He already said that.

“Ini pedes banget.”

Keluh Naura setelah berusaha menghabiskan 1 mie iblis level 2 yang dia pesan, padahal biasanya dia hanya berani memesan level 1 ataupun mie angel yang tidak mempunyai rasa pedas sama sekali.

Akbar tertawa, “lagian, kenapa berani berani pesen level 2 sih?”

“Kan pengen coba mana tau kadar tahan pedes gue udah naik, kan ngga ada yang tau.” balas Naura.

Akbar sedari tadi memang sudah selesai menghabiskan makanannya, tapi Naura belum karena di depannya masih bersisa 2 dimsum yang dia pesan juga.

“Mau?” Tawar Naura kepada Akbar, dan dijawab gelengan oleh Akbar, “makan aja.”

Sambil menunggu Naura makan, Akbar tidak henti hentinya menatap perempuan yang ada didepannya. Wajahnya yang merah karena level ketidaktahanan pedasnya rendah membuat Naura semakin menarik di mata Akbar.

”lucu banget sih kalo dia lagi begini.” Gumam Akbar dalam hati.

Karena terlalu menikmati makanannya, Naura sampai tidak sadar ada saus dari dimsum yang menempel di samping bibirnya. Tentu saja hal tersebut disadari oleh laki-laki yang dari tadi tidak berhenti menatapnya.

Laki-laki itu kemudian mengambil sejumput tissue, dan tangannya beralih mendekat kearah bibir Naura, “bentar nau ini ada sa—“

Karena tindakan Akbar yang terlalu tiba-tiba, Naura tersedak dan membuat Akbar kaget dan langsung berdiri mendekati perempuan tersebut. “Nau, ngga apa apa?”

Naura berisyarat kalau dia baik baik saja, “minum, buthh min—“

Akbar kemudian dengan segera mengambil minuman Naura yang tinggal sedikit dan memberikannya ke Naura.

“Masih kurang kah? bentar gue pesen kebawah lagi ya minumnya, tunggu disini.”

Setelah meneguk setengah minumannya, Naura yang kini ditinggal sendiri oleh Akbar hanya berusaha menetralisir dirinya sendiri.

“Gue kenapasih astaga, ngga biasanya gue begini, kenap—“

Drrt

Monolog Naura terpotong oleh suara getaran yang ada di depannya, yang tak lain dan tak bukan dari ponsel milik Akbar.

Karena keingintahuannya yang tinggi, dia melihat telfon genggam milik sahabat laki-lakinya tersebut.

Notif tersebut membuat Naura buru-buru meletakkan ponsel Akbar ketempat semula.

“Nau—ini minumnya, diminum dulu ya.” Ucap Akbar yang tiba-tiba muncul di belakang dirinya.

“Ah iya, m-makasih bar” Jawab Naura dengan terbata-bata.

Akbar mengangguk, namun saat hendak duduk dia melihat layar ponselnya menyala tapi tidak dalam posisi awal, “Nau, ini hp gue ta—“

“Eh sorry, tadi ada notif, gue kira siapa hehe, maaf ya ngga sengaja.”

“Lo ngga mau nanya?” Pertanyaan Akbar ini cukup membuat Naura tertohok saat ini.

“Ngga, gue ngga mau nanya apapun, kan kita udah sepakat buat ngga maksa satu sama lain dengan pertanyaan yang bersifat privacy, bener kan? Gue juga seneng kalo lo bisa nemu orang yang bikin lo bahagia sekarang.”

“Nau, lo tau ngga sih definisi bahagia bagi gue apa? Perasaan dari dulu gue selalu bilang kalo gue bahagia karena deket sama lo, gue bahagia tiap lo ada sama gue, tapi ternyata lo ngga paham ya?”

“Nau, gue ngga pernah ngeluhin ini ke lo kan?”

“Akbar, gue ngga maksud—“ ucap Naura berusaha mengklarifikasi kata-katanya

“Nau, gue capek. Gue tau lo masih belom bisa ngehapus semua masa lalu lo yang bener-bener bikin lo se-desperate ini.”

“Akbar, gue ngga desperate!”

“Nau, maaf boleh ngga sih gue sesekali egois? gue mau nanya, mau sampai kapan lo ngga sadar gue disini? ”Have you ever seen me as men not only your best friend?

“Akbar, bukan gitu akbar, dengerin gue dulu bisa ngga?”

Akbar tidak memperdulikan apa yang dibicarakan Naura kali ini.

“Nau, lo butuh space ya? Bilang nau kalo lo risih gue gini, gue bisa ngelakuin itu sekarang kalo emang lo butuh space.”

“Akbar, ngga, gue sama sekali ngga risih, apalagi butuh space, ngga.”

“Nau, laki-laki juga boleh nangis ngga nau? kita pulang sekarang ya, ngga lucu kalo gue nangis disini, nau.”