Dibalik arti gelang.

Pukul 17.00 Cafe Muara.

Lantunan musik klasik di cafe ini menemani Ao yang sedang duduk meratapi hujan diluar sana, ya sore ini hujan kembali membasahi kota tersebut.

Sesuai janjinya, dia hari ini akan bertemu Taeyong. Orang yang mengirim kannya gelang berkode morse itu.

Kalian mungkin sudah tau kan apa arti dari kode morse yang ada di gelang tersebut?

ya, sister. Arti dari kode morse yang ada digelang itu. Ao tidak tau apa maksudnya, karena itulah hari ini dia berada disini untuk meminta kejelasan.

Bunyi klintingan bel yang ada didekat pintu daritadi terus berdenting, menandakan orang yang datang ke cafe tersebut.

Namun, orang yang ao tunggu pun tidak kunjung tiba.

Sampai akhirnya, bel itu berbunyi lagi, menandakan satu pengunjung datang.

Ao menoleh kearah pintu, melihat laki-laki rupawan berambut basah itu masuk kedalam cafe, tentu saja sukses membuat tatapan para wanita yang ada disana tertuju kearahnya.

Siapa lagi kalau bukan Taeyong.

“Sorry, udah lama? Tadi kejebak hujan jadi balik dulu ngambil mobil.” Ucapnya

“Engga apa kak, duduk dulu aja.” Ucap Ao pelan.

Taeyong mengangguk, dia memperhatikan ao yang sibuk dengan handphone nya, dan didepannya ada kotak gelang yang kemarin dia berikan.

——- “Tadi gue telfon lo, tapi gak aktif, gue kira lo kejebak hujan.”

Ao hanya menggeleng pelan, “engga kak tadi waktu gue kesini masih mendung doang.”

Dia sengaja mematikan data seluler karena daritadi Bundanya sibuk menelfon unttuk sekedar menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi.

Seiring berjalannya waktu, selagi menunggu pesanan, tidak ada dari mereka yang membuka suara sedikitpun, mereka sama sama tidak tahu harus membuka semua ini dari mana.

“Lo udah paham arti dari gelang itu?” Tanya Taeyong membuka suara

Ao mengangguk, “paham kak, makanya itu gue pengen ketemu lo buat nanya maksudnya, maksudnya apa kak?”

Taeyong menghembuskan nafasnya dengan kasar, dia sedikit mengacak rambutnya yang basah itu.

“Sorry-“

Ao mengernyit, tidak mengerti apa yang dimaksud taeyong.

“Kenapa lo minta maaf kak?”

“Maaf gue baru muncul sekarang.”

“Maksudnya? Lo ngasih ini ada arti tertentu?” Tanya Ao sambil memegang kotak gelang itu.

“Ada ara, arti gelang itu adalah maksudnya.”

Ao semakin bingung, apalagi ditambah panggilan ara yang membuat pikirannya semakin menggila, siapa ara? Dan siapa taeyong sebenarnya?

“Nama gue ao, bukan ara.”

Taeyong tersenyum tipis, “ara itu nama yang gue buat untuk adik gue, dan lo orangnya.”

“Maksudnya? Gue itu? Adik lo? Gak mungkin, jangan becanda deh kak.” Sanggah Ao.

Taeyong hanya mengangguk pelan sebagai respon atas pertanyaan ao.

“Apasih gak ngerti, lo becanda kan? Lo ngasih gelang itu bukan untuk itu kan maksudnya? Gue ngga pernah punya abang kok, bunda gak pernah cerita sama gue, gue inget dari kecil gue anak tunggal, lo jangan ngaku ngaku ka—“ ucap Ao dengan suara yang sedikit bergetar.

Taeyong berdehem kemudian menarik nafasnya panjang, bersiap untuk menjelaskan semuanya.

“Lo lupa ra, makanya lo ngga pernah inget lo punya abang, lo lupa disaat gue ngga ada disana, gue udah di kota ini sejak lo smp tingkat akhir, dulu gue selalu ngehubungin lo setiap hari, nanyain kabar lo, kabar bunda. Lo liat foto yang ada di mobil gue waktu itu? itu gue, lo dan bunda.”

Ao kaget mendengar semua penjelasan taeyong, dia masih berusaha mencerna semuanya, karena sesungguhnya ini tidak nyata dipikirannya, karena dari kecil yang dia ingat hanya dia, bunda nya dan ayahnya yang jahat.

