Gapapa.

“Ada lagi ngga yang mau ditanyain?” Tanya Adit dipenghujung rapat mereka kali ini.

“Ini sih dit, buat rangkaian kedua kan cuma seleksi buat pengisi acara di malam puncak dari mabanya, nah buat konsepan dan juri-jurinya perlu disiapin cadangan gak? Soalnya ini kan kita juga belom dapet tanggal yang di acc kan?” Tanya Sekar

“Iya dong, lo siapin aja ¾ plan lain, terus buat juri nanti kita koordinasi sama dekanat aja.” Ucap Adit.

Semuanya mengangguk paham dengan apa yang disampaikan Adit.

Iya, kali ini mereka sudah masuk ke rangkaian kedua, walaupun rangkaian kedua hanya proses seleksi bintang untuk malam puncak penyambutan Maba, mereka tetap harus mempersiapkannya dengan tepat.

“Oke kalo ngga ada lagi, gue tutup rapat ini, terima kasih banyak atas perhatiannya.”

Setelah rapat di tutup, mereka langsung buru-buru mengecek hp masing-masing, maklum kalo sedang rapat adit tidak mau kalo semuanya terpecah fokus karena hp.

“Dih mabar dah mabar ayo.” Ajak Yanda

“Mabar mulu, bentar ngabarin cewe gue.” Balas hanif yang langsung mendapat tatapan dari semuanya.

“Emang punya?”

“Punya, mama gue cewe, adek gue cewe, jadi sekarang gue mau ngabarin adek gue, kan cewe gue juga kan? Bener kan gak salah kan?”

Emang hanif, selalu aja ada alasannya.

Setelah semua sibuk dengan masing-masing kegiatannya yang terlihat seru, tapi tidak dengan Bila, yang daritadi menahan untuk ke kamar mandi.

“Nad, temenin gue ke toilet ayuk.”

“Ah mager ah, lagi seru ini, sama sekar aja sekar sana.” Jawab Nadia yang sibuk dengan game di hpnya.

Sedangkan sekar, orang yang disuruh nadia juga sibuk dengan videocall dari pacarnya, huh bucin.

Akhirnya, daripada bila pipis di celana akhirnya dia memilih untuk pergi sendiri, walaupun jujur takut bunda.

*bila anaknya penakut banget.

————

Setelah sukses menunaikan hajatannya, Bila kembali ke tempat duduk, namun saat hendak sampai di tempat itu, Bila melihat seseorang yang tidak asing disana. Apalagi posisi orang itu dekat dengan pujaan hatinya.

Haduh pujaan hati banget ga tuh

Berdiri di sampinc tempat duduk Adit.

“Eh bila sini sini bil, ada Alya nih bil.” Ucap Rayhan.

Kompor, sengaja, biar panas si bila niatnya.

“Oh, iya, hai Alya.”

Alya hanya melirik sekilas, “hi”

“Dit lo gak mau pulang? Please gue nebeng ya dit? Sekalian deh bahas yang lo mau bahas kemarin, please.”

Melihat pemandangan itu, jujur hati bila sedikit cemburu, dikit aja.

“Genit banget sih lo ah Al, kan ada gojek, ada grab, banyak ojol.” Timbrung Hanif.

“Dih, diem lo nif.”

Adit yang daritadi hanya dimintain tolong untuk mengantar Alya hanya diam, dia tidak bisa menjawab karena alya daritadi tidak berhenti berbicara.

“Gue gabisa al, gue tadi kesini juga sama or—“

Bila menatap adit, seakan akan menyuruh Adit untuk mengantarkan Alya.

“Sama siapa? Please siapapun lo, gue pinjem aditnya bentar ya, kan sekalian ada yang mau kita omongin, ya, ya?” Celetuk Alya.

Beberapa saat kemudian Alya seperti sedikit menjauh, menunggu jawaban adit, namun disaat itu juga Bila menghela nafas pelan.

“Dit, anterin gih.” Ucap Bila

“Lah kan gue sama lo bil? Tadi gue juga udah iyain kan?” Tanya Adit

“Gue gampang lah, itu hanif juga kosong kok, udah sana anterin.”