Eh, Kenapa?

Ten masih dalam mode tertawa karena kata “paok” yang dia berikan ke Ao. Lucunya, mahasiswi bernama Ao itu beneran mencari arti kata tersebut. Sebenernya gak lucu sih mungkin bagi orang lain, tapi bagi Ten seluruh sikap Ao emang diluar batas rata rata, alias gampang banget dikasih perintah.

“Dih gila ya tuh orang?” Bisik mark kepada Johnny sambil memperhatikan Ten yang sibuk dengan hpnya berdiri di bagian Coffee.

“Lo beneran curiga gak sih sama Ten?” Tanya Johnny

“Curiga apa bang?”

“Curiga kalau di—“

“Ngomongin gue ya lo berdua.” Ucap Ten memotong perkataan Johnny, dia tiba-tiba sudah berdiri tepat didepan Johnny dan Mark dengan tatapan sinis.

“Orang yang ga kenal aja bisa ngomongin lo bang kalo liat lo ketawa ketawa sendiri kaya orang sinting.” Ucap Mark.

——— Setelah membalikkan papan “open” menjadi “close”, 4 sekawan Tampan ini kemudian membersihkan cafe mereka, maklum mereka disini cuma berempat, berusaha mengerjakan semua sendiri, hanya dibantu beberapa karyawan yang itupun mahasiswa yang melamar untuk kerja part time.

“Abis ini mau pada kemana lo?” Tanya Taeyong.

“Mau ada urusan gue.” Ucap Johnny.

“Zinah terus john john.” ucap taeyong sambil menggeleng.

“Zinah pala lo kebelah, gue mau kerumah paman gue.” Balas Johnny

Yang lainnya hanya tertawa, soalnya biasanya Johnny setelah pulang dari cafe kerjaannya ngapel, pulang nya besok pagi.

“Lo mark? Ten? Temenin gue lah cari makan.” Tanya Taeyong lagi.

“Gue pulang lah bang, gue kuliah pagi cuy.” Jawab mark

“Gue pulang. gak mood makan, apalagi sama lo.” Jawab Ten melekit.

Taeyong melengus kesal, tidak ada temannya yang mau menemaninya makan malam itu.

——— Ten memarkirkan mobilnya tepat di parkiran yang ada dikosannya, maklum kosan miliknya ini termasuk kosan elite, jadi jangan heran kalau kost-nya ini punya 1 lantai khusus parkiran.

Dia menaiki tangga parkiran menuju ke lantai dimana kamarnya berada. Namun, dia mendengar suara rintihan kecil.

“Ad—uh”

Ten segera mencari asal suara tersebut, dia takut kalau kosannya jadi tempat yang tidak tidak (re; tidak dalam arti negatif)

dia mencari, dan terus mencari, akhirnya menemukan sumber asal suara tersebut.

“Heh, lo kenapa?” Ucapnya Panik

“Sakit banget, gabisa jalan.”

“Sini duduk dulu diatas, kenapa deh lo?” Ucap Ten sambil membopong seseorang yang sedang merintih kesakitan keatas kursi.

“Ao, jawab, lo kenapa?”

“Sakit....beliin obat.....obat apa aja....yang buat pms....sumpah...sakit banget....” rintih Ao, si sumber suara tersebut.

“Ok bentar, lo tunggu sini, gue ke minimarket depan.” Ucap Ten segera mengambil kunci pagar kost miliknya, namun saat hendak bergegas, ia dipanggil lagi oleh Ao.

“Bentarr—gue boleh sekalian nitip ga?”

“Apa?”

“Anu—“

“—anu apa?” Ucap Ten bingung

“Aduh itu, roti roti.”

“Yaudah, roti apa? Sari roti? Atau merk apa?”

Ao menggelengkan kepalanya, mengisyaratkan bukan itu yang ia maksud.

“Itu lo—aduh.”

“Apasih? Roti kan? Emang roti apalagi?” Tanya Ten lagi lagi, karena jujur dia so confused

“IH—ROTI ITU TUH PEMBALUT MAKSUDNYA😭” teriak Ao sebal.