“Terus gelang ini? Lo bilang di surat itu kalau gelang ini gak sempet lo kasih ke gue? Kalo lo kakak gue, kenapa lo gak pernah datang ke rumah lagi? Kenapa lo ngga pernah nemuin bunda dan gue lagi? dan kenapa lo ga pernah dateng saat ayah jahat ke gue dan bunda?” Tanya Ao

suara ao semakin lama semakin bergetar, menandakan perempuan itu sedang menahan agar air matanya tidak keluar dari pelupuk matanya.

“Gelang itu harusnya gue kirimin di hari ulang tahun lo, dan disaat itu gue denger kabar kalo ayah kasar sama Bunda dari tetangga rumah yang gue titip pesan untuk jagain bunda, gue pas itu udah mau pulang tapi—

Taeyong kembali menarik nafasnya dalam.

“-bunda ngelarang gue, karena takut gue ngelakuin hal buruk sama ayah buat bales dendam karena udah nyakitin bunda, tapi habis itu gue pulang ra.—“

“Kalo lo bilang setelah itu lo pulang, kenapa gue gak pernah liat lo? Harusnya kalo lo pulang, pasti gue inget lo. Lo bohong kan? Bilang sama gue lo bohong kan?!” Teriak Ao yang sontak membuat pengunjung menoleh kearah mereka berdua.

“—gue pulang ao, lo lupa, lo gak pernah inget gue ao, malam setelah bunda dipukulin itu gue emang gak dikasih izin pulang, tapi tengah malemnya gue dapet kabar buruk malam itu, kalau lo kec—“

Seketika taeyong langsung menutup mulutnya, dia teringat janji bersama bundanya untuk tidak memberitahukan soal kecelakaan yang dialami ao, kecelakaan yang menyebabkan ao harus kehilangan ingatannya, kecelakaan yang ngebuat ao harus lupa akan sosok taeyong sebagai abang kandungnya dan membuat ao lupa akan siapa saja yang ada dihidupnyaa dulu.

“Apa? Kabar buruk apa? Kenapa berhenti? Kenapa lo gak lanjutin ceritanya, kalau lo emang abang gue pasti lo bakalan ngasih tau kan?” Tanya Ao dengan panjang lebar

Dering handphone Taeyong berbunyi menyelamatkan dirinya sebelum kebablasan menceritakan semua hal yang harusnya ao tidak tau.

”Johnny.”

”Ke cafe sekarang urgent banget nih lagi banyak pelanggan, lo juga pake kemana mana udah tau banyak kerja” teriak Johnny dari dalam telfon tersebut.

“Iya gue kesana” ucap taeyong singkat kemudian menutup telfonnya.

“Ayo lanjutin, berita buruk apa? Apalagi yang belum gue tau soal lo, kalo lo beneran abang gue?” Tanya ao lagi sesaat setelah taeyong menyelesaikan telfon.

“Gue gabisa lanjutin sekarang ya, ayo gue antar pulang kita atur ketemuan lagi nanti.”

Ao menolak, dia memaksa untuk taeyong agar menceritakan semuanya kepada dirinya.

“Kalo lo beneran abang gue, lo cerita sekarang.”

“Perlu bukti apa lagi biar lo percaya kalo gue abang lo?” Tanya taeyong

“Gue cuma mau lo selesaikan dan ceritain semua.” Tegas Ao.

“Gue gabisa sekarang.”

Ao menghela nafasnya kasar, “kalau gitu bukti yang setidaknya bisa meyakinkan gue kalau lo itu beneran abang gue?”

Taeyong kemudian menggulung kemejanya, menunjukkan satu tato kecil yang ada di lengannya.

”AK”

“Tatoo ini gue buat 1 bulan setelah lo ulang tahun saat itu, 1 bulan setelah berita buruk yang gak pernah mau gue denger terjadi, dan 1 bulan nungguin lo bangun—“

“Gue buat tatoo ini berharap bisa nunjukin kalo gue sayang banget sama lo, dan lo akan selalu ada di hidup gue bahkan sampe gue mati, walaupun realitanya lo sama sekali gak inget sama gue.” Ucap Taeyong panjang lebar, kemudian menarik tangan ao untuk mengajak pulang karena ada urusan yang harus ia selesaikan.