Hai!

Suasana terik di tengah Kota Malang membuat Akbar & Naura memutuskan untuk pulang dari warkop dan memilih mencari tempat yang sedikit teduh untuk sekedar mendinginkan diri.

“Kosan gue aja mau gak? AC di ruang tamu dingin, sekalian ngerjain tugas makalah yang kita sekelompok, gimana?” Ajak Naura ditengah kebingungan yang melanda mereka berdua.

Tanpa basa-basi, Akbar langsung mengiyakan ajakan Naura, hitung-hitung dia bisa menghabiskan banyak waktu dengan Naura sore itu.

Cuma menghabiskan waktu bersama dengan sekedar mengobrol, tidak lebih.

Setelah sampai didepan kosan Naura, Naura terlebih dahulu masuk kedalam dan membukakan pagar kosannya.

“Gue masuk dulu bentar ya, mau ganti baju, terus itu AC nya dihidupin aja, biar dingin.” Perintah Naura, dan mendapat anggukan dari Akbar yang sibuk memasukkan motornya ke parkiran yang ada.

Akbar memilih untuk bersantai, sesekali mendengarkan lantunan lagu yang ada didalam playlistnya sore itu.

Tidak lama, Naura turun dari kamarnya menggunakan baju ala rumahan, tapi tetap saja menawan di mata Akbar.

“Jangan ngeliatin mulu lu, jelalatan bener.” Ucap Naura singkat sambil menyentil dahi Akbar.

Sang empunya dahi kemudian mengusap-usap dahinya pelan, “Sakit tau.”

Setelah menghabiskan waktu sekitar 1 jam untuk mengerjakan tugas, mereka memilih untuk beristirahat.

Suasana Kota Malang saat itu memang sedang panas-panasnya, untuk hari ini sekedar pendingin ruangan seperti AC pun tidak mempan untuk menghilangkan hawa panas yang ada di ruangan tersebut.

Kalau kalau ada orang yang percaya dengan hal tidak nyata, pasti akan mengatakan ruangan ini pasti banyak penunggunya, makanya hawanya panas.

Namun, Akbar dan Naura malah sebaliknya, tidak terlalu memikirkan hal negatif, niatnya sih supaya tidak didatangi jadi tidak usah dipikirkan.

“Nau, gue haus, ngga ada air dingin apa?” Tanya Akbar.

Naura menggeleng, “Beli aja sana di warung.”

“Lo mau ngga?”

Naura mengangguk, “Mau dong, beliin susu coklat yang dingin ya?”

“Uangnya?” Tanya Akbar

Naura kemudian langsung memasang raut wajah memohon, “Pake uang lo dulu dong, hehe.”

Akbar kemudian langsung memalingkan wajahnya, tidak kuat akan ekspresi yang diberikan Naura.

“Yaudah, gue pergi dulu, jangan kemana mana, disini aja, diem.”

“Mau kemana juga sih gue, ini kan kosan gue, hadeh orang aneh.”

— Saat balik dari warung untuk membeli minuman, Akbar mendapati satu hal yang tidak asing terpakir didepan kos Naura, sebuah Mobil yang dia yakin dia tahu sekali siapa pemiliknya.

Dengan cepat, dia langsung berlari ke kosan Naura yang berjarak sekitar 100m dari warung tersebut.

Dengan nafas yang terengah-engah, Akbar membuka pagar, dan mendapati apa yang dia curigai sedang berdiri di ambang pintu kosan tersebut.

“Raka!” “Lo ngapain?” panggil Akbar, lelaki tersebut menoleh dan benar, dia adalah Raka.

Raka menoleh dengan cepat, dan langsung mendekati Akbar, “lo ngapain disini?”

“Harusnya gue yang nanya, lo ngapain di kosan Naura? beneran kaga mau mundur lu ya rak? Kaga kasian apa gue yang jomblo beberapa tahun ini, astaga.” Gerutu Akbar.

“Aduh gimana ya gue jelasinnya, gue tuh kesini—“

Belum selesai Raka menyelesaikan perkataannya, muncul lelaki paruh baya namun tidak terlalu tua dari ambang pintu ruang tamu kosan tersebut, tentunya dengan Naura disebelahnya.

Naura memasang ekspresi terkejut, seketika dia melupakan bahwa Akbar sedang pergi sebentar, dan tidak memikirkan hal ini akan terjadi.

“Raka? Itu siapa? Adek? Ini kosannya nyampur ya? Kamu bilang ini kosan cewe doang?” Tanya lelaki tersebut.

Naura gelagapan, berusaha untuk mengklarifikasi hal tersebut, “Engga papa, ini temen adek, kenalin, namanya Akbar.”

“Oh, kenalin saya Papanya Naura.” Sambut laki-laki paruh baya tersebut sambil mengajukan tangannya untuk bersalaman dengan Akbar.

Akbar pun menyambut hal tersebut dengan senang hati, “Akbar, Om.”

Papa Naura hanya mengangguk dan mengajak anak perempuannya untuk kembali masuk.

Tak lama setelah ayahnya masuk, Akbar kemudian kembali menginterogasi Raka, “Lo kok bisa dateng sama Papanya Naura, sih?!”

“Lo beneran mau nikung gue ya?”

“Raka lu bener-bener dah gue ngga ngerti lagi rak, cara lo begini rak, padahal gue udah cerita, bahkan minta bantuan lo buat minta restu dan lain-lain, tapi lo gini sama gue udah gue ngga ngerti lagi, Rak.”

Raka hanya tersenyum, mendegarkan segala ocehan dari Akbar tanpa memotong atau menjawab sedikitpun.

“Lo kok malah senyum senyum? Dih ga waras nih orang, beneran mau nik—“

Omongan Akbar terpotong, tatkala laki-laki yang mengaku sebagai Papanya Naura tadi kembali muncul dari ambang pintu.

“Ini temennya Naura ngga mau masuk? Raka, suruh itu masuk temen adikmu, masa dibiarin di luar aja sih, mending kamu bantuin adik mu juga sana di dapur bukain oleh-oleh yang papa bawa.”

Mendengar hal tersebut, Akbar seketika langsung mematung, dan berusaha menatap Raka dengan matanya yang menggambarkan ekspresi terkejut luar biasa.

“….adik?” tanya Akbar, memastikan.

Raka langsung memasang ekspresi kemenangan dan tersenyum jail kepada Akbar, kemudian dia menarik tangan Akbar untuk berjabat dengan tangan miliknya.

“Yaudah, karena papa gue sendiri yang kasih tau jadi sekarang kenalin, Araka Jinendra Reswara, kakak kandung dari Naura Janira Reswara. Salam kenal ya Akbar, sekarang yuk masuk? udah ditungguin papa gue tuh didalem, katanya mau minta restu? restu dari gue belakangan deh, gue mikir-mikir dulu..” ledek Raka

Raka kemudian meninggalkan Akbar yang masih mematung di posisi ia berdiri, “Tuhan, cobaan apalagi ini…….”