Decisions.

Langit malam yang cerah ditemani lampu taman menemani mereka berdua yang saat ini berada di sebuah Taman yang dulu sempat Ten ceritakan.

Malam ini, suasana dingin mulai terasa, Ao yang hanya bermodalkan kaos dan celana jeans panjang mengosok gosokkan tangannya ke tubuhnya untuk menghilangkan rasa dinginnya.

Ten yang sedari tadi diam menghadap kedepan kemudian merapatkan tubuhnya mendekati wanitanya itu.

“Pake.” Ucap Ten sambil memberikan jaket yang ia pakai kepada Ao

“Engga, lo alergi dingin, lo aja yang pake.”

“Pake, ao.” Ucap Ten dengan nada sedikit tinggi, membuat ao dengan sangat terpaksa memakai jaket pemberian pacarnya itu.

Mereka berdua kemudian saling diam satu sama lain. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut mereka.

“mau ngomong apa?” Tanya Ao

“Ngga ada, gue cuma kangen lo.” Jawabnya

“Bohong, lo bohong.” Lirih Ao.

Ten kemudian menoleh kearah ao yang menunduk disampingnya saat mendengar suara isakan tiba-tiba keluar dari mulut gadis itu.

“Lo gak mungkin kangen sama gue, kalo lo kangen sama gue lo gak mungkin ngejauhin gue, kalau lo—“

Tubuh ringkih itu kemudian dipeluk oleh Ten. Semakin erat pelukan itu, semakin deras pula tangisan yang keluar dari mata Ao.

“Jangan nangis—“ ucap Ten

“maafin gue—“

Ao langsung melepas pelukan itu, kemudian menatap mata laki-laki itu dengan seksama.

“Cuma itu yang mau lo bilang? Maaf? Maaf karena apa? Maaf dengan alasan apa? Gue bahkan gatau lo ngejauhin gue karena apa, sekarang lo malah minta Maaf—“

Suara isakan Ao dibungkam, Ten mengikis jarak diantara mereka berdua malam itu, lumatan kecil dirasakan oleh Ao yang mulai terbuai dengan hal tersebut.

Ten kemudian melepaskan ciuman singkat mereka, lalu menatap lekat mata hitam gadis yang ada didepannya.

“Ao, lo tau kan gue sayang banget sama lo?”

Ao diam, tidak menjawab.

“Tapi gue gak bisa hidup dalam rasa bersalah.” Ucapnya lagi, yang sukses membuat Ao bingung dengan maksudnya.

“Bersalah? Lo bersalah kenapa? Lo gak pernah punya salah sama gue Ten.” Tanya Ao disela sela isakannya.

“You deserve to be happy, alyora.” Jawab Ten.

“but your happiness not with me” lanjutnya.

“Maksudnya apa? Gue bahagia kok sama lo, kenapa lo ngomong gitu?” Racau ao yang semakin kebingungan dengan kata-kata Ten.

“Gue sayang sama lo, tapi lo berhak bahagia, gue emang bodoh, tapi gue gak bisa kalau harus ngeliat lo terus menerus kesiksa gara-gara sikap gue akhir akhir ini, Kita sampai disini aja ya? Maafin gue, maafin gue, ara...”