Kalau serius, gimana?

“Bubur tuh enak gak diaduk!” Teriak Ao

Sekarang mereka tengah berada di ruang tengah kosan tersebut, menikmati bubur dari mamang yang belom naik haji kalau kata Ten mah.

“enakan diaduk, nih apaan kalo lauknya abis masa makan bubur polosan.” Balas Ten

Bahkan sebuah bubur pun bisa jadi bahan perkelahian mereka. Kayanya anak kosan ini tiap hari udah muak dengerin Ten sama Ao berantem mulu.

“Lo bohong ya soal pacar lo itu?” Tanya Ten

“HAH—uh..uk” Ao hampir saja tersedak saat mendengar pertanyaan Ten secara tiba-tiba.

“Lo tuh kenapa dah, nih minum dulu minum.”

“Lagian kenapasih pertanyaannya.”

“Ya kan gue nanya.” Ucap Ten sambil mengunyah bubur didalam mulutnya.

Ao hanya diam, melanjutkan makan buburnya tanpa menjawab pertanyaan dari Ten. Dia berfikir kalau Ten pasti sudah memikirkan aneh aneh tentang dirinya.

“Kalo jomblo tuh bilang aja kali, kenapa mesti bohong sih?” Tanya Ten

“ya gapapa...nanti lo mikirnya kok cantik cantik gini gue gak laku—aduh kak sakit!” Ucap Ao mengelus kepalanya setelah mendapat sentilan dari Ten

“Masih sempet aja lo kepedean.”

Ao hanya mendecih kesal, selalu saja Ten tidak terima kalau dirinya ini cantik.

“Terus kalo sekarang lo tau gue jomblo, lo mau apa? Mau ngejekin gue gitu pura-pura pacaran? Ish nyebelin banget!”

“Sotoy.” Ucap Ten singkat.

“Ya kalo lo bohong, kalau ada orang mau deketin lo kan jadi mundur.” Timpal Ten lagi.

Ao langsung mengalihkan wajahnya menatap Ten setelah mendengar kalimat tersebut, maksudnya apa? Siapa yang mau deketin dia?

“Hah? Emang siapa yang mau deket—“

“Bukan gue ya, gak usah geer.” Potong Ten.

“Siapa juga yang bilang lo, wle!” Ejek Ao sambil menjulurkan lidahnya.

Ten tidak bergeming, kalau di ladenin bisa panjang pertengkaran mereka pagi ini.

“Lagian lo juga kenapa gak punya pacar? Padahal fans lo bejibun, lo juga udah mapan, terus apalagi ya lo udah mau lulus S2 lagi sekarang, gaada kekurangannya tuh?” Tanya Ao

Lagi-lagi Ten diem, memikirkan jawaban apa yang pas untuk dia jelaskan ke Ao.

“Percuma gue mapan dan kalo lo bilang gue punya segalanya, lo salah.”

Ao mengernyitkan wajahnya, mencoba memahami lagi apa yang Ten bicarakan.

“Maksudnya? Emang lo gak punya apa lagi?” Tanya Ao.

“Gue masih punya rasa bersalah sama orang, gue pengen minta maaf dulu ke dia, tapi masalahnya gue ngga tau dia masih hidup atau engga, gue bahkan lupa sama namanya.” Ucap Ten sendu.

Ao mendekat, berpindah tempat duduk dari sebrang Ten, menjadi disebelahnya, sambil menepuk pundak laki-laki itu.

“Emang kalau misalnya lo udah tau dia dimana dan bisa minta maaf, lo bakal ngapain?”

“Bakal peluk dia lama.”

“Lo pacarin gak?” Tanya Ao niatnya berusaha menghibur

“Mungkin, kalah dia suka juga sama gue.” Jawab Ten singkat.

“Cantikan dia apa gue?”

“NGAPAIN SIH LO NANYAIN ITU?” Teriak Ten

“Ih nanya doang.”

“Gue ngga inget jelas mukanya lagi, tapi samar samar gue inget dia cantik.”

“Kalo gue cantik gak? Ini gue butuh jawaban serius ya! Tidak main main.” Ucap ao dengan nada agak sedikit mengancam.

“Cantik.” Ucap Ten singkat

“Terus kalo gue cantik, lo mau gak pacaran sama gue?”

Ten tersedak dengan perkataan ao yang barusan dia dengar, apa apaan ini semua.

“Hah? Lo sadar gak sih?”

“Jawab dulu ih!” Rengek Ao

“ya emang lo mau sama gue, kalo lo mau ya ayo aja.” Jawab Ten

“Hm— sayangnya gue gak mau sih, HAHAHAHHA BYEEEE.” Ucap Ao sambil tertawa keras, kemudian beranjak dari kursinya.

Namun, tangan Ao kemudian ditarik oleh Ten, memberi tanda untuk ao jangan beranjak dulu dari sana.

“Tapi, kalo gue serius sama kalimat terakhir gue gimana?” Tanya Ten.