Permintaan Tama.

Alsa masuk kedalam cafe dengan wajah ceria, maklum hubungannya dengan Abim sudah kembali baik seperti biasanya, sudah jarang ada percekcokan duniawi.

Saat Alsa masuk, alsa langsung disambut oleh lelaki yang menggunakan kemeja di meja yang ada di sebrang pintu, siapalagi kalau bukan Tama.

Setelah Tama menyadari kehadiran Alsa, dia kemudian berdiri mempersilahkan Alsa untuk duduk.

“Sorry ya tam, udah lama nunggu?” Tanya Alsa

Tama menggeleng, “baru kok, tenang aja.”

“Oh iya, Abim nunggu? gak lo suruh masuk?” Tanya Tama.

“Abim pulang kok tam.”

“Oh yaudah, nanti lo balik sama gue aja ya ca?”

Alsa mengernyit, Alsa merupakan salah satu orang yang susah menolak ajakan orang lain, maklum lah anaknya gak enakan. Tapi dia sudah terlanjur janji untuk tidak menerima ajakan dari Tama dan pulang dengan pacarnya, Abim.

“Ca?”

“Eh maaf maaf, kayanya ngga bisa deh soalnya nanti mau nemenin Abim nyari sesuatu katanya, gapapa kok, gue malah ngerepotin lo kalo misalnya nebeng.” Ucap Alsa, ya setidaknya alasannya cukup masuk akal daripada alasan ‘nanti Abim cemburu’

———

Setelah memesan makanan dan minuman, mereka kembali ke kursi untuk memulai pembahasan yang ingin disampaikan Tama.

“Jadi, mau ngomong apa tam?”

Tama terdiam, dia sejujurnya bingung bagaimana menyampaikannya.

“Tam? Everything okay?”

Tama mengangguk, “okay, ca, cuma..”

Alsa menatap Tama dengan dalam, “cuma apa?”

Tama kemudian menunjukkan beberapa foto mamanya.

Alsa memang mengenal mama Tama sejak dulu, karena Alsa sempat dekat dengan Tama dan Tama juga sempat mengenalkan Alsa dengan mamanya.

“Loh si tante kenapa tam? Ini kok fotonya di rumah sakit?” Tanya Alsa bingung

“Mama gue sakit sa, udah lumayan lama, cuma gue gak bisa cerita ke siapa-siapa karena emang gue gamau orang tau, tapi dengan terpaksa gue harus bilang ke lo—“

Alsa semakin bingung, “terpaksa? Terpaksa gimana? ya gapapa kali tam, kita kan temen bisa saling tuker cerita apalagi gue juga kenal sama mama lo.”

Tama menunduk dan menarik nafasnya dalam, benar benar bingung dengan semuanya, dan bingung bagaimana menyampaikannya.

“Bukan, bukan soal itu ca, tapi soal—“

“Soal, apa?”

“Ini soal permintaan mama gue, ca.”

Alsa mulai mencerna dan berusaha memahami arti kata kata Tama, permintaan? Kenapa dia harus bilang ke Alsa? Hubungannya dengan Alsa apa?

“Permintaan? Hubungannya sama gu—“

“But, sorry ya gue bilang ini ke lo, tapi gue sama sekali gaada niat apapun.” Tama menarik nafasnya dalam.

“Mama minta gue secepatnya menikah ca, dia pengen liat anaknya nikah, dia udah cape katanya dirumah sakit, tapi mau berusaha kuat sampe gue nikah ca, dan—mama cuma inget lo, dan dia minta gue nikah sama lo ca.”

“Hah? Maksud—“

“Ca, bentar ca, gue tau ini permintaan konyol banget, gue tau lo ada hubungan sama orang lain, dan lo juga masih kuliah, gue udah berusaha bilang sama mama tapi mama nyuruh gue nyampein ke lo, ca..gue minta maaf, gue bukan nuntut simpati atau apa..”

Alsa benar benar bingung, pikirannya langsung acak-acakan saat ini, bisa bisanya Tama mengatakan hal ini secara tiba-tiba, dan masalahnya adalah ini permintaan mamanya, tapi tetep aja Alsa mana bisa lah?

“—ter-terus lo mau apa? Gue gabi—“

“Ca, gue cuma pengen lo tau, gue jujur masih sayang sama lo sejak dulu, gue tau itu salah, sayang sama pacar orang sebuah kesalahan yang besar, tapi, apa lo gak mau bantu gue ca? Sekali ini aja? Gue gak tega liat mama gue ca...”

“Hah? Sekali aja? Tam, sorry, ini nikah, nikah bukan hal yang main-main, jangan jadiin gue jadi jaminan, gue bukannya gak sedih atau gak empati ke mama lo, tapi gue gak bisa tam, gue ada Abim, gue masih kuliah, lo gak mikir sampe kesitu? Kenapa harus gue, tam?”

“Karena gue cuma sayangnya sama lo, ca. Gue gak mau ada orang lain, gue cuma mau lo ca...” ucap Tama.

“Tam, gue gak bisa, sorry, kadang permintaan lo gak masuk akal, Tama.”

Tama menunduk, dia benar benar frustasi sekarang. “Ca terus gue harus gimana ca, gue gak mau kehilangan mama gue sebelum gue turutin permintaannya ca, mama pasti nganggep gue anak durhaka gak bisa nurutin permintaannya ca, gue tau permintaan ini gila tapi gue gak tau harus gimana lagi ca.”

Alsa mendekat ke Tama, kemudian mengelus punggung lelaki itu yang sudah terisak.

“Tama maafin gue, tapi gue bisa bantu dengan cara lain, kita ketemu mama lo, gue yang bicara, biarin gue yang dibenci mama lo, karena gue yang menolak, lo gak perlu ngarang cerita ke mama lo, tama maaf gue cuma bisa bantu kaya gitu, gue beneran gak bisa, gue juga gak cinta sama lo, tapi gue tetep sayang lo sebagai teman tam, gak lebih.” Ucap Alsa

“Sa, lo beneran gak bisa? Ca, please ca..” mohon Tama.

“Maaf tam, ayo gue anterin lo ke mobil lo, nanti kabarin gue kalo mau ketemu mama lo, kita atur waktu.”