng-bareng sama semua orang kesayangannya yang udah nunggu disana.

“Bentar lagi nyampe nih.”

“Eh sumpah?” Owen yang semula duduk senderan pun menegakan sandaran kursi, “Aku nanti mau akting kaget ah.”

“Emang kamu udah tau mau di surprisein apa?”

“Pasti semua orang lagi pada ngumpul di restaurant favoritku kan? Terus pada teriak surprise nanti. Kebaca banget!” Ujar nya kemudian baru tersadar, “Eh tapi walaupun kebaca aku tetep seneng kok, Mas. Makasih ya udah ngatur ini semua.”

Narendra cuma ketawa-ketawa aja, apalagi tau kalo tebakan Owen beneran meleset dari kenyataan tapi pria itu tetep percaya diri.

“Udah sampe nih, ayo turun.” Narendra memarkirkan mobilnya lalu menuntun Owen untuk turun. Di depannya, kini sudah berjajar teman-teman serta keluarga Owen yang sudah bersiap-siap.

Ketika penutup mata dibuka, semua pun serempak berteriak, “SURPISE!”

“Aaahh aku kaget banget!” Seru Owen yang emang udah keliatan dibuat-buat, “Gue agak udah tau bakalan ada kalian soalnya walaupun meleset karena dibawanya ke Akper. Tapi gue tetep seneng kok. Makasih semua!”

Mereka pun akhirnya bernyanyi dan tiup lilin. Tapi lucunya Owen masih gak nyadar apa kejutan yang sebenarnya.

“Sebenernya bukan ini doang Wen alasan kenapa aku bawa kamu kesini,” ujar Narendra setelah Owen selesai tiup lilin, “Bukan ini aja kejutannya.”

“Terus apa dong?”

“Coba balik badan.”

Owen yang semula menghadap taman Akasia Permai dan teman-temannya pun membalikkan badan. Kini didepannya ada sebuah rumah kosong yang terlihat baru di renovasi. Rumahnya cukup besar, dengan gaya minimalis yang benar-benar sesuai dengan idamannya.

“Wah rumah siapa nih?” Semua diam, menunggu untuk Owen mengerti sampai akhirnya yang ulang tahun itu kaget sendiri, “No way. Ini gak mungkin kaya yang aku pikirin kan?”

“Kamu pikirinnya apa emang?”

“Kalo rumah ini tuh hadiah ulang tahun aku, gak mungkin kan?”

“Bener dong kalo itumah.”

“HAH? SERIUSAN GAK SIH?”

“Serius,” Narendra kemudian menjulurkan kunci ke arah Owen, “Ini kunci rumahnya.”

Owen pun menghampiri Narendra dan memeluknya dengan erat sebelum menggendong lalu memutarkan tubuh suaminya itu, “I’M SO HAPPY THANK YOU SO MUCH SAYANG! I LOVE YOU!”

“Aku tau kamu pasti bakalan ngerasa gak enak banget kalo aku full beliin rumah ini jadi aku ninggalin dalemnya kosong untuk kamu isi sendiri, jadi bakalan seimbang deh.”

“OH MY GOD YOU KNOW ME SO WELL! I LOVE YOU MASKU!” Ujar Owen sambil mencium kepala dan pipi suaminya berkali-kali.

Semua orang yang datang hari itu tersenyum senang melihat interaksi pasangan didepan mereka. Hati mereka pun menghangat, kebahagiaan keduanya itu memang menular.

“Eh bentar,” Owen nampak baru sadar akan sesuatu, “Jadi Melbourne gimana kalo kita punya rumah disini?”

“Kita pindah ke Indonesia, for good.”

“Hah? Serius gak sih?”

“Serius. Aku tau sepenting apa Akasia Permai buat kamu, dan sebenernya sekangen apa kamu sama Indonesia. I don’t want to take that away from you. You belong here Owen.”

“But you belong to be in—”

“To be by your side. Wherever you are, beside you is where I belong. Selama ada kamu, aku gak masalah Wen tinggal disini lagi.”

“Kerjaan kamu?”

“VIP emang selalu pengen buat kantor disini. Jadi aku bisa kerja di kantor cabang Indonesia nya aja.”

“Mas I— I don’t know what to say, this is too much.”

“Nothing is too much for you, baby. You deserve the best things in this world.”

“I love you, Mas Naren. Terima kasih banyak untuk semuanya.”

“I love you too, baby. Gak usah berterima kasih. Ngeliat kamu bahagia aja itu udah cukup kok.”